Bungaran Sitanggang SH.,MH Associates. Diberdayakan oleh Blogger.

0 MENGGADANG CALON PRESIDEN


Pemilihan Legislatif usai sudah. Pileg kali ini boleh dikatakan sebagai pileg yang paling aman dari kerusuhan. Tetapi paling buruk karena berbagai pelanggaran-pelanggaran baik pencurian suara, jual beli , pencobolosan sebelum waktunya dan lain keboborokan termasuk money politik. Akibatnya banyak pihak sesungguhnya menghendaki Presiden SBY menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu) tentang pembatalan hasil Pileg dan mengulangnya. Tetapi tentu perhitungannya pun matang, sebab selain biaya yang tidak sedikit yang paling krusial ialah jika pemilihan legislatif ini diulang berakibat pada kekosongan pemimpin Republik dalam beberapa bulan yang dapat menyulitkan Bangsa dan negara.
Kekhawatiran itu, diamini oleh elit politik lainnya.Diakui memang Pileg kali ini merupakan pileg yang paling terburuk dibandingkan dengan  pileg-pileg sebelumnya. Akan tetapi hasil yang buruk ini  harus dipertahankan, alasannya yaitu tadi adanya kekhawatiran terhadap kekosongan pemimpin jika pemilu Legislatif diulang.
Secara yuridis apapun alasannya pemilihan Legislatif yang baru terlaksana 9 April 2014 lalu itu harus dinyatakan batal oleh karena berbagai kecurangan yang terjadi mengakibatkan pelaksanaan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Namun lagi lagi kalkulasi politik yang demi ketentraman dan kenyamanan berbangsa dan bernegara tentulah pandangan yuridis itu diabikan. Inilah perbedaan pandangan politik dengan hukum. Sebab adagium hukum meski hanya sebatas kata, yang menyatakan, meskipun langit akan runtuh, keadilan haruslah ditegakkan. Artinya, apapun alasannya demi keadilan dan kebenaran, pileg yang buruk kali ini harus diulang.
Penegakan hukum ini memang perlu dikedepankan tanpa terlalu mengkhawatirkan pandangan politik semata yang menakutkan kekosongan pemimpin jika diulang. Sebab sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa hukum sesungguhnya berpandangan pasti, jelas, dan adil tanpa sedikit pun kekhawatiran sebagaimana digambarkan banyak pihak. Sebab jika kekhawatiran semacam ini terus terjadi maka ada anggapan berbagai kecurangan yang terjadi dilapangan para pimpinan elit politik ini seolah merestui. Penggelembungan suara untuk Partainya bahkan mengambil dari partai lain boleh jadi Pimpinan Partai bersangkutan tutup mata meski hal itu sesungguhnya tidak boleh terjadi. Tetapi oleh karena kurang percaya diri misalnya dan dengan alasan formalitas hukum belum menyatakan dalam putusan sah sah saja. Akan tetapi jika yang terjadi seperti Pileg baru baru ini, yaitu, kecurangan dengan cara mencuri dan atau mengalihkan suara dari Caleg A kepada C atau sebaliknya sesama Caleg dari Partai yang sama dibiarkan tanpa tindakan tegas dari Elit Partai bersangkutan sama saja menghalalkan kecurangan itu sebagai suatu yang sah yang tidak perlu diperhatikan. Inilah masalah besar kegagalan partai partai kita mendidik masyarakat.
Perlakuan oknum caleg seperti ini sesungguhnya Pimpinan Partai harus mampu melakukan tindakan tegas tanpa menunggu proses hukum. Sebab selain merugikan partai bersangkutan juga sangat tidak mendidik. Karenanhya sesungguhnya terhadap caleg seperti ini harus didiskualifikasi agar membuat efek jera bagi yang lain.
KOALISI PARTAI
Kecurangan demi kecurangan telah terjadi, tetapi demi menghemat anggaran dan menhindari kemungkinan terjadi kekosongan pemimpin dalam beberapa bulan hasil pileg itu pun dinyatakan sah tidak perlu dipersoalkan lagi kecuali dapat dibuktikan lain misalnya penggelembungan suara dalam Partai tertentua yang merugikan partai tertetu. Jika pun hal itu terjadi, Mahkamah Konstitusilah yang akan menyelesaikannya. Kini kita berpikir untuk Calon Presiden mendatang setelah pileg.
Adalah Prabowo Subianto yang dicalonkan, Partai Garindra, PPP dan PAN dan kemunginan juga PKS dan Ir Joko Widodo yang dicalonkan PDIP,Nasdem,PKB dan Hanura. Dua kandidat ini dua duanya dinilai punya banyak kelemahan. Prabowo Subianto misalnya banyak menilai terkait dengan berbagai masa lalu khususnya peristiwa tahun 1998. Meski secara hukum hingga saat ini Prabowo belum pernah dinyhatakan bersalah secara hukum , teapi opini publik terlah terbentuk sedemikian rupa Prabowo yang bersalah. Dalam Laporan Utama Tabloid Parna Sakti pimpinan penulis pernah menulis dalam laporan utama Tabloit tersebut  berdasarkan yang dihimpun baik buku putihnya Prabowo Subianto, maupun Buku Sintong,Wiranto termasuk Habibie dan reprensi lainnya disimpulkan ternayat  Prabowo tidak bersalah. Tentu kesimpulan sementara itu adalah berdasarkan analisa  fakta dihungkan tidak adanya suatu keputusan pengadilan yang menyatakan bersalah.
Kini Joko Widodo,yang menurut survey  tertinggi elektabilitasnya itu, pun banyak dinilai sebagai kurang valid. Alasannya, jika sebelumnya PDIP menarget 20 % suara dalam Pileg, berbagai pendapat mengusulkan jika Jokwi, panggilan akrab, Joko Widodo, dimungkinkan PDIP berhasil meraih hingga 35 %. Tentu saja pandangan ini membuat Ketua Umum PDIP tertarik. Pasalnya permintaan itu dari rakyat umum. Nyatanya? Wallah huallam, jauh panggang dari api, terget PDIP sebelum keputusan Ketua Umum PDIP itulah yang hampir tercapi. Artinya, untuk perolehan sekarang, tanpa Jokowi sudah ditargetkan. Nah, dengan pencalonan Jokowi, harapan banyak pihak PDIP akan memperoleh 35 % tidak tercapai. Banyak pihak memang meragukan Jokowi,alasannya, sebagai Gubernur DKI Jakarta belum banyak yang diperbuat dibanding janji janji politik sebelumnya. Tetapi banyak juga mengapresiasinya, kepolosannya dan busukan yang dilakukan selama ini. Apapun kelebihan dan kelemahan kedua kandidat ini, masyarakatlah yang menetukan Juli mendatang.
SRI SULTAN
Bekas Partai Penguasa, Partai Demokrat kini akan memaminkan peran pentingnya menyikapi koalisi partai yang sudah final diluar Golkar dan Demokrat. Golkar yang sampai hari ini masih akan mengadakan pembicaraan baik dengan PDIP maupun Garindra belum jelas arahnya. Golkar yang tidak lepas dari Pemerintahan tampaknya kurang berani menjadi oposisi. Tampaknya Demokrat pun masih berhitung apakah mampu menjadi Oposisi? Jika tidak bisa berkoalisi dengan Golkar? Bersama kita tunggu. Namun dengan politik santunnya SBY sesungguhnya harus mampu mewujudkan wacananya membentuk poros baru. Persoalannya sekarang, apakah SBY hendak memaksakan, Pramono Edi menjadi Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden, seperti disimpulkan banyak pihak pada saat Konvensi Partai Demokrat dibuka ? kurang jelas.
Wacana berkembang dalam Partai Demokrat belakangan, memunculkan nama Sri Sultan Hamengkubwuono sebagai kandidat. Jika saja Partai Golkar Legowo menerima Sri Sultan, bukan tidak mungkin pilihan rakyat jatuh kepada Sri Sultan. Pasalnya, Sultan yang visioner dan berhasil mengamankan DY ini boleh jadi menjadi kambing hitam kandidat Presiden pilihan rakyat. Jika Sri menjadi Kandidat Presiden bagaimana ARB , mungkinkah sama sama Golkar ? tentu Demokrat tidak setuju. Akan tetapi jikalu, ARB calon Kandidat Presiden, Edi Pramono Cawapresnya,? Banyak pihak sangat khawatir elektabilitasnya kurang dibanding dengan dua kandidat lain, Prabowo dan Jokowi. Nah kini keberanian Partai Demokrat dan Golkar harus ditumbuhkan sebagai pembelajaran Demokrasi masa depan. Jika tiga calon kandidat yang akan maju, sudah dapat  dipastikan pemilihan presiden akan terlaksana dua putaran. Putaran kedua bolehlah bersikap lain apakah mendudung, A atau B jika ternyata kurang signipikan. Atau jangan jangan menjadi salah satu kandidat yang masuk dalam putaran kedua. Mari kita tunggu, namun perlu dicoba untuk pendidikan politik bangsa dan negara.  


Read more
 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger