Bungaran Sitanggang SH.,MH Associates. Diberdayakan oleh Blogger.

0 KPK AKAN REKRUT PENYIDIK SENDIRI


Rencana  Polri menarik  20 tenaga penyidik yang diperbantukan di KPK  dinilai oleh banyak pihak sebagai suatu cara Polri memperlambat pekerjaan KPK.Banyak pihak memberikan tanggapan bahwa upaya penarikan ke 20 penyidik itu ditengarai kasus korupsi alat simulasi Sim pada Korp Lalu Lintas Polri yang sedang disidik oleh KPK. Meski pun Kaplri telah menjelaskannya, karena pihak KPK menyatakan masih membutuhkannya rakyat menganggap bahwa penjelasan Kapolri tersebut dianggap sebagai membela diri. Sikap menanggapi suatu masalah yang belum diketahui masalahnya b elakangan seringkali muncul, bahkan tidak tanggung tanggung sampai pada kesimpulan untuk menyalahkan, seperti kasus ini misalnya termasuk juga mengomentari suatu putusan hakim yang tidak pernah mengikuti persidangannya.
Penarikan Polri terhadap 20 Penyidik yang diperbantukan pada  KPK itu sesungguhnya dilakukan karena telah berakhir masa tugasnya di KPK. Memang penarikan itu dilakukan tat kala KPK sedang menyidik Irjen Pol Djoko Susilo yang diduga melakukan tindak pidana Korupsi dalam pengadaan alat simulasi Sim pada Korp Lalu Lintas Polri. Meski telah dijelaskan tetapi masih banyak menyalahkan Kapolri yang mengait ngaitkan penarikan itu dengan kasus Simulator. Padahal kalau dilihat dari masa bhakti mereka yang sudah berakhir di KPK, penarikan  penyidik itu kembali ke Lembaganya adalah sesuai ketentuan.Apabila Kaplri membiarkan mereka juga tidak menarikanya atau juga tidak memberikan surat perpanjangan maka dapat dianggap penyidik –penyidik tersebut kurang legitimet yang berakibat, berkas penyidikannya pun nanti dianggap menjadi cacad hukum.
Jikalau Kapolri hendak mempersulit KPK tentua tidak hanya menarik 20 penyidiknya dan itu pun dinyatakan segera akan memberikan pengganti penyidik-penyidk handal bagi KPK untuk dapat melanjuutkan penyidikan tidak saja kepada Djoko Susilo tetapi pada kasus kasus lain yang sedang ditangani KPK. Oleh karena itu sesungguhnya  penarikan penyidik yang sudah habis masa tugasnya adalah merupakan langkah pengamanan dari Kapolri  terhadap KPK guna menghindari dugaan cacad hukum atas berkas yang disidik orang yanhg sudah habis masa tugasnya. Sebab jika hal itu terjadi,ada anggapan memang seluruh berkas perkara yang disik oleh 20 Penyidik yang sudah berkahir masa tugasnya dinggap cacad yuridis.
REKRUT PENYDIDK SENDIRI.
Penarikan 20 Penyidik Polri dari KPK ini membawa hikmah besar untuk kemandirian KPK melakukan penyidikan,penututan tanpa ketergantungan pada Lembaga Penegak hukum lainnya. Meski terlambat, namun oleh karena  KPK telah bulat tekad   untuk merekrut sendiri penyidiknya perlu didukung sebagai suatu langkah maju dalam penegakan hukum. Sebab sejak KPK berdiri sesungguhnya berhak merekrut penyidiknya hanya saja memang jika sepenuhnya dari independen yang boleh dikatakan belum mempunyai pengalaman menyidik suatu kasus dikhawatirkan hasil penyidikannya menjadi lemah. Namun untuk menetapkan dan merekrut penyidik sendiri sesungguhnya tidak pernah ada larangan sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam pasal 45 dari Undang Undang No 30 tahun 2002 tentang tindak pidana korupsi menyatakan,penyidik adalah penyidik KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK.Oleh karenanya maka kewenangan KPK sebagai Lembaga penegak hukum yang mempunyai kewenangan lebih dibanding Penegak hukum lain sejak lama sudah harus merekrut penyidiknya sendiri lepas dari Kepolisian, dan Kejaksaan.
Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan  kesempatan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil, seperti Perhubungan, Badan Pom dan banyak Instansi lain yang memiliki penyidik sendiri. Perbedaannya, PPNS pada Dinas atau Instansi tertentu itu,harus berkoordinasi dengan Kelposian sebagai penyidik tunggal menurut KUHAP.Beda dengan KPK, KPK dibentuk dengan kekuasaan lebih bukan mengordinasikan penyidikan kepada Kepolisian tetapi sebaliknya terhadap tindak Pidana Korupsi merupakan spesialisasi KPK, justru KPK-lah yang harus menjadi supervisi atas penyidikan tindak Pidana Korupsi yang ditangani oleh Kepolisian maupun Kejaksaan. Jika dianggap perlu, KPK boleh menarik kasus tindak pidana Korupsi yang ditangani KPK atau kejaksaan. Oleh karenanya wajar dan tepat KPK merekrut penyidiknya lepas dari Kepolisian atau Kejaksaan untuk kpk dapat mandiri tanpa bergantung dengan lembaga lainnya.
Dengan adanya penyidik independen yang direkrut sendiri oleh KPK boleh jadi hasilnya semakin tajam baik dalam pembuktian, dakwaannya kelak, dibanding seseorang penyidik dari penegak hukum yang memungkinkan juga terjadi benturan-benturan tertentu. Memang sepanjang penyidikan  KPK belum pernah terdengar adanya suatu benturan kepentingan atau mungkin kesungkanan penyidik yang berasal dari Kejaksaan untuk menyidik oknum Jaksa yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi. Demikian juga penyidik dari Kepolisian, tidak pernah terdengar kabar, mengurangi profesionalismenya ketika menyidik kasus dugaan korupsi yang ada di Kepolisian tersebut. Setidaknya kesimpulan diatas boleh kita sepakati meski untuk kepolisian barulah ini kasus yang ditangani KPK kecuali Kejaksaan telah disidangkan dan dihukum dalam kasus suap bersama Artalyta. Tentang anggapan perlakuan khusus yang dilakukan penyidik KPK terhadap  mantan Wakil Jaksa Agung  RI dan mantan Jam Intel ketika diperiksa di KPK dalam kasus Anggodo dengan fasilitas jalan keluar dari belakang mungkin hanya menghindari wartawan saja . Bolehlah tetapi itu bagian kekhawatiran masyarakat umum memang jika penyidik KPK murni dari Kepolisian dan Kejaksaan. Karenanya KPK harus melakukan rekrutmen itu secar cepat dan segera tidak perlu meminta perpanjangan tugas kepada 20 penyidik tersebut.!!
Read more

0 PILKDA DKI PELAJARAN BERHARGA DEMOKRASI


Pemilihan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta yang berlangsung  tanggal 20 September 2012  ada banyak hal  positif  yang dapat dipetik sebagai pelajaran disamping  hal  negatif   yang tidak perlu ditiru dan bahan evaluasi dan diperbaiki. Sisi positif yang amat sangat berharga dan patutut diiteladani ialah sikap kesatria yang ditunjukkan oleh Fauzi Bowo. Melalui perhitungan cepat  yang bersifat sementara, diumumkan perolehan suara Jokowi mengungguli perolehan suara Fauzi Bowo oleh karena perhitungan itu  telah mencapai 90 % suara, Fauzi Bowo, mengucapkan selamat kepada Jokowi, dan menyatakan kemenangan itu adalah kemenangan masyarakat Jakarta untuk membangun Ibukota itu  yang lebih baik. Selain pengakuan tulus itu ia juga mengajak semua lapisan menghormatinya sambil menunggu keputusan akhir dari KPUD.
Berjiwa besar dan  kesatria yang diperlihatkan Dr Ing Fauzi Bowo itu  suatu sikap  negarawan yang perlu dipedomani oleh semua pihak khususnya calon - calon Gubernur,Bupati dan Walikota di Indonesia, bahkan presiden sekali pun. Pengalaman selama  selama ini menunjukkan , belum pernah ada calon yang kalah seketika itu mengaku dan mengucapkan selamat kepada pemenangnya. Seringkali terjadi  peserta yang kalah malah  mencari cari kelemahan pemenangnya hingga mengajukan gugatan   ke Mahkamah Konstitusi  tanpa memikirkan waktu maupun biaya yang harus dikeluarkan. Jika ternyata signifikan memang kesalahan  dan dapat dibuktikan telah  dilakukan secara sistemik demi keadilan dan kepastian hukum maka proses itu harus didukung. Akan tetapi jika hal itu karena ketidak senangan atau mungkin mencoba coba untuk mempertinggi posisi tawar misalnya  itu yang tidak mendidik.Akhirnya para peserta jarang terjadi kerja sama membangun daerah itu.
Fauzi Bowo, dalam statemennya sangat tulus dan  iklas mengajak seluruh warga Jakarta  menerima hasil pemilihan Gubernur itu sebagai suatu kemenangan masyarakat. Ia pun menyatakan bahwa setiap pertandingann harus ada yang kalah dan ada pemenangnya. Statemen itulah sesungguhnya nilai positif yang dipertontonkan Fauzi Bowo sebagai suatu pelajaran berharga kita dalam berdemokrasi. Fauzi Bowo benar, sebab  Sebab setiap pertandingan tidak mungkin  ada dua menjadi pemenangnya tetapi harus ada pemenang dan ada yang kalah.
PELAJARAN ELIT POLITIK.
Selain sikap kesatria yang ditunjukkan , Fauzi Bowo,  ada banyak pelajaran lain  yang dapat digunakan sebagai  suatu pedoman bagi Partai Politik di dalam menetukan bakal Calon yang akan diusungnya. Selama ini pimpinan Partai dalam menetapkan  seorang yang akan diusung terkecoh oleh  popularitas seseorang tanpa mempertimbangkan  elektabilitas. Popularitas yang belakangan banyak digunakan sebagai pedoman misalnya  melalui polling , lewat  , sms ,Facebook dan lain sarana pengenalan menjadi bukti  calon yang bersangkutan dapat ditetapkan untuk diusung menjadi calon karena dianggap tinggi elektabilitasnya . Kenyataannya ? jauh dari apa yang sebelumnya dihasilkan polling atau survey.  
Kenyataan ini harus dijadikan contoh oleh elit politik Partai dalam menetapkan bakal calon yang akan diusungnya. Sebab keterkenalan seorang atau karena koalisi partai ternyata tidak dapat menjamin dapat mendulang suara yang signifikan, tetapi haruslah figur bakal calon itu yang lebih menonjol.  Fauzi Bowo ,misalnya  tidak kurang dikenal oleh masyarakat luas di Jakarta  dan mengenal  Jakarta. Sebab selain sebagai patahana, Fauzi Bowo, telah malang melintang di Pemda DKI Jakarta mulai dari Kepala biro, Kepala Dinas, Sekda ,Wakil Gubernur hingga Gubernur 2007-2012  karenanya hasil survey,atau polling pun menunjukkan ia unggul hingga terlaksananya penceblosan pada putaran pertama pemilukda DKI itu terlaksana. Kenyataannya tidak sesuai dengan hasil polling yang telah diumumkan.
Perolehan suara putaran pertama pemilukada DKI itu, Joko Widodo ,Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) unggul jauh dibanding, Fauzi Bowo, Nahrowi Ramli. Padahal  Jokowi,Ahok tidak sepopularitas Foke  di Jakartasaat itu . Dalam blogger ini penulis pernah menulis sosok Joko Widodo yang tulus dan polos merupakan harapan yang dapat melakukan perubahan di DKI Jakarta. Karenanya PDIP sebagai Partai besar sesungguhnya dapat menetukan sikap seperti Garindra. Analisa itu dibuat oleh karena PDIP saat itu masih menimang nimang dan sempat hendak koalisi dengan Partai Demokrat untuk mengusung Fauzi Bowo sebagai Gubernur dan Wakil dari PDIP. Tarik menarik menarik memang  terjadi sebab ada banyak pendapat yang menyatakan, Joko Widodo, diragukan elektabilitasnya di Jakarta karena dia kurang dikenal. Boleh jadi memang ,Joko Widodo saat itu tidak dikenal namun figurnya yang tulus, polos kurang diperhitungkan saat itu  karena polling pun menunjukkan Jokwi kurang populer.
Kini  popularitas seseorang untuk dapat memenangkan pertarungan,  termasuk koalisi partai tidak memberi jaminan. Sebab sesungguhnya polling dan atau popularitas seseorang tidak otomatis menetukan elektabilitas  seseorang itu meraih suara yang signifikan, tetapi lebih kepada figur dan programnya yang tidak retorika, dan  realistis.Selain itu juga ialah peduli terhadap rakyat yang dipertontonkan melalui kunjungan tanpa protokoler pada akar rumput. Fakta ini telah terjadi di Sumatera Utara tahun 2008. Tri Tantomo, mantan Panglima Bukit Barisan cukup dikenal dan mengenal Sumut.Demikian juga hasil polling sangat signifikan, tetapi kenyataannya, Samsul Arifin, yang saat itu menjabat Bupati Langkat dan tidak populer meraih suara signifikan membawanya menjadi Gubernur Sumatera Utara.
Dalam menghadap pemilihan Gubernur, Bupati ,atau Walikota belakangan banyak cara dilakukan bakal calon untuk meraih polling  untuk selanjutnya menjadi pertimbangan bagi partai menetukan calon yang akan diusungnya. Padahal polling-polling belakangan dengan tehnologi yang semakin canggih apalagi dapat memainkan konten-kontel telekomunikasi dapat dipastikan akan banyak orang yang tahu dan dapat menjaring jutaan suara sekejab. Padahal jutaan orang itu bukan tidak mungkin sekedar dalam dunia maya misalnya yang tidak dapat menjadi patokan menentukan elektabilitasnya. Pengalaman itulah yang seringkali terjadi seperti dua contoh diatas, Medan dan Jakarta.
Para elit politik partai , sesungguhnya  harus jeli dan tidak terkecoh hanya karena polling polling belaka tetapi harus pada figur.  Beberapa fakta dalam pemilukada belakangan pemilik polling terbesar melalui dinia maya misalnya atau mantan pejabat daerah itu tidak menjamin elektabilitas tinggi. Sebab ada banyak pandangan polling – polling itu dapat dimainkan hingga jutaan sahabat facebook misalnya. Tetapi itu hanya sekedar lelucon dalam dunia maya yang tidak menunjuk pada elektabilitas. Namun karena  elit partai kita selama ini masih memandang popularitas tidak pada fibur maka banyak kegagalan yang didapat. Oleh karenanya marilah berkaca pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta dan Medan yang terkenal itu tidak menjadi pemenang akan tetapi yang tidak terkenal karena ketulusan dan kepolosannya menjadi pemenang.Semoga ini pelajaran berharga.!
Read more

0 MENIMANG CALON PRESIDEN 2014


Krisis kepemimipinan di Indonesia  sejak lama sesungguhnya  telah banyak dikeluhkan  oleh para pakar pakar politisi  maupun tokoh masyarakat yang peduli terhadap regenerasi. Namun sejauh ini partai partai sebagai suatu sistem dinilai gagal total dalam pengkaderan calon pemimpin . Kegagalan partai partai kita tidak Cuma gagal meniapkan calon pemimpin nasional akan tetapi juga pimpinan tingkat provinsi maupun Kabupaten Kota. Karenanya tidak jarang kita dapati Gubernur, Bupati atau Walikota bukan dari kadernya melainkan kader yang lain.Yang paling menyedihkan lagi adalah partai partai di Indonesia belum pernah terdengar resmi melamar seorang yang berpotensi tinggi untuk diusung sebagai calon tetapi menunggu  partai itu dilamar bakal calon untuk selanjutnya diadu bagaikan peserta tender proyek menetukan pemenangnya.
 Kegagalan partai kita mempersiapkan calon pemimpin nasional sangat tampak menjelang tatkala kita sedang menimang nimang bakal calon Presiden tahun 2014 mendatang. Pemilihan Presiden Republik Indonesia yang akan kita laksanakan tahun 2014 itu hanya menisakan waktu lebih kurang satu setengah tahun lagi. Beberapa nama  yang muncul masih tokoh tokoh tua belum  ada diantaranya tokoh muda . Nama nama yang menonjol yang resmi menyatakan akan tampil diantaranya adalah , Prabowo Subianto,Aburijal Backri (Ical) dan prakiraan pihak pihak yang akan maju termasuk, Megawati Soekarno Putri, Wiranto ,Hatta Rajasa. Dari sisi kemampuan mungkin nama nama tersebut  diatas tidak perlu  diragukan, karena mereka rata rata mantan pimpinan yang sudah teruji  ditingkat  nasional.
Dari nama-nama yang kini muncul bakal calon Presiden Republik Indonesia  yang paling  menonjol dan merupakan harapan adalah, Prabowo Subianto. Prabowo,yang dikenal luas dan berani itu diketahui ketika ia  menjadi  Komandan Kopassus dan Pangkostrad. Pemimpin yang tegas, jujur dan berani amat dibutuhkan republik ini selain untuk menjamin kesatuan yang utuh sabang hingga merauke yang belakangan mulai mengendur rasa persatuan dan kesatuannya,tetapi juga menjamin keamanan dan kenyamanan. Masalahnya, Prabowo selalu dikait kaitkan dengan peristiwa berdarah tahun 1998.Peristiwa yang menjatuhkan kepemimpinan Soeharto itu dinilai sebagai ulahnya Prabowo.Padahal Prabowo sendiri secara terbuka telah menjelaskan secara rinci peristiwa itu melalui  buku putihnya yang tersebar luas di masyarakat, namun  rupanya kurang  mampu memulihkan nama baiknya sebagai orang yang tidak bersalah.
Dalam buku putih yang ditulis Prabowo saat itu memang jelas menyatakan,menjelang peristiwa itu selaku Pangkostrad ia telah melapor  secara resmi kepada Panglima ABRI yang saat itu Wiranto. Menurutnya laporan yang disampaikan itu antara lain adalah prediksi situasi yang  akan semakin gawat terjadi akibat  tewasnya seorang mahasiswa Trisaksi yang tertembak . Namun Panglima ABRI beserta rombongan tetap harus berangkat ke Jawa Tengah .Praktis peristiwa pembakaran ,pembunuhan,keji itu terjadi pejabat teras keamanan yang tinggal di Jakarta Prabowo dan Syafri Samsudin saat itu menjabat Panglima Kodam Jaya. Syafri Samsudin pun sempat ikut dituding turut membiarkan peristiwa itu .
Banyak informasi tentang kejadian saat itu secara lugas, jelas dikemukakan Prabowo dalam buku putihnya.Namun lagi lagi tidak signifikan menjadi bahan membersihkan nama baiknya hingga saat ini khususnya setiap menjelang Pilpres masalah itu terus diungkit ungkit. Padahal sepanjang buku kecil itu beredar tidak ada yang  protes,bantahan dan atau dalam bentuk lain yang menyanggahnya. Artinya selama tidak ada yang membantah maka apa yang dikemukakan Prabowo dalam bukunya itu adalah kebenaran. Sebab memang sejak peristiwa itu hingga kini tidak ada suatu putusan hukum yang menyatakan,Prabowo Subianto b ersalah. Mungkin itu juga sebabnya ,Syafri Samsudin, yang sebelumnya juga dituduh terlibat diangkat SBY menjadi  Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia. Saat diumumkan Presiden SBY ,Syafri Samsudin, menjadi Wakil Menteri Pertahanan banyak pihak memang saat itu melakukan protes. Akan tetapi lagai lagi oleh karena tidak ada keputusan hukum yang menyatakannya bersalah maka orang itu harus dinyatakan sebagai orang yang tidak bersalah. Sikap dan ketaatan terhadap hukum itu mestinya dihargai dan diperlakukan sama terhadap setiap warga termasuk , Prabowo Subianto. Janganlah suatu peristiwa yang belum kebenarannya itu dijadikan momok seolah kesalahan padahal  menurut hukum  tidak bersalah.
NO = TO
Suka atau tidak , percaya atau pun tidak, kenyataan sejarah tidak boleh dilupakan sebagai suatu kenyataan yang menunjukkan  bahwa akhiran nama NOTO merupakan akhiran nama pemimpin di Republik ini. Dari perjalanan sejarah memang, membuktikan setelah kepemimpinan Soekarno(NO) beralih kepada Soeharto(TO). Adapun BJ Habibie dinilai sebagai masa transisi kepemimpinan dari Soeharto. Sementara  Abdul Rachman Wahid (Gusdur) boleh jadi peristiwa penghususan diluar kelaziman dan itu pun terjadi adanya  Poros Tengah saat itu sekejab terbentuk. Megawati? Posisinya dinilai sama seperti BJ Habibie merupakan Transisi dari Gusdur.
Pemilihan Presiden secara langsung tahun 2004 hingga 2014 yang dilaksanakan secara demokratis  kembali kepada perjalanan sejarah diatas, maka Susilo Bambang Yudoyono  (NO) terpilih sebagai Presiden. Oleh karena ketentuan membatasi maka , SBY tidak dimungkinkan lagi untuk periode ketiga . Karenanya sesuai dengan perjalanan sejarah diatas maka suka atau tidak,mau atau pun tidak bahwa akhiran nama TO akan memimpin, siapakah itu? Mungkin,Prabowo Subianto. Akhiran nama TO ini memang tidak hanya Prabowo Subianto masih ada belum dimunculkan misalnya Djoko Suyanto  yang mungkin menjadi kuda hitam . Meski namany belum dimunculkan kepermukaan , akan tetapi hal itu tidak menutup kemungkinan oleh karena , Partai Demokrat tidak mungkin  lagi mencalonkan SBY .
Dua nama ini tampaknya menjadi perhatian besar jika memperhatikan  sejarah diatas. Sebab perhitungan ini bukan karena mengikuti ilmu kejawen akan tetapi kenyataan. Tahun 2009, Prabowo Subianto memang  ada yang memprediksi ia akan memimpin Republik ini ditinjau dari sejarah diatas. Namun ada pihak lain menyatakan dari TO masuk ke NO .Saat itu anggapan baru dari Soeharto (TO) memang dari sisi ini adalah benar masuk ke NO yakni Susilo Bambang Yudoyono  hingga 2014. Pertanyaannya untuk selanjutnya ?  menurut hitung hitungan diatas  masuk TO.Akankah perjalanan sejarah diatas terwujud ? kita tunggu tanggal mainnya.!


Read more

0 KASUS SIMULATOR SIM POLRI DAN KPK TIDAK HARMONIS?


Penarikan 20 anggota penyidik polri dari KPK dinilai banyak pihak  merupakan  upaya balas dendam Polri terhadap KPK terkait  perkara dugaan korupsi di direktorat lalu lintas yang melibatkan Irjen Pol Djoko Susilo dan kawan kawannya.Penilayan balas dendam itu muncul oleh karena ketika, KPK melakukan penggeledahan di direktorat Lalu Lintas di MT Haryono petugas KPK sempat mengalami hambatan bahkan barang bukti yang telah dikumpulkan tidak bisa dibawa KPK. Setelah pimpinan KPK membicarakan dengan Kapolri  KPK baru diperbolehkan membawa barang bukti tersebut itu pun dibawah pengawalan dan pengawasan pihak Polri. Tidak Cuma itu akan tetapi juga Polri melakukan penyidikan terhadap beberapa  periwira menengah bekas anak buah Djoko Susilo termasuk rekanan dan menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus itu.
Sengketa  kewenangan tentang penyidikan atas kasus itu pun muncul . Pasalnya kepolisian yang melakukan penyidikan atas kasus tersebut dan menetapkan tersangka sekaligus menahannya menyatakan penyidikan atas kasus tersebut dilakukan sesuai ketentuan Undang Undang tentang kepolisian , selaku penyidik mereka memang berhak menangani tindak pidana korupsi bukan hanya kpk. Akan tetapi  KPK beranggapan  kewenangan itu sepenuhnya adalah kewenangan KPK karenanya KPK pun meminta agar  institusi lain membantunya.
Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki KPK pasca penetapan Djoko Susilo sebagai tersangka dan penggeledahan markas Lalulintas di JlMT Haryono Jakarta Selatan penyidik KPK  melanjutkan penyidikan terhadap tersangka Djoko Susilo dan kawan kawannya. Usai pemeriksaan terhadap empat perwira menengah bekas anak buahnya Djoko Susilo   tanggal 31 Agustus 2012  pada  tanggal 12 September  2012,Polri mengirimkan surat ke KPK untuk menarik 20 penyidiknya. KPK berharap bahwa penarikan itu agar diurungkan  Polri karena penyidik-penyidik tersebut sedang  menangani perkara yang sedang  disidik termasuk kasus Simulator Lalu lintas polri.
MASA BAKTI BERAKHIR
Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo menyatakan, penarikan 20 penyidik anggota Polri  dari KPK itu dilakukan tidak terkait dengan masalah penanganan Simulator Lalu Listas. Penarikan petugas penyidik tersebut  harus dilakukan karena  ke 20 penyidik anggota kepolisian itu telah habis masa tugasnya di KPK selama empat tahun.Oleh karena telah berakhir maka sesuai ketentuan wajib diperbaharui dan  penggantinya Timur Pradopo pun berjanji akan mengirimkan  penyidik yang terbaik yang dimiliki polri  kepada KPK.
Penugasan seseorang dalam jabatan tertentu memang dibatasi oleh waktu sesuai ketentuan yang berlaku. Waktu yang ditetapkan  untuk ke 20 penyidik itu sesuai dengan penugasan awal adalah empat tahun dan  telah berakhir. Oleh karena penugasan itu telah berakhir maka penyidik yang sudah berakhir masa jabatannya tersebut  wajar jika  Kapolri menarik untuk selanjutnya diberikan penggantinya. Masalahnya,ialah penarikan yang dilakukan itu hampir bersamaan  dengan dimulainya penyidikan atas kasus yang sempat menghebohkan itu oleh KPK. Banyak pihak menghubung hubungkan ketegangan antara KPK dengan Polri saat penggeledahan dilakukan oleh KPK di Markas besar Lalulitas teersebut  .

Pimpinan KPK tampaknya lalai terhadap surat tugas para penyidiknya di KPK. Mestinya jika memang masih dibutuhkan KPK seyogyanya jauh jauh hari telah memberikan surat permohonan perpanjangan atas ke 20 orang penyidik itu di KPK. Tidak membiarkan begitu saja dan malah mengangkat ke permukaan yang dapat mempercuncing keadaan. Dalam alam kebebasan mengeluarkan pendapat belakangan banyak pihak memberikan tanggapan terhadap sesuatu masalah padahal sesungguhnya kurang dipahami pokok persoalan. Sebut saja misalnya putusan pengadilan yang membebaskan seseorang tersangka.Berbagai pihak memberikan pendapat yang bernada menyalahkan Hakim yang memeriksa dan mengadilinya. Padahal sesuai ketentuan KUHAP dalam pasal 183 ayat (1) menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman terhadap seseorang kecuali sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa terdakwa melakukan pidana tersebut.
Pertanyaannya sekarang apakah para komentator yang bernada menyalahkan itu telah memahami proses persidangan? Apakah mereka juga mengetahui fakta yang terungkap dalam sidang yang terbuka untuk umum itu? Bukankah Pasal 197 KUHAP yang menegaskan bahwa keputusan Hakim harus mengacu dan menurut fakta yang terungkap dalam persidangan? Itulah masalah yang tidak pernah diketahui secara jelas oleh para pihak yang memberikan komentar yang mengarah pada menyalahkan. Demikian juga terhadap penarikan 20 anggota Penyidik Polri yang diperbantukan pada KPK, dikait kaitkan pada masalah padahal sesungguhnya tidak terkait kecuali karena masa dinasnya yang telah berakhir.
Boleh jadi memang ke 20 penyidik polri yang sudah berkahir masa dinasnya di KPK diperpanjang oleh Kapolri untuk menyelesaikan tugas penyidikan yang sedang ditanganinya hingga diajukan kepada penuntut Umum. Akan tetapi sebagai sesama penyidik dan/ atau penegak hukum yang sama sama menegakkan hukum bukankan tidak lebih baik KPK memohon kepada Kapolri untuk memperpanjang masa tugas penyidik tersebut dengan alasan menuntaskan pekerjaannya ?
Sendainyapun KPK meminta perpanjangan masa dinas ke 20 penyidik tersebut kapolri wajib memikirkan karier  ke 20 penyidik itu,dikemudian hari. Umumnya seorang petugas untuk memperoleh jenjang baik kepangkatan maupun penugasan harus melalui penempatan penempatan tertentua seperti daerah tertentu misalnya. Karenanya penugasan empat tahun sesungguhnya terlalu lama bagi seorang penyidik yang sifatnya diperbantukan. Sebab terlalu lama juga mematikan karier yang bersangkutan. Oleh karenanya  penarikan penyidik dari KPK oleh Kapolri tidak perlu dipermasalahkan termasuk KPK. Sebab masih ada 60 orang penyidik Polri  yang masih bertugas di KPK.
Jika polemik ini terus berlangsung bukan tidak mungkin penyidik-penyidik tersebut pun menjadi kurang optimal melakukan penyidikannya untuk menuntaskan perkara yang sedang ditanganinya. Oleh karenanya sekalilagi KPK legowo merelakan penyidik penyidik itu kembali ke Lembaganya untuk selanjutnya minta penggantian segera. Tidak perlu dipersoalkan..!

Read more
 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger