AROMA KETIDAK ADILAN BAGI PRITA MULYASARI


Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terhadap Prita Mulyasari sangat mengejutkan dalam penegakan hukum dan keadilan.Keputusan yang menghukum Ibu beranak dua itu selama 6(enam) bulan dinilai telah mengoyek rasa keadilan masyarakat.Pasalnya, selain tentunya kasusnya menggunakan pasal karet juga mendapat perhatian luas dari masyarakat oleh karena dianggap tidak terpenuhi unsur melakukan pencemaran nama baik sebagaimana diruduhkan.
Prita Mulyasari yang pada Agustua 2008 di rawat di RS Omni Tangerang, merasa tidak mendapat pelayanan yang sepatutnya sebagai suatu Rumah Sakit.Ia bersama suaminya merasa dipimpong dan dipermainkan tatkala dia hendak meminta penjelasan atas pemeriksaan penyakitnya itu namun tidak pernah diberikan khususnya hasil pemeriksaan darah yang sebelumnya dinyatakan hasil Lab Thrombosit menyimpulkan 27.000 karena itu harus dirawat.Lalu dipertanyakan lagi setelah cek ulang dikatakan 181.000 akhirnya merasa kurang puas Prita pindah Rumah Sakit ke Bintaro.
Melalui tulisannya di Detik Com Prita pun menceritakan pengalamannya itu, sebagai suatu koreksi sesungguhnya terhadap Rumah Sakit untuk memperhatikan pelayanan yang prima bagi masyarakat lainnya.Namun rupanya Dokter yang disebut dan RS merasa tercemar nama baiknya akibat Curhat itu dan melakukan Gugatan perdata sekaligus laporan Pidana Pencemaran nama baik.
Pengaduan itu diproses Penyidik hingga berkasnya dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan sejanjutnya diajukan ke muka Sidang Pengadilan Negeri Tangerang.Kasus ini ramai tahun 2009 percis menjelang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.Tak tanggung-tanggung akibat kasus itu dinilai sebagai kasus spele curahan hati, peserta Pilpres waktu itu pun datang menjenguknya.
Pengadilan Tangerang saat itu dalam putusannya membebaskan Prita Mulyari.Jaksa Penuntut umum yang sebelumnya telah menuntut Prita 6(enam) bulan itu pun mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung RI.Benteng ekadilan itu pun tidak sependapat dengan Pengadilan Negeri Tangerang yang membebaskan Prita dari dakwaan Jaksa,MA membatalkan Putusan Pengadilan Negeri dan menghukum Prita Mulyasari selama 6(enam) bulan penjara.
TAFSIR ASAL ASALAN
Prita Mulyasari diajukan kemuka Sidang Pengadilan Negeri Tangerang dengan tuduhan telah melanggar Pasal 27 ayat 3 UU ITE.Menurut Mahkamah Konstitusi dalam  salah satu pertimbangan putusannya No 50/PUU-VI/2008 tentang judicial review atas UU ITE No 11 tahun 2008 secara tegas menyatakan bahwa sesungguhnya keberlakuan dan tafsiran pasal 27 ayat 3 UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam pasal 310 dan 311 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Pasal 310 KUHP ayat 1 menyatakan” Barang siapa sengaja merusak kehormatan atau nama  baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu,dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak banyaknya empat ribu lima ratus rupiah. Dalam  ayat 2 dikatakan, Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan,dipertunjukkan kepada umum atau ditempelkan maka yang berbuat itu dihukum karena mnista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak banyaknya empat ribu lima ratus rupiah. Ayat 3 menyatakan, tidak menista, atau menista dengan tulisan jika ternyata bahwa sipembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri..”
Dalam pasal 311 ayat 1 KUHP menyatakan” Barang siapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diijinkan untuk membuktikan tuduhannya itu,jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar dihukum karena salah mempitnah dengan hukuman penjara selama lamanya empat tahun .Ayat 2 dinyatakan dapat dijatuhkan hukumanpencabutan hak yang tersebut pasal 35 No 1-3 KUHP,312a316,319 dan 488.
Tulisan Prita Mulyasari yang mengakibatkan dia harus menginap di Hotel Prodeo sebelum di alihkan statusnya menjadi tahana kota, sesungguhnya tidak terdapat unsur menista dan atau pencemaran nama baik.Prita menceritakan pengalaman pahitnya itu untuk tidak terjadi kepada pihak lain .Oleh karenanya sesuai ketentuan hukum sebagaimana dimaksud pasal 310 jo pasal 311 karena tidak ternyata ada niat menjelekkan yang dimaksud sebagai menyerang kehormatan, sekedar keluhan belaka yang apabila disadari sesungguhnya merupakan koreksi guna dijadikan cambuk memperbaiki pelayanan sebagai suatu Rumah Sakit perkara itu tidak akan terjadi.
Namun tampaknya emosi yang meluap luap, dari pelapor yang didalmnya Jaksa terpancing turut emosi oleh karena tuntutannya selama enam bulan tidak dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tengrang, sesuai kebiasaan Kejaksaan selaku Penuntut, mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung.Benar saja Mahkamah Agung Republik Indonesia itu pun menghukum Prita Mulya sari selama enam bulan penjara.
Berbagai pertanyaan pun muncul pasca putusan MA tersebut.Dimanakah ruang menyatakan pendapat berupa keluhan yang nyata-nyata dialami seseorang yang tidak dan bukan isapan jempol menuduh yang tidak ada? Masih adakah jaminan hukum terhadap seorang menyatakan pengalaman yang sesungguhnya? Dimanakah filsafat hukum itu dapat diterapkan, atau sekedar menjadi corong Undang Undang? Seandainya saja sebagai corong undang undang sekalipun, dalam pasal 310 tersebut sesungguhnya dalam perkara Prita ini tidak lah dapat dihukum sebagaimana penjelasan unsur yang termaktub dalam buku R Soesilo dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Padahal sebagaimana disinggung diatas, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya menyatakan bahwa penafsiran pasal 27 UU ITE tidak dapat dilepaskan dari pokok pasal 310 dan 311 KUHP.Karenanya jikalau ternyata perbuatan itu dilakukan tidak merupakan berita bohong, dan yang senyatanya dialami sendiri, dapat diartikan sebagai suatu untuk kepentingan umum yang tidak dapat dihukum.
Kini Prita Mulyasari, telah divonnis Mahkamah Agung selama enam bulan.Menurut hukum, Kejaksaan wajib melaksanakan putusan tersebut. Boleh jadi banyak pihak menyatakan untuk menunda, mengajukan Peninjauan Kembalii, tetapi sesuai ketentuan hukum yang berlaku maka, Peninjauan Kembali tidak menunda eksekusi. Inilah hukum di Indonesia yang kita cintai ini, masih banyak beraroma keatidak adilan.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger