Bungaran Sitanggang SH.,MH Associates. Diberdayakan oleh Blogger.

0 TINGGINYA BIAYA PILKADA MEMBUAT KORUP

Besarnya biaya Politik yang harus dikeluarkan seorang calon, Gubernur,Bupati atau Walikota dinilai salah satu pemicu banyak Kepala daerah terbelit kasus korupsi. Pasalnya biaya yang digelontorkan untuk merebut kekuasaan itu, mengharuskan untuk berusaha mengembalikan modalnya itu dalam waktu yang singkat. Sebab sangat jarang seorang calon membiayai dirinya sendiri untuk memenangkan pertandingan pilkada itu tanpa melibatkan pihak lain misalnya sponsor.Demikian juga seorang sponsor contohnya, tidak mungkin mengeluarkan suatu pembiayaan sedemikian besar jika tidak ada suatu komitmen tertentu diantara mereka.Akibatnya jka calon yang diusungnya itu menjabat,sudah tentu akan memenuhi komitmennya mengembalikan modal merupakan prioritas utama bahkan memengaruhi kebijakan sang Pejabat itu pun tidak jarang terjadi.
Akibatnya ratusan Kepala Daerah, mulai dari , Gubernur ,Bupati atau Walikota, harus berurusan dengan hukum.Mencermati masalah itu ada banyak wacana yang dikemukakan pihak pihak untuk meminimais kejadian tersebut misalnya, mengembalikan pemilihan Kepala daerah itu kepada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) setempat, atau pemilihan Kepala Daerah itu dilaksanakan secara serentak seperti di Aceh misalnya, hingga usulan untuk melibatkan KPK dalam pengawasan di lapangan, termasuk juga mengumumkan biaya seorang calon.
Mengembalikan pemilihan Kepala Daerah pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) merupakan konsep kemunduran dalam alam demokratisasi yang berkembang belakangan. Sebab, pemilihan langsung sesungguhnya harus dilihat sebagai wujud kedaulatan rakyat yang sesungguhnya untuk menetukan pemimpimpinnya. Namun demikian jika memang hendak mengembalikan pada pola lama yakni pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD kedaulatan rakyat yang dimaksud dalam ketentuan itu pun menjadi terbelenggu kembali seperti jaman orde baru. Akan tetapi konsep pengembalian ini pun boleh jadi dikaji,sesuai kondisi rakyat Indonesia yang belum siap misalnya tetapi tidak sekedar dealam pemilihan itu akan tetapi sekalian dikembalikan kepada Undang Undang Dasar 1945 secara murni dengan keterwakilan.
Namun seandainya pun pemilihan Kepala Daerah dikembalikan pada mekanisme lama , tetap saja menimbulkan masalah , Masalah yang akan timbul itu bahkan lebih runyam jikalau partai partai politik yang ada sekarang belum mau berubah sikap secara sungguh sungguh memperhatikan bakal calon yang akan diusungnya. Partai partai sekarang ini masih cenderung menunggu dilamar seorang calon tertentu , tidak melamar bakal calon yang dianggap mampu.Sebagai sebuah Partai sesungguhnya jauh sebelum pilkada dilangsungkan sudah harus mampu menentukan bakal calon yang akan diusung memimpin daerah itu berdasarkan hasil pantauan selama 3 atau 4 tahun belakangan,baik dari kalangan internal maupun eksternal.Namun hal itu tidak pernah dilakukan sebagai bagian pendidikan politik , akan tetapi kencenderungan menunggu pelamar bakal calon itu yang menonjol dengan berbagai cara dan upaya untuk ia dapat dicalonkan.
Hampir diseluruh Daerah di Indonesia yang akan melaksanakan Pilkada hiruk pikuk pelamar bakal calon mendatangani partai partai agar ia dapat dicalonkan oleh partai tersebut. Salah satu contohnya misalnya bakal calon Gubernur Sumatera Utara tahun 2009 lalu,seorang bakal calon sudah harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk dicalonkan oleh partai tertentu. Selain merasa dipermainkan dengan pemberian harapan sang bakal calon memenuhi misalnya apa saja yang disyaratkan partai itu .Padahal jika dilihat dari sisi kemampuan,elektabilitas,dan lainnya misalnya, sipelamar itu dapat mengalahkan calon lain yang juga melamar.Yang lebih mengerikan lagi jika Bakal Calon itu contohnya bukan dari kader, ia diwajibkan untuk mengumpulkan ratusan ribu dukungan masyarakat yang dibuktikan melalui foto copy KTP.Dukungan dalam bentuk copy KTP itu tidak cukup dari sisi jumlah misalnya 750 ribu, tetapi harus merata dari seluruh kabupaten dan kota, dalam artian penyebaran pendukung merata. Defakto Bakal calon yang melamar itu pun dengan biaya yang tidak sedikit dapat memenuhi persyatan dimaksud, hasilnya? Wallah huallam, menjelang hari terakhir penutupan pendaftaran di KPU setempat Bakal Calon pun diumumkan partai bersangkutan adalah nama orang lain.
Calon itu pun hanya bisa pasrah, oleh karena disadari bahwa kebijakan akhir berada ditangan pimpinan partai bersangkutan. Itulah model pendidikan politik yang dilakoni partai partai kita,kecuali partai yang tidak lolos Parliamentary treshol.Mereka riil menemui yang dianggap mampu untuk diusung.Akibatnya Calon perseorangan sesungguhnya salah satu cara meminimais kepongahan partai partai berkuasa.Sebab jika ternyata kemudian terbukti calon Indevenden itu menjadi pemenang dan sulit dukungan dari DPRD ,pejabat itu boleh membentuk kelompok masyarakat sebagai bagian mempertinggi peran masyarakat untuk membangun daerah itu, melalui masyarakat Adat, masyarakat Agama yang juga kekuatan riil melawan anggota Dewan manakala mempersulit pengesahan anggaran Belanja Daerah bersangkutan.Karenanya masyarakat sesungguhnya harus sadar betul peranannya dalam menyukseskan pembangunan demi kesejahteraan umum sesuai ketentuan.
PENINDAKAN YANG TEGAS
Ketentuan perundang undangan tentang sanksi atas pelanggaran pemilu sekarang ini dirasakan masih belum memadai. Misalnya saja, pemberian dana tertentu kepada masyarakat jikalau tertangkap tangan pun paling paling pemberi dan atau penerima sekalipun tidak pernah dapat dihukum secara tegas dengan hukuman yang dapat membuat jera.Selain itu, belum pernah dalam sejarah Pilkada, seorang calon didiskualifikasi dari calon karena ternyata terbukti misalnya melakukan tindakan melanggar hukum.Dengan demikian maka, tindakan yang sama tetap berjalan bagaikan tidak ada larangan mengakibatkan semua pihak menggapnya sebagai suatu yang halal.
Badan pengawas pemilu perlu diberi kewenangan lebih misalnya melakukan penyidikan dan penuntutan.Sebab pengawas pemilu yang selama ini, banyak hal sesungguhnya yang diungkap dan dilaporkan kepada KPU maupun kepolisian, tetapi tidak diungkap secara sungguh sungguh.Contohnya saja, kertas daftar pemilih misalnya, sejak lama telah diprotes Badan pengawas pemilu, tetapi protes tinggal protes ,berlalu saja bagaikan angin tanpa banyak proses hukum.Kini sebagian dari yang diprotes itu terungkap melalui laporan masyarakat ke Komisi II DPR RI tatkala mereka sedang menyelidiki kasus pemalsuan Putusan Mahkamah Konstitusi terkait kasus calon dari Sulawesi Selatan I
Meski menurut kesimpulan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia itu telah ada dan diduga kuat oknum mantan pejabat dari KPU terlibat, tetapi hingga kini belum ada kepastian hukum atas perkara itu. Padahal sesungguhnya demi kepastian hukum, penyidik boleh menetapkan seseorang menjadi tersangka bukan sekedar mengada ngada tetapi menurut hukum jikalau ternyata dari hasil penyidikan tidak ditemukan bukti yang kuat maka Penyidik wajib menerbitkan surat Penghentian Penyidikan.Dengan demikian maka tidak ada yang merasa digantung, tetapi statusnya jelas menurut hukum.Inilah sesungguhnya tujuan hukum itu dibentuk agar mendapatkan kepastian.
Oleh karena itu,selain penegakan hukum yang harus tegas dan benar, pola rekruitmen partai terhadap Bakal Calon pun salah satu cara terbaik memilih orang yang bertanggung jawab dan kapabel tidak lagi menunggu dilamar tetapi partai – partai sudah dapat menetukan setidaknya satu tahu sebelum pilkda itu dilangsungkan.Jikalau hal ini dapat dilakukan maka sistem Pemilukada yang sekarang atau mungkin mengembalikan pada Pemilihan DPRD boleh jadi tidak ada masalah.Setidaknya telah dapat menekan biaya tinggi yang mengakibatkan adanya beban tertentu bagi pejabat Kepala Daerah itu untuk segera mengembalikannya.
Read more

0 PENYIDIK MABES POLRI KURANG PROFESIONAL?

Jaksa adalah penununut umum dari negara terhadap tundak pidana.Selain sebagai penuntut juga berperan selaku pengacara negara dalam setiap perkara yang melibatkan negara.Oleh karena peranan jaksa sebagaimana disebutkan diatas juga menjadi pelaksana atas putusan Hakim . Oleh karenanya peranan Jaksa sesungguhnya merupakan penyeimbang dalam penegakan hukum yang bukan sekedar menjadi penasehat penyidik manakala penyidik mengirimkan berkas perkara kepadanya.Sering kali terjadi, suatu berkas tertentu tidak layak untuk di P 21 menurut hukum, tetapi karena sejak awal Kejaksaan pemegang SPDP dan melakukan koordinasi dengan penyidik saat pemberkasannya berkas itu meski sudah berulang ulang bolak balik dan ternyata tidak ada perbaikan, atau mungkin terhenti beberapa tahun misalnya, tiba tiba tampa penyidikan tambahan misalnya dapat diterima Jaksa bahkan menjadi P21.
Keadaan seperti tersebut diatas memunculkan berbagai pendapat dari masyarakat luas yang menyatakan penyidik seringkali memperdaya Kejaksaan.Pendapat boleh benar jadi benar, sebab, setiap penyidik akan memulai penyidikan terhadap suatu perkara pidana yang ditanganinya, wajib mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimualinya Penyidikan(SPDP) kepada Kejaksaan. Tujuan dari SPDP itu ialah agar kejaksaan mengetahui bahwa perkara pidana yang sedang disidik penyidik diketahui untuk selanjutnya dapat menunjuk Jaksa penuntutnya. Oleh karenanya maka bilaman ternyata dari haril penyidikannya ternyata tidak cukup bukti atau perkara tersebut bukan merupakan tindak pidana, dan penyidik menghentikannya maka penyidik wajib pula untuk memberitahukan penghentian penyidikan itu kepada kejaksaan. Demikianlah seterusnya, bilamana suatu perkara yang telah dilakukan penyidikannya sesuai dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan ternyata tidak berlanjut maka Kejaksaan wajib meminta dan mempertanyakan perkara tersebut kepada Penyidik untuk diketahui perkembangannya.
Dalam perkara mantan Ketua KPU, Abdul Hafis Anshary misalnya, Kejaksaan Agung pernah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan atas nama tersangka Abdul Hafis Anshary, SPDP yang dikirimkan itu adalah dari penyidik kepada Kejaksaan, namun beberapa hari kemudian Mabes Polri membatahnya . Perkara yang sama terjadi atas diri , mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Kejaksaan Agung yang sudah menerima SPDP atas diri Anggota Dewan Penasehat Presiden SBY itu , duahari kemudian dibantah dengan alasan salah ketik dan sebagainya. Menyikapi dua masalah ini, untuk kasus Abdul Jafis Anshary, Wakil Jaksa Agung, Darmono ,menyatakan bahwa pihaknya telah menerima SPDP.Dan jika dianggap itu tidak benar silahkan untuk ditarik.Dalam kasus Mantan Menteri Kesehatan, menyangkut, Siti Fadilah Supari, Jaksa Agung,Basrief, sendiri menyatakan bahwa Kejaksaan agung telah menerima SPDP dari Penyidik Mabes Polri.
Kejaksaan sebagai penegak hukum sekaligus penyeimbang kelengkapan berkas penyidik tampaknya kini mulai menunjukkan jatidiri yang sesungguhnya.Akan tetapi khusus terhadap SPDP penyidik yang tidak ada tindak lanjutnya misalnya hingga bertahun tahun kejaksaan kurang menagih dan atau mempertanyakannya.Hal itu disebutkan oleh karena tidak pernah adanya suatu evaluasi melalui pengumuman yang dilakukan oleh Kejkasaan.Memang dalam hal terjadi suatu berkas perkara yang sudah masuk tahap penyidikan dan SPDP-nya telah dikirim kepada Kejaksaan, ternyata tidak ada kepastian hukumnya misalnya tertahan tanpa alasan yang jelas menurut hukum, boleh jadi Jaksa amenagih akan tetapi tidak ada alat memaksa karena tidak ada sanksi hukumnya.
Demikian juga dalam ketentuan dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak secara tegas memberikan waktu dan sanksi terhadap maslah ini.Akibatnya, banyak perkara tidak mendapat kepastian hukum dari penyidik, terkadang suatu berkas perkara setelah 3 atau 4 tahun misalnya dijadikan berkas dan sampai kemukam sidang.Meski sesungguhnya tidak secfara tegas dinyatakan dalam KUHAP tentang tenjggang waktu demi kepastian hukum harus ada tindakan penyidik, apakah di hentikan atau diajukan kemuka Sidang Pengadilan. Ketentuan yang tercantum dalam KUHAP yang menyatakan bahwa,seorang tersangka mempunyai hak segera di disidik dan diadili untuk kepastian hukum sesuai dengan semboyan peradilan yang cepat dengan biaya ringan. Mencermati dari sipirit ketentuan undang undang itu sesungguhnya penyidik harus benar benar memberikan tenggang waktu tertentu, pada setiap memulai menangani suatu perkara tindak pidana demi kepastian hukum, tidak mengombang ambing begitu saja hingga 5 tahun misalnya bahkan puluhan tahun tidak ada beritanya.
Ketidak konsistenan penegakan hukum dalam penegakan hukun itu menimbulkan perbedaan pendapat antar penegak hukum itu sendiri. Dalam kasus pelaksanaan putusan Mahkamah Agung atas diri Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin Nazamuddin misalnya, Mahkamah Agung yang mengirimkan pemberitahuan atas putusan dalam tingkat Kasasi itu, berharap Kejaksaan dapat melaksankannya.Akan tetapi, kejaksaan menilai bahwa pemberitahuan yang dikirimkan itu bukan merupakan ponnis yang dapat dilaksanakan. Kejaksaan akan melaksanakannya jikalau dia telah menerima salinan putusan resmi atas perkara tersebut
Argumentasi Kejaksaan yang menyatakan akan melaksanakan putusan itu jikalau sudah menerima petikan resmi atas keputusan tersebut mungkin benar, sebab selaku eksekutor bagaimana melaksanakan putusan untuk mengeksekusi seseorang yang telah dihukum berdasarkan putusan yang sudah berkekuatan tetap jika tidak menerima salinan atas keputusan tersebut. Bukankah Eksekutor harus membacakan diktum putusan yang dimaksud ? Selain untuk penegakan hukum yang sesungguhnya boleh jadi kekhawatiran Jaksa untuk melaksanakan berdasarkan surat pemberitahuan.Sebab sering kita mendengar keputusan yang berbeda atau mungkin dibuat buat oknum yang tidak bertanggung jawab misalnya.Contohnya saja keputusan Mahkamah Agung RI yang terdapat dalam website MA yang dapat diakses banyak orang, ternyata bisa tiba tiba berbeda isi dengan penjelasan resminya Hakim Agung .Misalnya saja, kasus, Mita Tobing, Direktur Utama TVRI dalam website resmi MA yang dilansir koran – koran lengkap dengan nomor perkara yang pernah diterima Mita Tobing, tertulis dalam Website bahwa perkara tersebut telah diputus ia dibebaskan.Artinya, keputusan itu dinyatakan menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Akan tetapi keterangan salah seorang Hakim Agung kepada Pers mengatakan bahwa perkara Mita tobing benar telah diputus dengan hukuman 1,6 tahun penjara.Anehnya, nomor perkara yang diterima terdakwa dengan nomor yang diumumkan Mahkamah Agung beda.Mana yang benar?
Kejaksaan boleh jadi tidak mau menlaksanakan eksekusi terhadap seseorang yang diponnis oleh MA jika tidak memegang salinan putusan resmi, bukan karena kecurigaan misalnya takut dipalsukan orang ditengah jalan, akan tetapi murni dalam melaksanakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku harus dihargai. Jika masyarakat tidak ribut tentnag keputusan atas perkara Gubernur Bengkulu nonaktif itu , perbedaan pendapat ini pun tidak terjadi.Karenanya berbagai pertanyaan muncul, apakah MA masih terpengaruh terhadap pendapat masyarakat umum? Apa sesungguhnya yang perlu diributkan dalam pelaksanaan itu, adakah sponsor dibalik perkara itu, seperti pernyataan, mantan Menteri Kesehatan yang juga Anggota Dewan Tim Penasehat Presiden yang mengatakan bahwa ada pihak pihak tertentu yang menghendaki dirinya menjadi tersangka?
Terkait dua kasus mantan Pejabat tinggi negara ,yaitu, mantan Ketua KPU,Abdul Hafis Anshary, dan mantan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Siti Fadilah Supari, Mabes polri sesungguhnya tidak perlu ragu dan merasa keseleo mengirimkan SPDP nya kepada Kejaksaan Agung RI. Sebab penetapan seorang tersangka tidak melangggar hukum ,sebab masih dalam koridor asas praduga tidak bersalah. Namun sebaliknya jika ternyata dalam penyidikannya memang tidak ditemukan cukup bukti, atau misalnya perkara itu bukan perkara pidana, maka sesuai ketentuan hukumm, Mabes Polri wajib menerbitkan Surat pemberitahuan penghentian penyidikan (SP3) Dengan demikian kepastian hukumnya pun menjadi jelas. Akan tetapi jika digantung seolah olah tidak ada apa apanya maka bukan tidak mungkin hal itu dapat dijadikan alat tertentu misalnya seperti ,menyandera seperti yang terjadi di elit politik belakangan ini.
Read more

0 PENYIDIK MABES POLRI KURANG PROFESIONAL?Jaksa adalah penununut umum dari negara terhadap tundak pidana.Selain sebagai penuntut juga berperan selaku pengacara negara dalam setiap perkara yang melibatkan negara.Oleh karena peranan jaksa sebagaimana disebutkan diatas juga menjadi pelaksana atas putusan Hakim . Oleh karenanya peranan Jaksa sesungguhnya merupakan penyeimbang dalam penegakan hukum yang bukan sekedar menjadi penasehat penyidik manakala penyidik mengirimkan berkas perkara kepadanya.Sering kali terjadi, suatu berkas tertentu tidak layak untuk di P 21 menurut hukum, tetapi karena sejak awal Kejaksaan pemegang SPDP dan melakukan koordinasi dengan penyidik saat pemberkasannya berkas itu meski sudah berulang ulang bolak balik dan ternyata tidak ada perbaikan, atau mungkin terhenti beberapa tahun misalnya, tiba tiba tampa penyidikan tambahan misalnya dapat diterima Jaksa bahkan menjadi P21. Keadaan seperti tersebut diatas memunculkan berbagai pendapat dari masyarakat luas yang menyatakan penyidik seringkali memperdaya Kejaksaan.Pendapat boleh benar jadi benar, sebab, setiap penyidik akan memulai penyidikan terhadap suatu perkara pidana yang ditanganinya, wajib mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimualinya Penyidikan(SPDP) kepada Kejaksaan. Tujuan dari SPDP itu ialah agar kejaksaan mengetahui bahwa perkara pidana yang sedang disidik penyidik diketahui untuk selanjutnya dapat menunjuk Jaksa penuntutnya. Oleh karenanya maka bilaman ternyata dari haril penyidikannya ternyata tidak cukup bukti atau perkara tersebut bukan merupakan tindak pidana, dan penyidik menghentikannya maka penyidik wajib pula untuk memberitahukan penghentian penyidikan itu kepada kejaksaan. Demikianlah seterusnya, bilamana suatu perkara yang telah dilakukan penyidikannya sesuai dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan ternyata tidak berlanjut maka Kejaksaan wajib meminta dan mempertanyakan perkara tersebut kepada Penyidik untuk diketahui perkembangannya. Dalam perkara mantan Ketua KPU, Abdul Hafis Anshary misalnya, Kejaksaan Agung pernah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan atas nama tersangka Abdul Hafis Anshary, SPDP yang dikirimkan itu adalah dari penyidik kepada Kejaksaan, namun beberapa hari kemudian Mabes Polri membatahnya . Perkara yang sama terjadi atas diri , mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Kejaksaan Agung yang sudah menerima SPDP atas diri Anggota Dewan Penasehat Presiden SBY itu , duahari kemudian dibantah dengan alasan salah ketik dan sebagainya. Menyikapi dua masalah ini, untuk kasus Abdul Jafis Anshary, Wakil Jaksa Agung, Darmono ,menyatakan bahwa pihaknya telah menerima SPDP.Dan jika dianggap itu tidak benar silahkan untuk ditarik.Dalam kasus Mantan Menteri Kesehatan, menyangkut, Siti Fadilah Supari, Jaksa Agung,Basrief, sendiri menyatakan bahwa Kejaksaan agung telah menerima SPDP dari Penyidik Mabes Polri. Kejaksaan sebagai penegak hukum sekaligus penyeimbang kelengkapan berkas penyidik tampaknya kini mulai menunjukkan jatidiri yang sesungguhnya.Akan tetapi khusus terhadap SPDP penyidik yang tidak ada tindak lanjutnya misalnya hingga bertahun tahun kejaksaan kurang menagih dan atau mempertanyakannya.Hal itu disebutkan oleh karena tidak pernah adanya suatu evaluasi melalui pengumuman yang dilakukan oleh Kejkasaan.Memang dalam hal terjadi suatu berkas perkara yang sudah masuk tahap penyidikan dan SPDP-nya telah dikirim kepada Kejaksaan, ternyata tidak ada kepastian hukumnya misalnya tertahan tanpa alasan yang jelas menurut hukum, boleh jadi Jaksa amenagih akan tetapi tidak ada alat memaksa karena tidak ada sanksi hukumnya. Demikian juga dalam ketentuan dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak secara tegas memberikan waktu dan sanksi terhadap maslah ini.Akibatnya, banyak perkara tidak mendapat kepastian hukum dari penyidik, terkadang suatu berkas perkara setelah 3 atau 4 tahun misalnya dijadikan berkas dan sampai kemukam sidang.Meski sesungguhnya tidak secfara tegas dinyatakan dalam KUHAP tentang tenjggang waktu demi kepastian hukum harus ada tindakan penyidik, apakah di hentikan atau diajukan kemuka Sidang Pengadilan. Ketentuan yang tercantum dalam KUHAP yang menyatakan bahwa,seorang tersangka mempunyai hak segera di disidik dan diadili untuk kepastian hukum sesuai dengan semboyan peradilan yang cepat dengan biaya ringan. Mencermati dari sipirit ketentuan undang undang itu sesungguhnya penyidik harus benar benar memberikan tenggang waktu tertentu, pada setiap memulai menangani suatu perkara tindak pidana demi kepastian hukum, tidak mengombang ambing begitu saja hingga 5 tahun misalnya bahkan puluhan tahun tidak ada beritanya. Ketidak konsistenan penegakan hukum dalam penegakan hukun itu menimbulkan perbedaan pendapat antar penegak hukum itu sendiri. Dalam kasus pelaksanaan putusan Mahkamah Agung atas diri Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin Nazamuddin misalnya, Mahkamah Agung yang mengirimkan pemberitahuan atas putusan dalam tingkat Kasasi itu, berharap Kejaksaan dapat melaksankannya.Akan tetapi, kejaksaan menilai bahwa pemberitahuan yang dikirimkan itu bukan merupakan ponnis yang dapat dilaksanakan. Kejaksaan akan melaksanakannya jikalau dia telah menerima salinan putusan resmi atas perkara tersebut Argumentasi Kejaksaan yang menyatakan akan melaksanakan putusan itu jikalau sudah menerima petikan resmi atas keputusan tersebut mungkin benar, sebab selaku eksekutor bagaimana melaksanakan putusan untuk mengeksekusi seseorang yang telah dihukum berdasarkan putusan yang sudah berkekuatan tetap jika tidak menerima salinan atas keputusan tersebut. Bukankah Eksekutor harus membacakan diktum putusan yang dimaksud ? Selain untuk penegakan hukum yang sesungguhnya boleh jadi kekhawatiran Jaksa untuk melaksanakan berdasarkan surat pemberitahuan.Sebab sering kita mendengar keputusan yang berbeda atau mungkin dibuat buat oknum yang tidak bertanggung jawab misalnya.Contohnya saja keputusan Mahkamah Agung RI yang terdapat dalam website MA yang dapat diakses banyak orang, ternyata bisa tiba tiba berbeda isi dengan penjelasan resminya Hakim Agung .Misalnya saja, kasus, Mita Tobing, Direktur Utama TVRI dalam website resmi MA yang dilansir koran – koran lengkap dengan nomor perkara yang pernah diterima Mita Tobing, tertulis dalam Website bahwa perkara tersebut telah diputus ia dibebaskan.Artinya, keputusan itu dinyatakan menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Akan tetapi keterangan salah seorang Hakim Agung kepada Pers mengatakan bahwa perkara Mita tobing benar telah diputus dengan hukuman 1,6 tahun penjara.Anehnya, nomor perkara yang diterima terdakwa dengan nomor yang diumumkan Mahkamah Agung beda.Mana yang benar? Kejaksaan boleh jadi tidak mau menlaksanakan eksekusi terhadap seseorang yang diponnis oleh MA jika tidak memegang salinan putusan resmi, bukan karena kecurigaan misalnya takut dipalsukan orang ditengah jalan, akan tetapi murni dalam melaksanakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku harus dihargai. Jika masyarakat tidak ribut tentnag keputusan atas perkara Gubernur Bengkulu nonaktif itu , perbedaan pendapat ini pun tidak terjadi.Karenanya berbagai pertanyaan muncul, apakah MA masih terpengaruh terhadap pendapat masyarakat umum? Apa sesungguhnya yang perlu diributkan dalam pelaksanaan itu, adakah sponsor dibalik perkara itu, seperti pernyataan, mantan Menteri Kesehatan yang juga Anggota Dewan Tim Penasehat Presiden yang mengatakan bahwa ada pihak pihak tertentu yang menghendaki dirinya menjadi tersangka? Terkait dua kasus mantan Pejabat tinggi negara ,yaitu, mantan Ketua KPU,Abdul Hafis Anshary, dan mantan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Siti Fadilah Supari, Mabes polri sesungguhnya tidak perlu ragu dan merasa keseleo mengirimkan SPDP nya kepada Kejaksaan Agung RI. Sebab penetapan seorang tersangka tidak melangggar hukum ,sebab masih dalam koridor asas praduga tidak bersalah. Namun sebaliknya jika ternyata dalam penyidikannya memang tidak ditemukan cukup bukti, atau misalnya perkara itu bukan perkara pidana, maka sesuai ketentuan hukumm, Mabes Polri wajib menerbitkan Surat pemberitahuan penghentian penyidikan (SP3) Dengan demikian kepastian hukumnya pun menjadi jelas. Akan tetapi jika digantung seolah olah tidak ada apa apanya maka bukan tidak mungkin hal itu dapat dijadikan alat tertentu misalnya seperti ,menyandera seperti yang terjadi di elit politik belakangan ini.Jaksa adalah penununut umum dari negara terhadap tundak pidana.Selain sebagai penuntut juga berperan selaku pengacara negara dalam setiap perkara yang melibatkan negara.Oleh karena peranan jaksa sebagaimana disebutkan diatas juga menjadi pelaksana atas putusan Hakim . Oleh karenanya peranan Jaksa sesungguhnya merupakan penyeimbang dalam penegakan hukum yang bukan sekedar menjadi penasehat penyidik manakala penyidik mengirimkan berkas perkara kepadanya.Sering kali terjadi, suatu berkas tertentu tidak layak untuk di P 21 menurut hukum, tetapi karena sejak awal Kejaksaan pemegang SPDP dan melakukan koordinasi dengan penyidik saat pemberkasannya berkas itu meski sudah berulang ulang bolak balik dan ternyata tidak ada perbaikan, atau mungkin terhenti beberapa tahun misalnya, tiba tiba tampa penyidikan tambahan misalnya dapat diterima Jaksa bahkan menjadi P21. Keadaan seperti tersebut diatas memunculkan berbagai pendapat dari masyarakat luas yang menyatakan penyidik seringkali memperdaya Kejaksaan.Pendapat boleh benar jadi benar, sebab, setiap penyidik akan memulai penyidikan terhadap suatu perkara pidana yang ditanganinya, wajib mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimualinya Penyidikan(SPDP) kepada Kejaksaan. Tujuan dari SPDP itu ialah agar kejaksaan mengetahui bahwa perkara pidana yang sedang disidik penyidik diketahui untuk selanjutnya dapat menunjuk Jaksa penuntutnya. Oleh karenanya maka bilaman ternyata dari haril penyidikannya ternyata tidak cukup bukti atau perkara tersebut bukan merupakan tindak pidana, dan penyidik menghentikannya maka penyidik wajib pula untuk memberitahukan penghentian penyidikan itu kepada kejaksaan. Demikianlah seterusnya, bilamana suatu perkara yang telah dilakukan penyidikannya sesuai dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan ternyata tidak berlanjut maka Kejaksaan wajib meminta dan mempertanyakan perkara tersebut kepada Penyidik untuk diketahui perkembangannya. Dalam perkara mantan Ketua KPU, Abdul Hafis Anshary misalnya, Kejaksaan Agung pernah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan atas nama tersangka Abdul Hafis Anshary, SPDP yang dikirimkan itu adalah dari penyidik kepada Kejaksaan, namun beberapa hari kemudian Mabes Polri membatahnya . Perkara yang sama terjadi atas diri , mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Kejaksaan Agung yang sudah menerima SPDP atas diri Anggota Dewan Penasehat Presiden SBY itu , duahari kemudian dibantah dengan alasan salah ketik dan sebagainya. Menyikapi dua masalah ini, untuk kasus Abdul Jafis Anshary, Wakil Jaksa Agung, Darmono ,menyatakan bahwa pihaknya telah menerima SPDP.Dan jika dianggap itu tidak benar silahkan untuk ditarik.Dalam kasus Mantan Menteri Kesehatan, menyangkut, Siti Fadilah Supari, Jaksa Agung,Basrief, sendiri menyatakan bahwa Kejaksaan agung telah menerima SPDP dari Penyidik Mabes Polri. Kejaksaan sebagai penegak hukum sekaligus penyeimbang kelengkapan berkas penyidik tampaknya kini mulai menunjukkan jatidiri yang sesungguhnya.Akan tetapi khusus terhadap SPDP penyidik yang tidak ada tindak lanjutnya misalnya hingga bertahun tahun kejaksaan kurang menagih dan atau mempertanyakannya.Hal itu disebutkan oleh karena tidak pernah adanya suatu evaluasi melalui pengumuman yang dilakukan oleh Kejkasaan.Memang dalam hal terjadi suatu berkas perkara yang sudah masuk tahap penyidikan dan SPDP-nya telah dikirim kepada Kejaksaan, ternyata tidak ada kepastian hukumnya misalnya tertahan tanpa alasan yang jelas menurut hukum, boleh jadi Jaksa amenagih akan tetapi tidak ada alat memaksa karena tidak ada sanksi hukumnya. Demikian juga dalam ketentuan dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak secara tegas memberikan waktu dan sanksi terhadap maslah ini.Akibatnya, banyak perkara tidak mendapat kepastian hukum dari penyidik, terkadang suatu berkas perkara setelah 3 atau 4 tahun misalnya dijadikan berkas dan sampai kemukam sidang.Meski sesungguhnya tidak secfara tegas dinyatakan dalam KUHAP tentang tenjggang waktu demi kepastian hukum harus ada tindakan penyidik, apakah di hentikan atau diajukan kemuka Sidang Pengadilan. Ketentuan yang tercantum dalam KUHAP yang menyatakan bahwa,seorang tersangka mempunyai hak segera di disidik dan diadili untuk kepastian hukum sesuai dengan semboyan peradilan yang cepat dengan biaya ringan. Mencermati dari sipirit ketentuan undang undang itu sesungguhnya penyidik harus benar benar memberikan tenggang waktu tertentu, pada setiap memulai menangani suatu perkara tindak pidana demi kepastian hukum, tidak mengombang ambing begitu saja hingga 5 tahun misalnya bahkan puluhan tahun tidak ada beritanya. Ketidak konsistenan penegakan hukum dalam penegakan hukun itu menimbulkan perbedaan pendapat antar penegak hukum itu sendiri. Dalam kasus pelaksanaan putusan Mahkamah Agung atas diri Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin Nazamuddin misalnya, Mahkamah Agung yang mengirimkan pemberitahuan atas putusan dalam tingkat Kasasi itu, berharap Kejaksaan dapat melaksankannya.Akan tetapi, kejaksaan menilai bahwa pemberitahuan yang dikirimkan itu bukan merupakan ponnis yang dapat dilaksanakan. Kejaksaan akan melaksanakannya jikalau dia telah menerima salinan putusan resmi atas perkara tersebut Argumentasi Kejaksaan yang menyatakan akan melaksanakan putusan itu jikalau sudah menerima petikan resmi atas keputusan tersebut mungkin benar, sebab selaku eksekutor bagaimana melaksanakan putusan untuk mengeksekusi seseorang yang telah dihukum berdasarkan putusan yang sudah berkekuatan tetap jika tidak menerima salinan atas keputusan tersebut. Bukankah Eksekutor harus membacakan diktum putusan yang dimaksud ? Selain untuk penegakan hukum yang sesungguhnya boleh jadi kekhawatiran Jaksa untuk melaksanakan berdasarkan surat pemberitahuan.Sebab sering kita mendengar keputusan yang berbeda atau mungkin dibuat buat oknum yang tidak bertanggung jawab misalnya.Contohnya saja keputusan Mahkamah Agung RI yang terdapat dalam website MA yang dapat diakses banyak orang, ternyata bisa tiba tiba berbeda isi dengan penjelasan resminya Hakim Agung .Misalnya saja, kasus, Mita Tobing, Direktur Utama TVRI dalam website resmi MA yang dilansir koran – koran lengkap dengan nomor perkara yang pernah diterima Mita Tobing, tertulis dalam Website bahwa perkara tersebut telah diputus ia dibebaskan.Artinya, keputusan itu dinyatakan menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Akan tetapi keterangan salah seorang Hakim Agung kepada Pers mengatakan bahwa perkara Mita tobing benar telah diputus dengan hukuman 1,6 tahun penjara.Anehnya, nomor perkara yang diterima terdakwa dengan nomor yang diumumkan Mahkamah Agung beda.Mana yang benar? Kejaksaan boleh jadi tidak mau menlaksanakan eksekusi terhadap seseorang yang diponnis oleh MA jika tidak memegang salinan putusan resmi, bukan karena kecurigaan misalnya takut dipalsukan orang ditengah jalan, akan tetapi murni dalam melaksanakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku harus dihargai. Jika masyarakat tidak ribut tentnag keputusan atas perkara Gubernur Bengkulu nonaktif itu , perbedaan pendapat ini pun tidak terjadi.Karenanya berbagai pertanyaan muncul, apakah MA masih terpengaruh terhadap pendapat masyarakat umum? Apa sesungguhnya yang perlu diributkan dalam pelaksanaan itu, adakah sponsor dibalik perkara itu, seperti pernyataan, mantan Menteri Kesehatan yang juga Anggota Dewan Tim Penasehat Presiden yang mengatakan bahwa ada pihak pihak tertentu yang menghendaki dirinya menjadi tersangka? Terkait dua kasus mantan Pejabat tinggi negara ,yaitu, mantan Ketua KPU,Abdul Hafis Anshary, dan mantan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Siti Fadilah Supari, Mabes polri sesungguhnya tidak perlu ragu dan merasa keseleo mengirimkan SPDP nya kepada Kejaksaan Agung RI. Sebab penetapan seorang tersangka tidak melangggar hukum ,sebab masih dalam koridor asas praduga tidak bersalah. Namun sebaliknya jika ternyata dalam penyidikannya memang tidak ditemukan cukup bukti, atau misalnya perkara itu bukan perkara pidana, maka sesuai ketentuan hukumm, Mabes Polri wajib menerbitkan Surat pemberitahuan penghentian penyidikan (SP3) Dengan demikian kepastiangan ini.

Read more

0 KENAPA NARKOBA TIDAK DAPAT DIBERANTAS



Peredaran Narkoba di Indonesia kini  semakin mengkhawatirkan, bahkan pernah dikabarkan  menjadi pasar terbesar di Asia. Tidak saja yang diselundupkan dari ber bagai Negara di dunia tetapi yang paling mengerikan banyaknya pabrik pabrik atau home Industri mengenai barang haram ini ditemukan di Indonesia.Padahal Kepolisian sesungguhnya telah banyak pula menggrebek pabrik –Pabrik tersebut namun tetap tumbuh dimana mana.
Pertumbuhan pabrik barang haram ini sesungguhnya bisa dihapus dan kita boleh bebas dari Narkoba jikalau semua elemen masyarakat secara bersama sama ingin memberantasnya, teristimewa penegak hukum. Sebab jika saja hukum dapat ditegakkan secara murni, termasuk penindakan yang tegas terhadap oknum yang terlibat harapan Indonesia dapat terbebas dari narkoba bisa dicapai. Akan tetapi jikalau ternyata pelakunya sebatas pemakai, atau pengedar kecil kecilan ternyata ada banyak gembong besar tidak pernah diungkap boleh jadi patah tumbuh hilang berganti, ketangkap satu tambah 10.Nah kalau sudah begini apa jadinya?
Pemberantasan narkoba dari bumi persada ini sesungguhnya tidaklah begitu sulit dibanding kartu remi yang sering digunakan masyarakat Indonesia sebagai suatu budaya iseng dalam acara tertentu. Akan tetapi meski sekedar, menggunakan Kartu Remi dinyatakan sebagai jenis Judi oleh Sutanto ketika Kapolri, maka jenis Judi di Indonesia kini boleh dikatakan bersih. Sebelum Sutanto menjadi Kapolri, dirasakan sulit memberantas Judi, kenapa sekarang bisa jenis judi ini dihapus? Tentu jawabannya kemauan pimpinan saat itu.
Kini kita diperhadapkan pada masalah yang dapat merusak masa depan generasi muda melalui barang haram ini.Semua elemen masyarakat tentu mengharamkannya, tidak saja dari sudut hukum tetpai juga dari sisi Agama pun mengharamkannya.Meski memang dulu masalah ini tidak pernah menjadi masalah besar seperti sekarang ini. Boleh jadi oleh karena sebelumnya peredarannya pun . sebatas sekedar atau jenis ganja, sekarang bukan lagi ganja tetapi sudah berbagai bentuk jenisnya yang diimpor dari Luar Negeri.
Selain penegakan yang hukum dan penindakan yang memerlukan kekonsistenan ada mungkin hal lain yang perlu diperhatikan penegak hukum, misalnya saja suatu nilai. Untuk apa harus menyebutkan nilai jual dari barang haram yang ditangkap itu puluhan bahkan ratusan mulyar dengan hanya beberapa kilo gram? Bukankah pengumuman nilai jual itu juga memancing orang yang ingin cepat kaya mencoba jalan pintas? Adakah nilai tambah dalam penegakan hukum dengan pengumuman harga jual tersebut ?
Belakangan banyak terdengar tidak saja masyarakat umum yang tertangkap menggunakan, menjual dan mungkin menjadi backing, mulai dari oknum Jaksa, polisi dan oknum TNI pun sudah sring terdengar ikut ikutan. Hal itu boleh terjadi misalnya coba coba, atau sekalian mencari uang oleh karena sedemikian besarnya nilai jual yang apabila lolos satu kali saja maka ada modal milyaran.Boleh jadi pemikiran itu yang merasuk pikiran oknum oknum tadi sehingga mereka pun mencobanya, kenapa? tentu tidak lain adalah karena setiap penangkapan barang terlarang ini selalu dumumkan nilai jual yang wah itu.


Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dibentuk khusus untuk menangani masalah narkoba ini sesungguhnya bukan tidak dapat membasmi jenis narkoba dari bumi persada ini jika kehendak semua pihak pemangku sepakat.Biaya yang degelontorkan untuk BNN rasanya terlalu besar hanya memerangani narkoba yang ternyata tidak habis habis bahkan semakin menggila.Ada apa sesungguhnya yang terjadi sehingga kita tidak mampu membasmi penyakit yang satu ini? Apakah karena bisnis ini sangat menggiurkan sebagaimana diumumkan selalu sehingga banyak pihak misalnya tetangga hendak merahasiakan atau takut atau memang perburuan dari petugas hanya sekedar?
Boleh jadi memang,suatu istilah yang mengatakan, maling selalu lebih pintar dibandingkan petugas.Namun petugas umumnya tidak kalah strategi melawannya maling itu jika sungguhan.Masalahnya mungkin, kepolisian selain perlu untuk mengoreksi diri sendiri juga perlu perintah yang tegas seperti yang dilakukan Sutanto. Selain dari perintah yang tegas  juga penindakan yang super tegas pun perlu dilakukan .Tegas dalam mpengertian disini benar benar memeranginya hingga menuntaskan jaringan-jaringannya, dan bila perlu memberikan hadiah tertentu kepada masyarakat yang melaporkan adanya transaski narkoba tersebut .Masyarakat yang berani  melaporkan itu pun harus dilindungi kerahasiaannya sehingga mereka boleh dengan tenang tidak direpotkan melaporkan sesuatu.
Kepolisian mestinya dapat mengubah pola dalam penanganan pemberantasan narkoba untuk dapat sepenuhnya dibantu masyarakat luas.Banyak masyarakat hendak melapor tetapi dia terlebih dahulu takut, selain dibayangi rasa ketakutan dari oknum yang hendak dilaporkan, tetapi juga bukan tidak mungkin menjadi capek dipanggil panggil polisi. Kepelosiain dan atau penyidik memang wajib mendengarkan keterangan saksi khususnya saksi pelapor sesuai ketentuan perundang undangan. Akan tetapi jikalau boleh dan mau membuat terobosan misalnya, proyustisia memang wajib hukumnya saksi dan pelapor dimintai keterangannya. Namun kalau masyarakat ditemani mungkin tidak dipersoalkan hadiah, akan tetapi jika ia dibuat menjadi sumber, jika perlu didatnangi diasutua tempat mungkin akan lain.
Seseorangyang hendak mengungkap suatu pelacuran, tidak akan mungkin dapat dilakukan jika seseorang itu tidak melacurkan diri.Demikian juga dalam pemberantasan narkoba ini, tiada kemungkinan seorang mampu mengetahui, melihat dan menyaksikan semuanya itu jika ia tidak berpura pura ikut serta .Nah coba coba-ikut ikutan atau dengan kata lain penyelidikan bukan tidak mungkin memang terjerembab karena nilai besar keuntungan yang akan diperoleh..Masalahnya sekarang, adakah kemauan kepolisian memberikan penghargaan bagi masyarakat yang melaporkan itu ? dapatkah kepolisian membuka diri mendatangani sipelapor tanpa memanggilnya berulang ulang bahkan mencurigainya sebagai pemakai atau bahkan bandar jiga masyarakat mau melapor?
Ketakutan yang berlebihan  bagi masyarakat,untuk melaporkan apa yang dilihat,disaksikan dan atau yang diketahuinya semakin meninggi kecuali hal itu kepada diri sendiri.Alasannya maksud membantu memberikan informasi kepada Penyidik sering direpotkan, jika dipanggil misalnya tidak datang bisa dituntut sesuai ketentuan, itulah kebanyakan alasan masyarakat enggan melapor kepada polisi atas suatu kejadi yang dilihatnya.Aturan tentang ini mestinya sudah harus diefaluasi ,boleh jadi misalnya saksi yang benar benar mengetahui suatu tindak pidana misalnya dibutuhkan kesaksiannya ketentuan itu diterapkan, namun perlu dipikirkan dan atau dibedakan kepada orang yang memberikan informasi.
Ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah tangtang peran masyarakat atas pencegahan tindak pidana korupsi. Dari berbagai elemen masyarakat kita lihat banyak lembaga, LSM dan masyarakat lainnya yang turut membantu informasi kepada KPK. Bantuan masyarakat luas itu dilakukan bukan karena adanya hadiah yang diatur di dalam PP tersebut  bagi pelapor, tetapi jaminan kepastian hukum atas laporannya.Kepastian hukum yang dimaksud misalnya, dalam tenggang waktu 30 hari, KPK wajib memberikan jawaban terhadap pelapor atas laporannya.Selain itu juga perlindungan atas diri pelapor sepenuhnya dirahasiakan, dan dianggap sebagai sahabat yang perlu dipelihara tidak perlu dicurigai yang apabila ternyata belakangan terdapat suatu bukti kuat ternyata sipelapor itu turut terlibat misalnya ia pun diberikan fasilitas dan hukuman yang ringan.
TRANSAKSI DAR LP
Diretur Jenderal  Pemasyarakatan tanpa merasa  tersinggung atas sikap Wakil Menteri Hukum dan Ham Denny Indrayana, yang menampar anak buahnya di Riau, tat kala Wamen bersama BNN melakukan Sidak tengah malam itu.Menurutnya, sangat tidak mungkin dapat diberantas narkoba dalam Lembaga Pemasyarakatan jika diluar masih banyak beredar.Boleh jadi benar memang, seorang yang terkurung dapat bertransaksi karena kenyataan memang diluaran sedemikian luasnya peredaran. Pernyataan Dirjen Pemasyarakatan itu benar adanya, tetapi tidak juga seorang dalam Lembaga Pemasyarakatan bebas melakukan bahkan mengatur transaski karena ada fasilitas.Fasilitas disini adalah Handpone yang seolah dibebaskan oleh oknum petugas.
Petugas LP mestinya lebih ketat lagi terhadap alat komunikasi itu.Sebab melalui alat komunikasi itulah mereka dapat melakukan transaksi diluar. Informasi itu mungkin yang didapat BNN sehingga harus meminta untuk diadakan Inspeksi mendadak, dan ternyata beberapa HP pun disita menjadi barang barang bukti. Pertanyaannya sekarang, tiga orang yang dibon dari Lapas Pekan Barub Riau saat itu oleh BNN apakah sempurna dengan Berita Acara ? menurut hukum petugas LP yang memberikan seorang yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak lain terkena hukuman.Siapakah yang dihukum dalam masalah ini ?

Peristiwa penggereban seperti itu memang sering terjadi yang dilakukan oleh BNN.tetapi ya itu tadi sesungguhnya kerja sama antar petugas sesungguhny terjalin baik dan rapih.Sebab terbukti memang bahwa Dirjen Lapas telah banyak memecat anggotanya yang memang terlibat.Tidak hanya itu tetapi melaporkan peristiwa yang ditemukannya itu kepada kepolisian untuk selajutnya diproses sesuai ketentuan hukum yang b erlaku.
Kerja sama dan saling percaya sesungguhnya tercipta antar sesama aparat yang tidak saling mencurigai satu dengan yang lainnya.Sebab Dirjen Pemasyarakatan misalnya telah beberapa kali menangka dan menghukum oknum Sipir maupun melaporkan peristiwa pidana kepada polisi yang ditemukan di Lapas.Bukankah itu juga bagian dari upaya penindakan yang tegas dari Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan?  
Read more

0 WAMEN KEMENHUK HAM TAMPAR STAF RUTAN?


Wakil Menteri Hukum dan Ham,Denny Indrayana, belum setahun menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan Ham telah  membuahkan tiga gebrakan baru. Gebrakan yang menuai masalah itu antara lain,ialah penundaan pembebasan bersyarat bagi terpidana Korupsi. Kebetulan yang terkena imbas perintah lisan ini adalah para mantan Anggota Partai Politik 2004-2009 yang terlibat dalam kasus cek perjalanan pemilihan Deputy Senior Gubernur BI tahun 2004. Kedua,mempersoalkan, Muh.Nasir Anggota Komisi III DPR RI  yang mengunjungi, Muh Nazaruddin, di LP Cipinanng Malam hari dan  ketiga,yang menggeparkan tindakan menampar petugas Sipir Lembaga Pemasyarakatan Pakan Baru Riau.Ketiga kasus ini membawa perdebatan .Pasalnya Wamen Kemenhuk Ham itu dinilai melanggar hukum dalam dua kasus,yakni penamparan dan penundaan pembebasan.
Dalam kasus penundaan pembebasan terpidana kasus Cek pelawat misalnya, Kementerian Hukum dan Ham dianggap melanggar hukum, sebab pembebasan itu merupakan hak asasi yang melekat bagi terpidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Perdebatan panjang pun terjadi,akhirnya Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta menyatakan Kemen Huk Ham RI itu telah dipersalahkan, karenanya keputusan untuk menunda pembebasan bersyarat tersebut dibatalkan.Dari putusan tersebut nyata terbukti penundaan pembebasan bersyarat bagi terpidana itu telah menyalahi ketentuan. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pun menggalang dukungan secara  politik.Belum tuntas masalah itu, Wamen Kemenhuk Ham ini berbuat ulah lagi.Kali ini adalah dengan gaya preman menampar petugas Sipir LP Riau karena terlalu lama membuka pintu untuk masuk.Tidak saja menampar, akan tetapi juga,ajudan sang Wamen pun bereaksi, menendang Sipir tatkala hendak menjelaskan keterlabatannya membuka pintu.
Wamen Kemenhuk Ham memang telah membantah tudingan, dirinya menampar pipi petugas Sipir Lapas Riau bernama Darso Sihombing.Namun Wamen mengaku terjadi pemukulan dari Ajudannya.Bantahan sering terjadi tat kala ada suatu masalah  terhadap diri kita.Hal itu umum oleh karena pemikiran yang tidak bertanggung jawab bahkan berkeinginan selalu benar.Terhadap kasus ini ,Komisi Hak Azasi Manusia menyimpulkan bahwa telah terjadi kekerasan oleh Denny Indrayana terhadap petugas sipir Lapas Pakan Baru Riau tersebut.
Inspeksi mendadak (Sidak) memang tidak perlu pemberitahuan terlebih dahulu jika maksud untuk mengetahui fakta sesungguhnya yang terjadi pada suatu Lembaga atau unit kerja yang dikunjungi.Akan tetapi jika sidak itu dilakukan malam hari bahkan Dinihari, seperti yang dilakukan Wamen bersama BNN pada Lapas Kelas Iia Pakan Baru Riau ini sungguh sangat tidak masuk akal sehat meski sesungguhnya dinilai suatu informasi keterlibatan oknum atau tahanan terlibat   Narkoba yang harus segera ditangkap. Sidak dini hari sangat mengkhawatirkan siapapun apalagi petugas Lapas, yang bertanggung jawab tidak akan mungkin segera membuka pintu setiap orang yang mengetuknya jika dia tidak mengenalnya.
Boleh jadi, ajudan Wakil Menteri Hukum dan Ham itu ketika mengetuk pintu Utama Lapas tersebut atau siapa saja yang mengetuknya, mengatakan bahwa yang datang itu adalah rombongan, Wakil Menteri Hukum dan Ham.Apakah benar Wamen,petugas dengan rasa tanggung jawab yang tinggi wajib mempertegas apakah benar robongan itu adalah Wamen atau jangan jangan Garong ,perampok membawa bawa nama Wamen. Kekhawatiran semacam itu tidak berlebihan, sebab tidak jarang terjadi,oknum-oknum mengatas namakan Pejabat tertentu misalnya. Oleh karena itu, waktu lima menit seungguhnya adalah waktu yang sangat singkat bagi petugas demi tanggung jawabnya terhadap tugasnya untuk menyelidikan tamu yang datang itu adalah wamen.Namun karena kesombongan, kepongahan seorang Wamen, menunggu lima menit untuk konfirmasi terlalu lama sehingga melayangkan tangannya untuk menampar pipi kiri petugas keterlaluan.
Darso Sihombing dan Khoirul, yang bertanggung jawab menegakkan aturan kunjungan dan menerapkan kehati hatian terhadap setiap pengunjung ,mestinya dapat pujian sebagai petugas yang konsisten dalam hukum. Namun sayang pujian tak didapat malah sebaliknya,tamparan, tendangan yang mengakibatkan terjatuh yang diterimanya. Bagi Wakil pimpinan tertingginya itu rupanya aturan hukum itu tidak berlaku padanya karena dia adalah Wakil Menteri ? Apakah Darso dan Khoirul telah mengetahui yang datang itu Wakil Menteri yang sesungguhnya mengedepankan hukum dan aturan itu? Justru belum diketahuilah maka perlu bagi Darso dan kawan kawan memastikan apakah benar rombongan itu adalah Wakil Menteri? Sebab rombongan selain diperlengkapi senjata juga sebagian menggunakan tutup muka, bukankah model itu model garong ?
Penganyaan yang dialami,Darso Sihombing dan Khoirul ini dilaporkannya kepada atasannya selanjutnya  ke Kanwil. Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Azasi Manusia Pakan Baru Riau itu pun melanjutkannya ke Menteri Hukum dan Ham di Jakarta. Laporan atas kekerasan yang dilakukan seorang pejabat negara itu  patut dipuji dan dihargai sebagai suatu tindakan penegakan hukum dan hak azasi manusia.Sebab bukan tidak mungkin tindakan semacam itu akan terulang bahkan lebih sadis lagi  bilamana orang karena kedudukannya rendah diperlakukan semena mena.
Laporan yang dilayangkan Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Azasi Manusia Pakan Baru kepada Menteri Hukum dan Ham di Jakarta tidaklah cukup disitu saja.Akan tetapi sebagai pimpinan yang bertanggung jawab atas anak buahnya, wajib mengarahkan, Darso Sihombing dan Khoirul melanjutkan laporan Pidana penganyaan kepada Kepolisian setempat untuk selanjutnya dapat diseret kemuka sidang demi kepastian hukum dan keadilan. Sebab jika tidak ada tindakan sesuai dengan hukum maka peristiwa serupa bukan tindak mungkin terjadi lagi, bahkan mungkin perlakuan diluar ketentuan perundang undangan pun boleh jadi semakin sering terjadi. Nah, jika hal itu yang terjadi bagaimana kita menyebut negara hukum? Dimana kepastian hukumnya?
Menteri Hukum dan Ham, Amir Syamsudin, harus berani menindak tegas  wakilnya yang bertindak  angkuh dan semena mena yang tidak mencerminkan tindakan seorang pejabat negara. Jika memang benar, tindakan penamparan atas diri ,Darso Sihombing itu adalah tindakan preman yang tidak patut dilakukan oleh Wakil Menteri apalagi yang mebidangani hukum dan Hak Azasi Manusia. Kemarahan seluruh Sipir Lembaga Pemasyarakat di Indonesia bukan tidak mungkin  terjadi, bilamana Menteri Hukum dan Ham tidak mengambil tindakan tegas. Direktur Jenderal Pemasyarakatan Syahbudin pun telah marah akibat ulah Wakilo Menteri, Denny Indrayana, yang dinali arogan itu.
Rombongan Wamen Kemen Huk Ham dan BNN usai menggeledah Blok 8 F dan 9E yang diduga ditempati ketiga orang yang dicurigai terlibat dalam transaski anrkoba memang  dikabarkan berhasil menemukan Handphon namun tidak ada barang bukti Narkoba. Setelah penggeledahan itu, Wamen,Denny Indrayana, menghampiri, Darso Sihombing dan Khoirul sembari meminta maaf, menurut Darso ia terima dan ia memaafkan. Boleh jadi memang korban penamparan dan penendangan itu memafkan peristiwa tersebut dan tidak perlu diperpanjang jika hal itu dilakukan oleh teman sejawatnya, atau mungkin masyarakat lainnya.Akan tetapi oleh karena peristiwa itu adalah dari Wakil Menteri yang membidangi Hukum dan Hak asasi Manusia tentu tidak dapat hanya permintaan maaf , akan tetapi  harus melalui jalur hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
SIDAK DINI HARI
Inspeksi mendadak yang dilakukan Wakil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bersama petugas BNN itu memang boleh jadi darurat sifatnya.Walapun sesungguhnya esok harinya pun tidak akan menghalangi atau mungkin mengakibatkan hilangnya barang bukti. Sebab Informasi yang didapat penyidik BNN atas dugaan keterlibatan oknum tahanan Lapas Pakan Baru Riau itu hanya diketahui Penyidik.Karenanya senadainya pun keesok harinya dilakukan Sidah tidak masalah daripada harus memaksakan tengah malam, atau seperti kasus ini jam 02.30 dini hari.
Petugas Lapas Kelas IIA Pakan Baru Riau, yang mendengarkan ketukan pada Pintu utama Lapas tersebut, mendengar ada teriakan yang menyatakan “ Buka Pintunya, ini rombongan Wakil Menteri hukum dan Ham”  Petugas yang melirik dari pintu kecil yang disediakan melihat rombongan itu bersenjata, dan sebagian menggunakan penutup muka. Beranikah petugas malam hari seperti itu, dengan segera membukakan pintu belum diketahu pasti yang datang itu Wakil Menteri? Tidak sebaiknya, Wakil Menteri Hukum dan Ham, Denny Indrayana, memberikan kartu pengenalnya kepada petugas untuk tidak dicurigai? Atau mungkin Penydik BNN memberikan surat tugasnya kepada Penjaga untuk segera dapat dibukakan pintunya?
HARUS MUNDUR
Selang lebih kurang lima menit,setelah petugas yakin benar bahwa yang datang itu adalah Wamen Kemen Huk Ham, petugas Lapas pun membukakan pitu. Wamen pun rupanya kesal karena telah menunggu lama sekitar lima menit. Terlalu lama kah waktu lima menit bagi petugas lima menit untuk memastikan tamu malam dini hari itu adalah Wamen? Bukankah malam itu gelap, rombongan yang datang gelap selain menggunakan sebagian tutup muka juga tidak menunjukkan identitasnya Namun lepas dari kegelapan itu, rupanya Wamen harus dilayani yang dirasakan kurang terlayani, maka melayanglah bogem kepipi kiri sang Sipir yang beritikad baik ini.
Itikad baik yang pernah ditunjukkan Kepala Lapas Cipinang belum lama ini pun pernah terjadi mengakibatkan dia terkena sangsi, lagi lagi dari Wamen Kementerian Hukum dan Ham ini. Petugas Sipir di Lapas Cipinang ini kedatangan tamu,tenagh mala, tamunya itu adalah,  M.Nasir yang Anggota Komisi III DPR RI. Selain ia adalah juga Keluarga, Terdakwa Kasus Wisma Atlet Palembang, dia adalah mitra kerja Kementerian Hukum dan Ham. Bagi Sipir, kunjungan itu jelas diluar Jam kerja,namun apa hendak dikata, kekuasaan dipaksakan maka diterimalah M Nasir berkunjung.itikad baik dari Sipir ini pun jelas, dalam Buku daftar Tamu, petugas memberikan kepada M Nasir selanjutnya dia isi.
Atas dasar Buku tamu itulah Wamen mengetahu bahwa ternyata, M Nasir telah beberapa kali b erkunjung ke Cipinang menemui, Muh Nazaruddin dan ke Lapas Wanita Pondok Bambu. Tindakan selanjutnya yang dilakukan ialah, memutasi Kepala Lapas tersebut. Nah pertanyaannnya sekarang, pantas kah hukuman itu diterima Kalapas Cipinang yang tak mampu berbuat banyak menghadapai Anggota Komisi III DPR RI, M Nasir itu ? Adilkah Wamen menampar Petugas Sipir Lapas di Pakan Baru hanya karena melakukan konfirmasi ?
Peredaran narkoba dari Lembaga pemasyarakatan memang seringkali kita dengar.Perkara yang dapat merusak generasi muda bangsa ini perlu gerakan seluruh elemen masyarakat untuk memberantasnya.Namun pemberantasan menurut hukum harus dilakukan melalui kepatutan dan keadilan berdasarkan hukum, bukan malah merekayasa suatu kasus karena terget misalnya seperti pernah terjadi di Jakarta Utara yang melibatkan pemulung. Pernah juga terjadi, pada suatu razia,terdapat dalam Jok Motor sebutir Estasi, dalam sidang diketahui terdakwa sama sekali tidak pernah tahu menahu  tentang barang haram tersebut.Karenanya jangan tersinggung jika malam hari ada razia, ketika hendak menggeledah Mobil atau Motor misalnya, jika sipemikil Mobil atau Motor ada keberanian, seperti yang terjadi di Jalan Raya Joglo, si Pemilik kenderaan terlebih dahulu memeriksa tangan petugas, jangan jangan ada barang haram itu dalam tangannya.
Peristiwa yang hampir mirip sapu jagad ini terjadi bulan April lalu.Kali ini terjadi pada Anak-Anak Remaja .Sekelompok Remaja ini hendak menonton Musik di Bekasi. Selinting Ganja menjadi barang bukti ditangan seseorang, namun karena 9 anak dalam Mobil yang disewa mengisap sebatang bergantian , kini menjadi tahanan kejaksaan setelah ditahan kepolisian Bekasi.Demi hukum memang meski hanya sepintas satu kali isap coba coba, wajar dihukum.Namun demi keadilan bukankah Remaja Anak sekolah itu untuk dibina demi masa depan?
Mnyikapi peristiwa Pakan Baru ini, Menteri Hukum dan Ham pun tampaknya berang,akiabtnya membatalkan kerja sama Kementerian Hukum dan Ham dengan BNN.Boleh jadi pembatalan kerja sama itu bukan berarti kementerian Hukum dan Ham tidak setuju bersama sama memberantas penyankit yang satu ini.Akan tetapi ,Amir Syamsudin, hendak memberi pelajaran terhadap BNN untuk dapat bertindak bijak dalam melakukan penyelidikan .Ada memang yang marah atas pembatalan kerja sama ini, namun Kementerian Hukum dan Ham hendak mengatur lebih lanjut tentang Sistem Operasionalnya kedepan sehingga tidak terilang kembali peristiwa menyakitkan seperti Pakan Baru.
Peristiwa penganyaan terhadap petugas Sipir Lembaga Pemasyarakatan pakan Baru itu kita harap merupakan yang pertama dan terakhir. Jika peristiwa ini terjadi di Jepang atau di Thailan misalnya,pejabat yang bersangkutan menytakan mengundurkan diri atau yang lebih sadis lagi ia bunuh diri sebagai bagian pertanggungan jawab.Kita tunggu tindakan hukum dari Negara.
Read more
 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger