Bungaran Sitanggang SH.,MH Associates. Diberdayakan oleh Blogger.

0 PENGESAHAN UNDANG UNDANG PILKADA MENUAI PROTES


Perdebatan terhadap Rancangan Undang Undang (RUU) Pilkada kini usai ditingkat pembuat Undang Undang yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pengesahan RUU menjadi Undang Undang tentang Pilkada itu ditetapkan melalui voting Jumat subuh oleh DPR RI. Ada banyak memang yang protes atas pemilihan Bupati dan Walikota itu melalui DPRD. Tetapi banyak juga yang mendukung pemilihan itu melalui DPRD. Berbagai alasan dari dua kubu itu pun dilontarkan untuk mempertahankan argumentasinyamasing masing. Dari dua cara pemilihan tersebut menarik disimak memang, mana yang terbaik untuk Republik sesuai dengan Konstitusi kita.
Pemilihan langsung oleh Rakyat terhadap calon pemimpinnya, merupakan inplementasi  kedaulatan rakyat secara penuh salah satu tuntutan reformasi 1998. Sebab selama 32 tahun kepemimpinan Presiden Soeharto, hak seperti itu tidak pernah diberikan. Tujuan pemilihan langsung ini sesungguhnya ialah memberikan kedaulatan rakyat itu kepada rakyat sepenuh penuhnya  untuk memilih dan  menetukan pemimpinnya untuk lima tahun kedepan. Pemilihan langsung dan pemilihan melalui DPRD keduanya sesuai konstitusi, dan keduanya berpotensi bermasalah. Hanya saja mana lebih ringan atau yang lebih baik untuk republik itulah  soalnya.
Pemilihan langsung  yang sudah dilaksanakan  sejak tahun 2005, hingga 2013 memang  seluruh rakyat  daerah bersangkutan memang dihargai. Mereka didatangi untuk memperkenalkan diri, meberikan  pencerahan, pemahaman kehadirannya untuk berniat membangun dan mensejahterakan rakyat daerah itu. Jika dalam suatu Daerah ada empat atau lima bahkan tujuh pasang bakal calon dan atau calon, semuanya melakukan hal yang sama kepada rakyat di Daerah itu. Dan rakyat pun menerimanya tanpa kita ketahui sikap mereka kepada siapa.
Memang dinilai sebagai suatu yang tidak mendidik, bahkan boleh dikatakan sebagai sarana menghambur hamburkan uang yang tentu bermanfaat bagi rakyat. Tetapi dampak yang dihasilkannya amat sangat negatif, oleh karena  setiap ada calon tertentu misalnya, mereka tidak akan segan bertanya berapa dananya. Nah jika sudah seperti ini, rakyat banyak memilih bukan karena visi dan misinya lagi akan tetapi cenderung sudah melihat uangnya. Boleh jadi memang dibeberapa daerah masih banyak rakyat republik yang konsisten, bahkan diberikan uangpun tidak mau karena dia telah ada pilihan tertentu. Akan tetapi jika tidak diberikan pengertian lama kelamaan upeti itu pun menjadi membuadaya, jika hal ini terjadi rusaklah moral.
Beberapa  Kepala Daerah yang tersangkut hukum belakangan dikait kaitkan dengan pemilihan langsung Kepala Daerah. Alasannya, besarnya biaya yang digelontorkan sang calon yang cukup besar yaitu, mulai dari pembentukan tim dengan biayanya, alat peraga, pertemuan pertemuan khusus dan lain misalnya seperti merebut Partai pengusung yang diamini semua partai sebagai ongkos politik. Ratusan Bupati dan Walikota yang dipilih secara langsung dikabarkan sedikitnya 80 persen dikabarkan harus menggelontorkan biaya minimal  5 – sampai 25 milyar rupiah. Bahkan ada berita menyatakan sampai 50 milyar sedangkan untuk Gubernur dikabarkan ratusan milyar. Karenanya para Kepala DaerahSelain dariPola pola seperti yang tersangkut hukum tindak pidana korupsi itu pun dianggap  harus melakukannya untuk mengembalikan modal yang dikeluarkannya, atau mungkin membayar hutang dan lain istilah yang disebutkan.
Nah kini dengan pemilihan kepala Daerah melalui DPRD ? mungkin dapat diminimais pengeluaran, selain pengeluaran dari APBD misalnya, juga pengeluaran calon bersangkutan pun akan terkontrol. Bukan berarti  pemilihan melalui DPRD dapat dijamin tidak ada money politik. Money politik disini terbatas pada anggota DPRD bersangkutan yang harus dilakukan juga pendekatan agar mereka meilihnya. Pemilihan melalui DPRD  disini barang kali telah lebih mudah mengontrolnya untuk menghindari money politik. Untuk menghindarinya tentu ketentuan yang lebih tegas harus dibuat dengan sanksi yang tegas pula. Sebab ketegasan penegak hukum akan mampu meminimais kecurangan dan atau money politik yang terjadi selama ini jika pemilihan melalui DPRD . Sebab banyak pihak yang mengontrolnya misalnya  masyarakat, LSM termasuk tim dari pesaingnya pun turut mengontrol yang akan tertuju kepada DPRD. Sangat beda dengan dimasyarakat. Contohnya saja sengketa  Pilkada yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi dengan aneka ragam pelanggarannya termasuk money politik merupakan bukti  pemilihan langsung banyak masalah .
Selain dari masalah –masalah money politik yang tidak mendidik tersebut, perpecahan dalam lingkurang keluarga p[un tidak jarang terjadi hanya karena beda pilihan dalam Pemilu kada selama ini. Tidak saja itu akan tetapi juga hubungan sesama menjadi kurang harmonis bahkan tidak jarang terjadi memicu pertikayan antar pendukung.
Kini dengan pemilihan melalui DPRDin mungkin terbaik dalam kondisi saat ini, sesuai juga keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, sengketa Pilkada sudah tidak menjadi kewenangannya lagi untuk memeriksanya. Lalu seandainya pemilihan langsung Kepala Daerah ini dipertahankan, dan terjadi sengketa kemana harus dibawa untuk mendapat kepastian? Itu juga menjadi masalah tersendiri seandainya Keputusan DPR RI tidak menetapkan pemilihan Kepala Daerah tersebut melalui DPRD.
Dengan undanga Undang tentang pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD marilah kita turut mengontrol pelaksanaanya untuki menghindari money politik. Jika ternyata juga Partai menjadi raja yang terbukti menerima upeti misalnya untuk mendukung seseorang calon, jangan pula segan sega partai tersebut didiskualifikasi sebagai peserta pemilu berikutnya. Jika sank seperti itu tegas dan tegas pula dalam pelaksanaanya, maka, harapan pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD akan berjalan damia tanpa money politik.


Read more

0 MENGGADANG CALON PRESIDEN


Pemilihan Legislatif usai sudah. Pileg kali ini boleh dikatakan sebagai pileg yang paling aman dari kerusuhan. Tetapi paling buruk karena berbagai pelanggaran-pelanggaran baik pencurian suara, jual beli , pencobolosan sebelum waktunya dan lain keboborokan termasuk money politik. Akibatnya banyak pihak sesungguhnya menghendaki Presiden SBY menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu) tentang pembatalan hasil Pileg dan mengulangnya. Tetapi tentu perhitungannya pun matang, sebab selain biaya yang tidak sedikit yang paling krusial ialah jika pemilihan legislatif ini diulang berakibat pada kekosongan pemimpin Republik dalam beberapa bulan yang dapat menyulitkan Bangsa dan negara.
Kekhawatiran itu, diamini oleh elit politik lainnya.Diakui memang Pileg kali ini merupakan pileg yang paling terburuk dibandingkan dengan  pileg-pileg sebelumnya. Akan tetapi hasil yang buruk ini  harus dipertahankan, alasannya yaitu tadi adanya kekhawatiran terhadap kekosongan pemimpin jika pemilu Legislatif diulang.
Secara yuridis apapun alasannya pemilihan Legislatif yang baru terlaksana 9 April 2014 lalu itu harus dinyatakan batal oleh karena berbagai kecurangan yang terjadi mengakibatkan pelaksanaan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Namun lagi lagi kalkulasi politik yang demi ketentraman dan kenyamanan berbangsa dan bernegara tentulah pandangan yuridis itu diabikan. Inilah perbedaan pandangan politik dengan hukum. Sebab adagium hukum meski hanya sebatas kata, yang menyatakan, meskipun langit akan runtuh, keadilan haruslah ditegakkan. Artinya, apapun alasannya demi keadilan dan kebenaran, pileg yang buruk kali ini harus diulang.
Penegakan hukum ini memang perlu dikedepankan tanpa terlalu mengkhawatirkan pandangan politik semata yang menakutkan kekosongan pemimpin jika diulang. Sebab sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa hukum sesungguhnya berpandangan pasti, jelas, dan adil tanpa sedikit pun kekhawatiran sebagaimana digambarkan banyak pihak. Sebab jika kekhawatiran semacam ini terus terjadi maka ada anggapan berbagai kecurangan yang terjadi dilapangan para pimpinan elit politik ini seolah merestui. Penggelembungan suara untuk Partainya bahkan mengambil dari partai lain boleh jadi Pimpinan Partai bersangkutan tutup mata meski hal itu sesungguhnya tidak boleh terjadi. Tetapi oleh karena kurang percaya diri misalnya dan dengan alasan formalitas hukum belum menyatakan dalam putusan sah sah saja. Akan tetapi jika yang terjadi seperti Pileg baru baru ini, yaitu, kecurangan dengan cara mencuri dan atau mengalihkan suara dari Caleg A kepada C atau sebaliknya sesama Caleg dari Partai yang sama dibiarkan tanpa tindakan tegas dari Elit Partai bersangkutan sama saja menghalalkan kecurangan itu sebagai suatu yang sah yang tidak perlu diperhatikan. Inilah masalah besar kegagalan partai partai kita mendidik masyarakat.
Perlakuan oknum caleg seperti ini sesungguhnya Pimpinan Partai harus mampu melakukan tindakan tegas tanpa menunggu proses hukum. Sebab selain merugikan partai bersangkutan juga sangat tidak mendidik. Karenanhya sesungguhnya terhadap caleg seperti ini harus didiskualifikasi agar membuat efek jera bagi yang lain.
KOALISI PARTAI
Kecurangan demi kecurangan telah terjadi, tetapi demi menghemat anggaran dan menhindari kemungkinan terjadi kekosongan pemimpin dalam beberapa bulan hasil pileg itu pun dinyatakan sah tidak perlu dipersoalkan lagi kecuali dapat dibuktikan lain misalnya penggelembungan suara dalam Partai tertentua yang merugikan partai tertetu. Jika pun hal itu terjadi, Mahkamah Konstitusilah yang akan menyelesaikannya. Kini kita berpikir untuk Calon Presiden mendatang setelah pileg.
Adalah Prabowo Subianto yang dicalonkan, Partai Garindra, PPP dan PAN dan kemunginan juga PKS dan Ir Joko Widodo yang dicalonkan PDIP,Nasdem,PKB dan Hanura. Dua kandidat ini dua duanya dinilai punya banyak kelemahan. Prabowo Subianto misalnya banyak menilai terkait dengan berbagai masa lalu khususnya peristiwa tahun 1998. Meski secara hukum hingga saat ini Prabowo belum pernah dinyhatakan bersalah secara hukum , teapi opini publik terlah terbentuk sedemikian rupa Prabowo yang bersalah. Dalam Laporan Utama Tabloid Parna Sakti pimpinan penulis pernah menulis dalam laporan utama Tabloit tersebut  berdasarkan yang dihimpun baik buku putihnya Prabowo Subianto, maupun Buku Sintong,Wiranto termasuk Habibie dan reprensi lainnya disimpulkan ternayat  Prabowo tidak bersalah. Tentu kesimpulan sementara itu adalah berdasarkan analisa  fakta dihungkan tidak adanya suatu keputusan pengadilan yang menyatakan bersalah.
Kini Joko Widodo,yang menurut survey  tertinggi elektabilitasnya itu, pun banyak dinilai sebagai kurang valid. Alasannya, jika sebelumnya PDIP menarget 20 % suara dalam Pileg, berbagai pendapat mengusulkan jika Jokwi, panggilan akrab, Joko Widodo, dimungkinkan PDIP berhasil meraih hingga 35 %. Tentu saja pandangan ini membuat Ketua Umum PDIP tertarik. Pasalnya permintaan itu dari rakyat umum. Nyatanya? Wallah huallam, jauh panggang dari api, terget PDIP sebelum keputusan Ketua Umum PDIP itulah yang hampir tercapi. Artinya, untuk perolehan sekarang, tanpa Jokowi sudah ditargetkan. Nah, dengan pencalonan Jokowi, harapan banyak pihak PDIP akan memperoleh 35 % tidak tercapai. Banyak pihak memang meragukan Jokowi,alasannya, sebagai Gubernur DKI Jakarta belum banyak yang diperbuat dibanding janji janji politik sebelumnya. Tetapi banyak juga mengapresiasinya, kepolosannya dan busukan yang dilakukan selama ini. Apapun kelebihan dan kelemahan kedua kandidat ini, masyarakatlah yang menetukan Juli mendatang.
SRI SULTAN
Bekas Partai Penguasa, Partai Demokrat kini akan memaminkan peran pentingnya menyikapi koalisi partai yang sudah final diluar Golkar dan Demokrat. Golkar yang sampai hari ini masih akan mengadakan pembicaraan baik dengan PDIP maupun Garindra belum jelas arahnya. Golkar yang tidak lepas dari Pemerintahan tampaknya kurang berani menjadi oposisi. Tampaknya Demokrat pun masih berhitung apakah mampu menjadi Oposisi? Jika tidak bisa berkoalisi dengan Golkar? Bersama kita tunggu. Namun dengan politik santunnya SBY sesungguhnya harus mampu mewujudkan wacananya membentuk poros baru. Persoalannya sekarang, apakah SBY hendak memaksakan, Pramono Edi menjadi Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden, seperti disimpulkan banyak pihak pada saat Konvensi Partai Demokrat dibuka ? kurang jelas.
Wacana berkembang dalam Partai Demokrat belakangan, memunculkan nama Sri Sultan Hamengkubwuono sebagai kandidat. Jika saja Partai Golkar Legowo menerima Sri Sultan, bukan tidak mungkin pilihan rakyat jatuh kepada Sri Sultan. Pasalnya, Sultan yang visioner dan berhasil mengamankan DY ini boleh jadi menjadi kambing hitam kandidat Presiden pilihan rakyat. Jika Sri menjadi Kandidat Presiden bagaimana ARB , mungkinkah sama sama Golkar ? tentu Demokrat tidak setuju. Akan tetapi jikalu, ARB calon Kandidat Presiden, Edi Pramono Cawapresnya,? Banyak pihak sangat khawatir elektabilitasnya kurang dibanding dengan dua kandidat lain, Prabowo dan Jokowi. Nah kini keberanian Partai Demokrat dan Golkar harus ditumbuhkan sebagai pembelajaran Demokrasi masa depan. Jika tiga calon kandidat yang akan maju, sudah dapat  dipastikan pemilihan presiden akan terlaksana dua putaran. Putaran kedua bolehlah bersikap lain apakah mendudung, A atau B jika ternyata kurang signipikan. Atau jangan jangan menjadi salah satu kandidat yang masuk dalam putaran kedua. Mari kita tunggu, namun perlu dicoba untuk pendidikan politik bangsa dan negara.  


Read more

0 PEMILU MASIH AMBURADUL


Pemilihan Legislatif yang dilaksanakan Rabu tanggal 9 April 2014 merupakan pesta Demokrasi yang ke empat setelah repormasi. Namun pengalaman dari pelaksanaan pemilu pertama hingga ke empat ini belum banyak perubahan menuju pada pemilu yang Jurdil. Pasalnya, penyelenggara Pemilu di tingkat Kabupaten Kota masih banyak kelemahan mulai dari  daftar pemilih tetap yang masih banyak tidak terdaftar. Padahal rekam KTP Electronik sesungguhnya sudah dijalankan setahun yang lalu .Namun ternyata belum dapat dijadikan sebagai data yang akurat untuk Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia.
Akibatnya, dibeberapa kota masyarakat banyak tidak dapat menggunakan haknya di TPS.Benar KPU memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh masyarakat yang tidak terdaftar dan atau tidak mendapatkan undangan diberikan kesempatan tetap dapat menggunakan haknya di TPS yang ditentukan sesuai alamatnya. Masalahnya Panitia Pemumngutan suara (TPS) yang ditunjuk tidak memberikan formulir kepada yang bersangkutan  sebelum Jam 12. Boleh jadi maksud Panitia mendahulukan warga yang mendapat undangan baru setelahnya diberikan kesempatan kepada awarga yang tidak terdaftar dan atau tidak mendapat undangan itu.
Perlakukan Panitia Pemungutan Suara (PPS) ini membuat warga kecewa. Mereka rata rata menyatakan bahwa sesuai ketentuan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesungguhnya tidak harus menunggu menjelang tutup jam 13 baru diberikan kesempatan kepada mereka. Alasannya jelas memang, sesuai Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dimiliki sudah dapat dilayani tanpa harus menunggu selesainya masyarakat yang mendapat undangan resmi dari KPU. Akibat sistem yang dilakukan PPS ini  warga yang sudah hadir di TPS bersangkutan pun khususnya para Ibu Rumah tangga tidak sabar menunggu berjam jam akhirnya pulang tanpa menggunakan haknya.
MASIH DIWANAI PELANGGARAN
Tindakan KPU Pusat terhadap beberapa Calon DPR,DPRD dan DPD yang tidak memberikan laporan dana kampanye kepada KPU pusat dinilai sebagai suatu tindakan yang berwibawa. Ketegasan KPU dalam hal ini mendapat respon dan apresiasi yang tinggi di Masyarakat. Namun saat pelanggaran membagi bagikan uang misalnya saat Kampanye terbuka, baik Bawaslu maupun Panwas tampaknya tidak dianggap sebagai pelanggaran pemilu karena tidak ada tindakan diskualifikasi misalnya, kecuali SBY yang membagikan Bola saat berkampanye setelah hasil pemeriksaan Bawaslu mengumumkan pemberian Bola tesebut tidak merupakan pelanggaran pemilu.
Sikap tegas ,cepat sekaligus mengumumkan suatu kesimpulan dari hasil pemeriksaan itu  sesungguhnya yang ditunggu masyarakat luas. Sebab diketahuinya misalnya, seorang calek yang secara sengaja membagikan uang dihadapan umum, serangan fajar yang dinilai sebagai suatu budaya yang tidak mendidik jarang terdengar ada tindakan dari Bawaslu. Inilah salah satu bentuk bentuk pembiaran yang berakibat  tidak trcapainya kedewasaan politik di negeri ini. Akibatnya tidak jarang terjadi menghalalkan segala cara meraih suara yang tentu tidak bekerja sendiri tetapi dipastikan bersama sama dengan penyelenggaran. Menghindari kecurangan kecurangan seperti itu sebenarnya KPU telah mencoba mengantisipasi, namun antisipasi ini tidak signifikan. Terbukati misalnaya di Kabupaten Nias Selatan Sumatera Utara, dikabarkan ratusan surat suara sudah tercoblos sebelum pelaksanaan, Namun pencoblosan untuk menguntungkan salah satu peserta Pemilu itu , KPU , tidak mengumumkannya. Sejatinya, KPU harus pula berani mengumumkan Partai bersangkutan sebagai suatu tindakan untuk membuat jera dikemudian hari.
SURAT SUARA TERTUKAR
Pengiriman surat suara dari KPU Pusat kepada KPU Daerah Provinsi dan Kabupaten Kota pun masih banyak masalah. Masalah disini ialah banyaknya surat suara yang tertukar. Tertukarnya surat suara dari Kabupaten A misalnya menjadi Kbupaten B seperti yang terjadi di Papua, Sulawesi Selatan dan beberapa darah lain menjadi pertanyaan besar. Apakah KPU tidak secara jelas menuliskan dalam Kotak atau bungkus menuliskan Kabupaten/Kota A misalnya? Sehingga pengirimannya boleh terjadi kesalahan? Atau hanya ketidak telitian dari KPU Daerah dan atau petugas Ekspedisi, tidak jelas. Namun yang pasti  kelemahan seperti ini harus menjadi bahan evaluasi bagi KPU pada pemilu mendatang.
Semoga dalam pemilihan Presiden yang akan dilaksanakan Juli mendatang, Daftar Pemilih Tetap segera dapat disempurnakan termasuk administrasi Undangan dari tingkat PPS. Sebab jikalau pealksanaan seperti di Pileg kali ini bukan tidak mungkin masyarakat lebih 50 % akan menjadi Golput. Nah jika ini yang terjadi apakah pemilihan itu boleh dianggap sah karena tidak melebihi 50 plus 1 misalnya ? semoga tidak terjadi.



Read more

0 AKIL MUKTAR DAN HAMDAN JULFA




Pengakuan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar,tentang kesimpulan panel terkait sengketa Pilkada Jawa Timur kini jadi bahan perbincangan hangat masyarakat umum. Pasalnya, tiga Hakim Konstitusi yang  menjadi anggota panel yang dipimpin,Akli Mochtar saat itu mengaku, bahwa kesimpulan panel tersebut telah memutuskan mengabulkan permohonan Khofifah Indar Prawansa- herman S Sumawiredja. Hamdan Zoelva pun membantah.
Pengakuan dan bantahan yang disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi, Handan Zoelva menarik untuk dicermati. Alasannya, karena, Hamdan Zoelva tidak termasuk dalam tim Panel yang menyidangkan kasus sengketa Pilkda Jawa Timur. Adapun Tim pimpinan ,Akil Mochtar saat itu ialah,Akil sendiri, Maria Farida Indrati dan Anwar Usman. Namun Handan Zoelva menyatakan bahwa meskipun Panel yang melakukan pemeriksaan tetapi Rapat Pleno Hakim (RPH) yang mengambil keputusan.
Sengketa Pilkada Jawa Timur itu memang sempat menghangat di permukaan, karena setelah tertangkap, Akil Mochtar, tersiar berita bahwa, Akil pernah meminta 10 milyar melalui Ketua DPD Golkar Jawa Timur jika hendak dimenangkan. Meski diakui kemudian bahwa permintaan itu sebagai bercanda, tetapi yang pasti, Ketua DPD Golkar Jawa Timur itu pun menyampaikan permintaan itu kepada Soekarwo.
Mungkinkah karena belum dibayar sehingga terjadi kesimpulan Panel mengabulkan permohonan Khfifah ? atau memang sewajarnya Kofifah harus dimenangkan berdasarkan fakta kemudian, Akil Mochtar dihubungi dari pihak DPD Golkar Jawa Timur sehingga meminta sebesar 10 milyar ? hanya mereka para pihak pihak yang mengetahuinya. Tetapi yang pasti masyarakat kini menduga keduanya mungkin benar.
Terlepas siapa yang benar dalam masalah tersebut, yang menjadi perhatian kita semua ialah, ternyata Hakim Konstitusi tak ubahnya seperti Jaksa. Kejaksaan misalnya, Jaksa X yang bersidang dan mengetahui fakta yang terungkap dalam persidangan, tetapi Jaksa bersangkutan tidak mempunyai kapasitas untuk menetukan tuntutannya. Ia harus mengajukan rencana tuntutannya kepada atasan dan dari atasannyalah muncul suatu angka tertentu.
Hakim Konstitusi pun demikian ternyata, tiga orang panel yang memeriksa dan mengetahui fakta persidangan, sementara lainnya tidak memahami fakta itu tetapi keputusan haruslah atas Rapat Pleno Hakim. Rapat Pleno Hakim itu boleh jadi dilakukan namun keputusan yang akan diambil seyogyanya berdasarkan kesimpulan dari Panel, karena merekalah yang mengetahui fakta-fakta persidangan sesungguhnya. Nah jika ternyata karena kalah suara misalnya bukan tidak mungkin hasil Panel mentah yang mengakibatkan tidak ada kepastian hukum.
Terkait masalah pengakuan,Akil Mochtar, diatas, Ketua Mahkamah Konstitusi, Handan Zoelva, menyatakan bahwa tidak ada catatan dan atau laporan adanya kesimpulan Panel hendak mengabulkan permohonan Khofifah. Karena itu, keputusan akhir yang diambilnya pun berdasarkan Rapat Pleno Hakim Konstitusi.
Otto Hasibuan, kuasa hukum Khofifah saat itu yang juga sebagai kuasa hukum, Akil mochtar  mengaku bahwa pada sidang tanggal 2 Desember 2013 sorenya telah diadakan rapat panel. Hasil Panel saat itu 2;1 artinya, dua diantaranya menmyatakan mengabulkan permohonan Khfifah dan satu boleh jadi tidak atau abtein.Jikalau demikian tentunya keputusan yang memenangkan Soekarwo pun menjadi masalah.Itulah mungkin sebabnya Otto Hasibuan meminta kemendagri untuk tidak melantik Soekarwo Saifullah karena dinilai putusan tersebut cacad hukum.
Bagaimanakah dilakoni kolektif kolegial di Mahkamah Konstitusi ? dimana kepastian hukum jika ternyata keputusan ditetapkan atas dasar Rapat Pleno Hakim? Bukankah pleno itu hanya sebagai forum terkahir tetapi yang akan diputuskan dari hasil Panel yang secara riil memeriksa dan mengetahui fakta hukum . selayaknya ia. Semoga perdebatan,Akil Mochtar dan Handan Zoelva berakhir.
Read more

0 KASUS ANAS URBANINGRUM DIPOLITISIASI ?




Penahanan terhadap, Anas Urbaningrum,  oleh KPK terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus proyek Hambalang kini memasuki tahap kedua setelah tahap pertama ia ditetapkan sebagai  tersangka setahun silam. Sejak,mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu disetapkan menjadi tersangka baik kolega maupun  penasehat hukumnya terkesan  menantang KPK,menuntut alasan KPK menjadikan, Anas, sebagai tersangka, selanjutnya mempertanyakan kenapa tidak  ditahan  dan  argumentasi hukum lainnya yang dilontarkan. Selain itu juga dikait kaitkan pada politik dimana posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat ketika itu yang dinilai  sedang berbeda pendapat dengan SBY selaku Ketua Dewan Pembina.
Kasus yang banyak menghiasi halaman Media Cetak ini menarik untuk disimak. Pasalnya,penetapannya sebagai tersangka, 11 , bulan lalu dikaitkan dengan Presiden SBY selaku Ketua Majelis Tinggi Partai yang dikabarkan  pernah mempertanyakan KPK tentang status ,Anas Urbaningrum, dalam kasus Hambalang. Selain itu juga bocornya Sprindik atas nama,Anas Urbaningrum, yang sampai saat ini belum jelas siapa dan tindakan apa yang telah dilakukan terhadap pembocor Sprindik tersebut. Lepas dari itu kembali pada kasus, Anas  ini yang perlu dicermati ialah pemanggilan,Anas urbaningrum , sebagai tersangka dan penahanan, dihubungkan dengan gencarnya pendapat yang mengaitkannya dengan SBY.
Surat Panggilan terhadap ,Anas urbaningrum,yang dinilai cacad karena selain mencantumkan keterlibatannya dalam kasus Hambalang, konon kabarnya dalam surat panggilan itu tertulis pula keterlibatannya dengan kasus lainnya.  Terhadap kata kata kasus lainnya, pihak Anas Urbaningrum, telah mempertanyakan KPK tentang masalah tersebut. Namun KPK belum membalas, tiba tiba saja ,Anas Urbaningrum, mendatangi KPK. Kehadiran,Anas urbaningrum,disini dapat diartikan bahwa sesungguhnya, Anas Urbaningrum, tidak lagi mempersoalkan mengenai adanya tulisan dalam surat panggilan yang mencantumkan kasus lainnya. Seandainya,Anas Urbaningrum, tidak hadir di KPK sesuai panggilan yang dinilai penasehat hukumnya itu cacad, dan KPK bertindak seperti rencananya akan memanggil paksa jika ternyata tidak hadir,Jumat  10, Januari 2014 itu dilakukan muncullah perkara baru yaitu boleh jadi dianggap pemanggilan paksa sebagai tidak sah.
Kini , Anas Urbaningrum, resmi menempati Hotel prodeo milik KPK sebagai tahanan  dua puluh hari kedepan. Para  koleganya di Organisasi yang baru dibentuknya itu, maupun penasehat hukumnya masih mempersoalkan surat panggilan yang dianggapnya cacad tersebut. Bahkan bekalangan ada kabar, tim penasehat hukumnya akan mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Upaya hukum dan tim penasehat hukum untuk mempraperadilankan KPK dalam surat pemanggilan tersebut merupakan hak tersangka. Namun perlah mempertimbangkan secara hati hati kepentingan,Anas Urbaningrum, sebagai pesakitan. Sebab, bukankah Praperadilan hanya menyangkut tentang sahnya penangkapan dan atau penahanan seseorang? Apakah emosi sesaat memaksakan praperadilan atas kasus ini tidak membuat,Anas semakin terpuruk ? Pertanyaan ini sesungguhnya dapat dipertimbangkan Tim penasehat hukum  sebelum benar benar mengajukan praperadilan atas surat pemanggilan tersebut.
Masihkan relevan mengajukan gugatan Praperadilan terhadap pemanggilan yang dinilai cacad karena mencantumkan kasus lain, sementara,Anas Urbaningrum sendiri, dapat dianggap sudah tidak mempersoalkannya lagi dengan kehadirannya di KPK ?. Mengajukan dan atau tidak mengajukan praperadilan dalam kasus ini sepenuhnya merupakan hak, Anas Urbaningrum , jikalau memang mera dirinya diperlakukan tidak adil. Masalahnya kini  adalah, bahwa benar  bahwa Timnya Anas pernah memprotes KPK atas surat panggilan tersebut karena mencantumkan kasus lainnya. Pencatuman kasus lainnya memang tidak pernah dikenal dalam penegakan hukum. Penyidik harus menjelaskan secara jelas,tepat kasus mana yang dimaksud. Namun pertanyaannya kini, bukankah, Anas,  sendiri sudah tidak mempersoalkan lagi penyebutan kasus lainnya  dengan kehadirannya di Kantor KPK ? masih relevankan hal itu dipersoalkan dimuka Pengadilan ?
SBY HARUS MENJAWAB.
Sejak penahanan,Anas Urbaningrum, banyak pihak memberikan komentar silih berganti seolah kasus yang melibatkan,mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu benar benar dipolitisasi. Pertanyaannya, Siapakah yang mempolitisasi, kubu,Anas, kah yang dengan sengaja mempolitisasi, atau memang benar benar tudingan politisasi yang diarahkan kepada  SBY yang lebih mengental? Tidak ada yang dapat menjawab. Sebab itu tadi, konon kabarnya, SBY dari tanah cuci pernah mempertanyakan KPK atas status Anas Urbaningrum, dan tidak lama kemudian  Sprindik atas nama Anas Urbaningrum tersebar kepada wartawan.
Mencermati peristiwa ini, penulis berpendapat bahwa sesungguhnya, Dugaan keterlibatan, Anas Urbaningrum , dalam kasus Hambalang sudah terbuka dan diketahui umum baik melalui keterangan,Rosa Manullang, maupun,Muhammad Nazaruddin. Dan setelah penyelidikan  ternyata KPK menyatakan telah mengantongi  bukti keterlibatan Anas dalam gratipikasi yaitu pemberian Mobil Harier,dan Alvard. Usut punya usut KPK memiliki data lainnya, yaitu keterlibatannya dalam kasus lain misalnya  menerima dana dari  Rekanan di Hambalang dan  lain sebagainya.
Sedemikian jelas sesungguhnya kasus ini. Akan tetapi oleh karena dari  Tim Penasehat Hukum SBY atau Tim Hukum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, seolah melakukan pembiaran atas tudingan adanya dugaan  Intervensi SBY terhadap KPK mengakibatkan,Anas Urbaningrum, dijadikan tersangka dan ditahan sama sekali tidak ada. Bahkan ironisnya, Anggota Dewan Pembinanya pun mengamini bahwa dalam kasus Anas bernuansa politik.
Bilamana kita mau berkata jujur, sesungguhnya ,SBY, telah melaksanakan janjinya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi . Mewujudkan janjinya itu, SBY selalu mengatakan, siapapun yang terlibat tindak pidana korupsi harus diadili sesuai ketentuan hukum yang berlaku. SBY pun beberapa kali menegaskan sikapnya bahwa dalam tindak pidana korupsi tidak mempersoalkan, apakah itu kader Partai Demokarat, keluarga  jika terbukti  harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di muka hukum . Pernyatannya ini tidak sekedar pencitraan sebagaimana dituding banyak pihak, tetapi dibuktikan dengan mendorong KPK bertindak tegas terhadap siapapun juga. Bukankah, Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin pernah dibakabarkan mendatangni SBY sebelum melarikan diri ke Singapura? Bukankah Muhammad Nazaruddin juga pernah mengirim surat kepada SBY meminta maaf dan mohon pengampunan sekaligus mengaku purbuatannya dan tidak akan menyebut orang lain  setelah berhasil ditangkap KPK dibogota dan dibawa ke Indonesia ? semuanya itu masih segar dalam ingatan kita bahwa SBY sama sekali tidak menanggapinya . Masih banyak fakta hukum lain sesungguhnya dapat dijelaskan Tim Hukum SBY atau Demokrat menepis tudingan yang tidak memiliki fakta hukum tersebut.
Suatu tudingan yang tidak dibantah , boleh jadi banyak pihak merasa bahwa tudingan-tudingan  itu sebagai suatu yang benar. Akibatnya, berbagai muver politik yang dilakoni pihak pihak tertentu  selain menyudutkan SBY sendiri juga dapat menurunkan elektabilitas Partai Demokrat dibawah pimpinannya kedepan. Kini saatnya SBY harus bertindak tegas  sekaligus membersihkan orang orang sekelilingnya yang mempraktikkan terori pembusukan . Dengan cara itu mungkin rakyat akan mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Dengan cara  seperti itu maka bukan tidak mungkin rakyat pun akan dapat menyimpulkan dalam kasus Aas Urbaningrum, ini sesungguhnya siapakah yang mempolitisasi ?.


Read more

0 GUBERNUR DKI BUAT TEROBOSAN BARU



Larangan menggunakan Mobil  ke Kantor bagi pejabat dilingkungan Pemerintah DKI Jakarta yang diatur dalam  Surat Keputusan No 150 Tahun 2013 tentang larangan penggunaan Mobil  kini mulai diberlakukan.Pemberlakuan Keputusan ini akan dilaksanakan setiap Jumat satu bulan sekali. Gubernur berharap larangan menggunakan Roda empat  bagi para pejabat Pemda DKI itu dapat mengurangi kemacetan di Jakarta. Selain harapan penanggulangan kemacetan tersebut juga diharapkan mengurangi penggunaan BBM.
Larangan menggunakan Mobil pribadi bagi  para pejabat Pemda DKI Jakarta ke Kantor merupakan terobosan yang dapat ditiru oleh Departemen non Departemental di Indonesia. Alasannya, selain mengurangi penggunaan  BBM dan kemacetan dijalanan yang terpenting sesungguhnya adalah adanya tempat parkir bagi masyarakat luas yang hendak berurusan pada Kantor Kantor tersebut. Pengalaman selama ini menunjukkan setiap Instansi pemerintah, masyarakat sulit mendapat parkir akibat area parkir itu telah dikuasai oleh para karyawan bersangkutan. Akibatnya muncul pertanyaan menggelitik apakah tipe pejabat kita belum sadar bahwa dia sesungguhnya bertugas untuk melayani rakyatnya? Atau masih berpikir untuk dilayani sehingga parkirnya pun harus tertentu dan dikavling kavling ? itulah keluhan masyarakat yang berurusan di Kantor-Kantor pemerintah tersebut selama ini.
Kini penerapan larangan menggunakan Mobil ke Kantor Pemerintah DKI Jakarta meski baru sebatas uji coba dan belum kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil dan dilaksanakan sebulan sekali manfaatnya pastilah banyak. Selain pengurangan BBM tentu dapat mengurangi kemacetan yang selama ini dikeluhkan pemerintah Pusat maupun Daerah. Tak Cuma sebatas itu akan tetapi juga akan terlain keakraban satu dengan lainnya sesama dan dapat berinteraksi dalam Bus angkutan itu ketika bepergian dan pulangnya. Dampaknya keakraban satu dengan lain pun dapat terjalin.
Geberakan Joko Widodo sejak menjabat Gubernur DKI Jakarta itu memang selalu diberi jempol karena sepenuhnya  untuk kepentingan  rakyat. Itu mungkin sebabnya  elektabilitas Jokowi panggilan akrab Joko Widodo sangat tinggi untuk menjadi calon Presiden 2014 nanti. Pasalnya tentu karena idenya cemerlang dalam menangani suatu masalah. Berpuluh puluh tahun Pemerintah Dki Jakarta hendak menanggulangi kemacetan dan Banjir hanya sebatas retorika belaka tidak pernah ada wujud pelaksanaannya. Kini Jokowi, telah banyak dirasakan masyarakat DKI Jakarta.
KEBERANIAN YANG TANGGUNG
Penerapan Surat Keputusan Gubernur No 150 tahun 2013 tentang larangan bagi pejabat Pemda DKI Jakarta untuk menggunakan kenderaan roda empat ke Kantor dengan uji coba satu kali dalam sebulan dinilai tanggung. Beberapa pendapat menyatakan pelaksanaan sekali dalam sebuluan itu dinilai kurang signifikan. Banyak mengusulkan sesungguhnya diterapkan setiap dua kali sebulan  untuk mendapatkan hasil yang optimal dan selanjutnya bulan ketiga diterpkan setiap Jumat dan seterusnya setelah sarana prasarana angkutan umum diperbaiki diberlakukan setiap hari.
Sejak pengumuman pelarangan menggunakan kenderaan  roda empat bagi pejabat Pemda DKI Jakarta masyarakat luas memberikan apresiasi yang tinggi terhadap Gubernur. Sebab masyarakat yang akan berurusan pada Kantor Pemerintah Dki Jakarta itu pun akan lancar dan tidak tertunda oleh karena parkirnya tidak perlu was-was atau mencari parkir hingga ke Gambir karena pelataran parkir di halaman Pemda Dki penuh sesak mobil para pejabat. Tidak  hanya masyarakat umum yang memberikan apresiasi atas penerapan ini, tetapi juga para pegawai Pemda pun sangat menyetujuinya.
Meski uji coba yang dirasakan tanggung ini boleh lah bak kata pepatah yang mengatakan,lebih baik berbuat meski salah daripada sama sekali tidak berbuat. Tentu maksud dari pepatah itu jelas, kesalahan dapat diperbaiki untuk menuju kesempurnaan. Tetapi jika sama sekali tidak berbuat misalnya hanya menjaga perasaan, atau keputusan yang tidak populer misalnya, atau juga dengan maksud penciteraan ? itulah masalahnya yang selama ini terjadi. Akibatnya sebatas angan angan yang tidak pernah  diuji. Akibatnya kejadian terlebih dahulu baru dibuat aturannya. Artinya setelah ada korban barulah terpikir untuk mengaturnya.
Larangan menggunakan Mobil probadi bagi para pejabat Pemda DKI ke Kantor mestinya diberlakukan bagi seluruh pegawai Pemerintah DKI Jakarta minus Kepala Kelurahan. Pasalnya Kepala Kelurahan yang jauh dari pusat kemacetan, mereka perlu kenderaan Dinas untuk cepat kemasyarakat  menjalankan tugas penanganan masalah yang ada di masyarakat. Semoga evaluasi dalam dua atau tiga kali pelaksanaan dapat hasil maksimal untuk selanjutnya diterapkan setiap hari.

Read more
 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger