MENGAPA KORUPSI MASIH TERJADI?


Pelaku tindak pidana Korupsi khususnya dua periode kepemimpinan KPK telah banyak menghantarkan oknum Pejabat negara menjadi  menghuni Hotel prodeo. Oknum Pejabat itu tidak saja Eksekutif seperti dari  Menteri,yang masih aktif tapi juga oknum t ,Gubernur, Bupati dan Walikota, termasuk beberapa  staf SKPD misalnya  oknum dari legislatif, oknum Hakim, Pengacara, Pengusaha . Sejauh ini tindak pidana korupsi belum juga mereda.

Ada banyak pihak yang ribut jikalau seseorang pelaku tindak pidana korupsi dihukum divonnis Hakim selama 2 tahun, atau 4 tahun misalnya. Argumentasi yang dikemukakan, adalah hukuman selama 2 atau 4 tahun bagi pelaku korupsi dinilai sebagai tidak ada efek jeranya. Karena hukuman yang ringan itu menurut mereka tindak pidana korupsi tetap berjalan. Pernyataan itu ditepis pendapat lain. Pendapat yang berbeda ini menyatakan bahwa hukuman seumur hidup bahkan hukuman mati sekalipun tidak membuat tindak pidana korupsi berhenti.

Pendapat kedua yang menyatakan penghukuman seberat apapun tidak menghentikan tindak pidana korupsi boleh jadi benar. Sebab banyak hal yang harus dibenahi mulai dari transparansi yang benar benar transparan. Jika suatu perencanaan pembangunan jalan misalnya telah diajukan sesuai dengan rancangan anggaran tertentu, konsisten diumumkan maka tidak akan mungkin ada oknum mencoba menawarkan jasa untuk menggokannya. Akan tetapi oleh karena rencana proyek itu meski berdasarkan usulan dari Daerah misalnya, oleh karena tidak diumumkan rencananya, sedangkan Daerah bersangkutan sangat membutuhkannya maka, Daerah itu atau calon pemborongnya berupaya melakukan lobby. Nah dalam lobby inilah terjadi hitung menghitung.

Contoh diatas sesungguhnya sama dengan suap yang terjadi beberapa Instansi. Sebut saja IMB merupakan urusan yang terkecil. Seorang yang beritikat baik mengurus IMB atas Rumahnya misalnya, dengan birokrasi yang diciptakan sedemikian rupa, yang mempersulit orang yang hendak mengurus IMB atas rumahnya, akhirnya meminta tolong terhadap syaf di Kantor tersebut. Mere sesungguhnya tidak maulagi keluar dana , karena merasa dananya pun pas pasan, Tetapi oleh karena dia ingin rumahnya IMB karena harus digunakan mendapingi Sertipikat contohnya mengambil Kredit perbankan maka apapun tawaran oknum dipenuhi. Pemerasan dalam bentik ini tetap masuk unsur korupsi.

Seandainya misalnya, syarat tidak berlebit, dan waktu yang ditentukan selambat lambatnya misalnya sekian hari , mungkin saja dapat mengurangi korupsi. Ketentuan pembatasan itu baru sekedar mengurangi, sebab oknum pejabatnya bukan tidak mungkin berupaya dengan alasan lain. Sebut saja misalnya seorang Lurah tidak menerbitkan PM 1 sebagai pengantar untuk mengurus PBB yang dimohonkan warga Rt 0016/002 Kelurahan Petukangan Selatan Jakarta Selatan. Dalam ketentuan perundang undangan yang dimaksud dalam Undang Undang No 12 tahun 1998 yang diubah dengan Undang Undang No 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, menyatakan, setiap orang dan atau Badan, memiliki, menguasasi Tanah dan atau Bangunan adalah wajib Pajak. Kepala kelurahan ini menolak memberikan pengantar jenis PM1 untuk digunakan warga mengurus Pajak Bumi dan Bangunan di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Provinsi DKI Jakarta. Kini warga pun mengajukan Gugatan di PTUN.

Contoh diatas merupakan contoh perilaku oknum yang secara senaga tanpa dasar hukum yang kuat. Karenanya meski pun ketentuannya jelas, jika tindakan tegas dari pimpinan tidak ada maka tindakan serupa tetap terulang. Nah dalam bentuk bentuk demikianlah terjadi tawar menawar sehingga disimpulkan bahwa korupsi tidak dapat dihapus.

Sulitkah menghapus korupsi? Pertanyaan ini menggelitik, tetapi jawabannya mudah. Tergantung pemimpin yang mau bertindak tegas terhadap bawahannya yang tidak menjalankan ketentuan misalnya. Seringkali terjadi peristiwa yang melibatkan oknum contohnya, hanya karena alasan harus dianggap tidak bersalah sebelum putusan pengadilan, maka oknum tersebut meski didepan mata, pimpinannya selalu menyatakan jika ternyata terbukti akan ditindak. Benar memang banyak yang ditindak memang, tetapi oleh karena penindakan itu bersifat internal masyarakat umum menganggap tidak ada tindakan karena tidak diumumkan terbuka. Akibatnya, seringkali pendapat dimasyarakat berpikir apatis untuk melaporkan sesuatu kepada yang berwenang.

Bagaimana meminimais tindak pidana korupsi ini? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. KPK misalnya sudah harus dilibatkan menjadi supervisi pada saat merumuskan dan merencanakan proyek-proyek dari skala kecil hingga besar. Perencanaan ini diumumkan dan ditentukan akan dilaksanakan pada, tahun dan selanjutnya. Dengan cara itu maka tertutup kemungkinan oknum yang mengaku dapat mengambil proyek tertentu untuk wilayah tertentu. Dengan demikian dari sisi ini bolehlah diharap tidak akan ada tindak pidana suap atau bentuk komisi apapun didalamnya.

Demikian juga terhadap urusan perijinan rekomendasi misalnya. Jika persyaratan dipermudah tidak berbelit, permohonan pemohon dapat berjalan tanpa harus digiring maka setidaknya mdapat mengurangi. Tetapi yang terpenting dari itu, jika seorang pejabat tidak melaksanakan kewajibannya sesuai undang undang maka seharusnya pimpinan bersangkutan dapat menindak secara tegas. Maka dengan penindakan seperti itu diharapkan dapat membuat efek jeara. Karenanya tidak hanya melalui penghukuman melalui putusan Pengadilan misalnya yang banyak dirasa belakangan kurang adil.


Kurang adil karena dinilai kebanyakan Hakim telah terpengaruh terhadap tekanan politik, baik melalui demo, media sosial dan lain sebagainya. Seorang terhukum tindak pidana korupsi merasa diperlakukan tidak adil hendak mencari keadilan ke tingka lebih tinggi malah ditambah hukumannya bukan mendapat perbaikan. Itu terjadi karena  memang ancaman hukum dalam perundang undangannya ada. Sayangnya sudah jarang menggunakan filosofi hukumnya untuk keadilan tetapi melulu kepada undang undang tertulisnya. Karena itu banyak pihak berpendapat Hakim tidak corong undang undang tetapi menemukan  hukum untuk memutuskan sesuai hukum berdasarkan keadilan.Keadilan!.  

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger