PENGHAPUSAN REMISI MELANGGAR HUKUM

Wacana menghapus remisi terhadap pelaku tindak pidana tertentu seperti,Korupsi, Terorisme,dan Narkoba, belakangan banyak dibicarakan, tidak saja dikalangan masyarakat yang awam hukum tetapi juga praktisi yang mestinya menegakkan hukum itu sendiri. Tindak Pidana  Korupsi, Terorisme dan Narkoba memang merupakan tindak pidana yang dapat merusak masa depan masyarakat bangsa dan negara .Kita memang sepakat bahkan seluruh elemen masyarakat menyatakan bahwa korupsi merupakan musuh bersama oleh karena  luar biasa dan karenanya penanganannya  pun harus juga luar biasa.
Penanganan  luar biasa yang dimaksud disini harus diartikan dari sisi penegakkannya ,misalnya penjatuhan hukumannya, termasuk juga dalam pembuktian dimuka Sidang.Sebab,pelaku Tindak Pidana Korupsi selalu sulit membuktikannya.Selain saksi mata mungkin tidak ada kecuali tertangkap tangan, juga harta kekayannya umumnya itu tidak atas namnyanya sendiri, boleh jadi atas nama Keluarga seperti Ipar, Mertua, dan lain yang sifatnya sulit dilacak penyidik.Itu sebabnya, Catatan, Rekaman atau mungkin juga SMS bahkan bila perlu penggunaan pembuktian terbalik perlu diterapkan.Bagian dari penanganan itulah sesungguhnya yang dimaksud dengan cara luar biasa, bukan berarti menghapuskan hak haknya sebagai terhukum sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku.
Remisi merupakan hak yang melekat bagi seseorang terhukum sesuai ketentuan   perundang undangan. Oleh karenanya perbuatan menghapus remisi bagi pelaku tindak Pidana seperti tersebut diatas, selain praktik diskriminasi tetapi juga melanggar hukum khususnya hak asasi manusia. Sebab sesungguhnyalah setiap tindakan Pidana sangat berbahaya,sekecil apapun setidaknya mengganggu kenyamanan dan ketenangan masyarakat.Karena itu pembedaan dalam hak hak yang melekat bagi diri seseorang, dapat diartikan sebagai pelanggaran Ham.
Penghukuman seseorang yang karena dinyatakan telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak Pidana oleh suatu Majelis Hakim adalah tujuan membina, bukan balas dendam. Oleh karenanya meski hukuman yang dijatuhkan itu dinilai ringan misalnya, arahnya tep dalam rangka pembinaan, agar kelak setelah menjalani hukuman itu terhukum boleh berubah dan menjadi masyarakat yang baik tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimanakah Lembaga Pemasyarakatan melakukan pembinaan terhadap para narapidana itu setelah putusan Hakim? Adakah pembinaan yang sesungguhnya dijalankan di LP? Bagaimana pula sistem penilayan yang dilakukan bagi seseorang Narapidana untuk menentukan seseorang terhukum mendapatkan remisi? .Pertanyaan menggelitik itulah sesungguhnya perlu dijawab.Sebab yang berkembang belakangan ialah pemberian remisi oleh Kementerian Hukum dan Ham selama ini berdasarkan usulan dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Padahal besarnya jum lah remisi dan mendapatkan remisi itu konon kabarnya ditentukan oleh faktor-faktor x seperti upeti dan lain sebagainya.
Banyak memang mantan narapidana bersaksi bahwa yang menyatakan bahwa permainan suap menyuap itu merupakan hal umum di LP untuk mendapatkan remisi.Tidak Cuma itu tetapi juga menyewakan Kamar,bak seperti Hotel Berbintang lima. Mungkin juga kesaksian tidak seluruhnya benar, akan tetapi memang bentuk bentuk permainan yang disebutkan diatas sudah menjadi rahasia umum.Karenanya bukan tidak mungkin Narapidana tindak Pidana Korupsi yang nota bene mempunyai simpanan banyak hasil korupsnya dapat berbuat banyak untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Contohnya saja, Artalita, terhukum penyuap Jaksa Urip Trigunawan, selain bebasnya di LP Pondok Bambu, juga mendapat fasilitas luar biasa layaknya Hotel berbintang.Hal itu boleh terjadi karena pembiayaan yangv memadai.Nah pertanyaannya, bagaimana seorang anak petani yang tidak mampu memberikan sebungkus rokok kepada oknum Petugas Sipir? Apakah dia harus dibenam bertahun tahun tidak mendapatkan remisi karena tidak ada kemampuan dari sisi finacial  sementar dia memang berkelakuan baik? Itulah masalah besar yang menimbulkan diskriminasi yang dapat  memicu dendam akibat kekecewaan yang tidak mendapatkan rasa keadilan.
Boleh jadi memang pendapat yang menyatakan tidak ada pembinaan yang sesungguhnya terhadap Narapidana di Indonesia.Pembinaan yang mereka terima selama ini adalah sekedar tanpa diarahkan untuk pekerjaan tertentu misalnya. Selain itu juga kurangnya perhatian terhadap seorang terpidana yang karena terbawa bawa, Kambuhan, atau juga terjebak sehingga terkena pidana.Sangat jauh beda dengan seorang preman yang sehari harinya berprofesi sebagai pencuri atau lain yang dibuat menjadi mata pencahariannya.Selain kurangnya fasilitas ruang tahanan, tetapi yang perlu dipikirkan adalah memisahkan tahanan dengan jenis kejahatannya, misalnya penjahat kambuhan dan atau pemula,seyogyanya dapat dipisahkan dengan narapaidana yang sudah menjadi profesinya.Sebab seringkali kita temukan, seorang karena terjebak misalnya, atau terpaksa, dan atau lain perkataan yang baru saja melakukan pidana, akan semakin mahir dan sulit untuk kembali sebagai masyarakat yang baik dengan pelajaran yang didapat dalam Tahanan.
Akibat kursus selama menjalani hukuman tertentu dalam Lembaga Pemasyarakatan itulah mereka, sering pula kita melihat, seseorang yang baru saja keluar dari LP satu atau dua minggu kemudian melakukan tindak pidana dan tertangkap.Pada saat sidang, Hakim pun bertanya, kenapa melakukan tindak pidana padahal baru dua Minggu keluar dari LP?.Jawabannya hendak mencoba untuk membuktikan Ilmu yang didapat di LP misalnya bagaimana membongkar Gembok dengan biji Korek api,atau menggunting Rantai dengan singkat dan lain sebagainya.Sesungguhnya ia tidak berniat lagi, akan tetapi ingin bukti iapun mencobanya, namun belum berhasil telah tertangkap.
Akibatnya, pelaku-pelaku kriminal Republik ini tidak berkurang bahkan semakin bertambah banyak.Karenanya wajar saja setiap Lembaga Pemasyarakat di Indonesia saat ini sudah sangat jauh melebihi kapasitas. Kelebihan daya tampung itu telah juga dikeluhkan Menteri Hukum dan Ham lima tahun lalu, bukan lagi hasil temuan Wakil Menteri Hukum dan Ham pekan lalu di Salemba.Akan tetapi sudah menjadi keluhan lama dari Kementerian Hukum dan Ham.
Pertanyaannya sekarang,apakah konsep Kementerian Hukum dan Ham di dalam menanggulangi masalah ini? Akankah membangun Lembaga Pemasyarakat hingga duakali lipat dari yang ada sekarang sehingga mampu menampung tahanan yang kian hari kian bertambah? Jika jawabannya ia, darimanakah anggaran sebesar itu ?. Perlu dikaji mendalam memang, tidak hanya membangun pisik tetapi sangat penting dan perlu memikirkan pembangunan nonfisik, yaitu pembinaan yang sesungguhnya bagi narapidana yang apabila dia usai menjalani hukumannya akan kembali kemasyarakat dengan jiwa yang baik.
Banyak pendapat yang berkembang menyatakan bahwa narapidana yang menjalani hukuman di suatu LP di Indonesia bagai seorang manusia yang tidak diperhatikan.Alhasil pembinaan yang diharapkan tidak tercapai karena petugas melakukan pembiaran tanpa pembinaan.Yang penting bagi petugas, narapaidana itu tidak lari, tidak ribut, hendak mengerjakan apapun silahkan bahkan banyak yang kita dengar  difasilitasi oleh okunm, misalnya HP,menyewakan HP dan lain sebagainya. Dengan demikian tidak heran jika ternyata transaksi Narkoba dilakukan oleh seseorang dari dalam Lembaga Pemasyarakat Cipinang.Jika saja tegas, tidak ikut nimbrung mencari keuntungan maka  peristiwa keji dan memalukan itu  pun tidak akan ada. Akan tetapi oleh karena pembiaran itu dilakukan bahkan disponsori maka, selain penjahat yang bertambah menekan angka kejahatan itu semakin sulit bagi penegak hukum.
Memperhatikan kondisi saat ini, disamping model pembinaannya memang kurang, bahkan menciptakan birokrasi dan meningkatkan rasa pilih kasih yang mengakibatkan seseorang misalnya di LP tidak berkemampuan dari sisi materi, padahal ia berikat baik dan berkelakuan baik, tetapi tidak dapat remisi.Sementara seorang yang nyata dan jelas tidak berkelakuan baik, dapat remisi.Remisi yang diterimanya itu pun lumayan, akibatnya dendam simiskin semakin menjadi jadi bahkan dendam yang memuncak  bukan berarti kepada Petugasnya tetapi menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang demi setoran agar dapat remisi atau keterangan berkelakuan baik.
Perlukah masukan dari narapidana itu sendiri sebagai bahan masukan untuk mengetahui kondisi dan yang berkelakuan baik ? boleh juga dipikirkan sebagai bahan  pembanding apakah benar Kepala LP m,engajukan seseorang karena sesuatu atau riil karena berkelakuan baik. Namun tidak kalah pentingnya tolok ukur kelakuan baik itu sangat penting.Sebab menurut penuturan narapidana, kecuali preman yang sudah profesinya, umumnya tidak ada yang ribut, tetapi tulus menjalani hukumannya dalam blok atau ruang yang ditentukan.
Dengan demikian maka dengan metode lain yang konfensional perlu dilakukan untuk pengawasan dalam menentukan niklai berkelakuan baik. Dengan cara itu siapapun narapidana atau terhukum merasa mendapat keadilan yang sama. Dengan demikian maka, meski Terorisme,Korupsi dan Narpemberian remisi ini harus benar benar selektif dan ketat, yang prinsipnya tetap berlaku bagi koba, tidaklah penting dihapuskan remisi karena itu perbuatan melanggar hukum.
Sebagaimana disinggung diatas, perlu mempertinggi pengawasan sehingga terhindar, kesan pemberian fasilitas dan lain terhadap narapidana yang dirasa kurang adil itu oleh karena faktor faktor x misalnya upeti yang banyak dari pelaku tindak Pidana korupsi kepada Oknum petugas.Akibat besarnya upeti itulah , Kepala LP tertentu mengajukan remisi yang lumayan banyak bahkan mengajukan pembebasan bersyarat. Itulah yang berbahaya yang perlu diawasi ketat dan terbuka sehingga masyarakat pun diberi kesempatan turut menilai siapa sesungguhnya yang beritikad baik.

comment 2 komentar:

The Geeks on 12 Agustus 2012 pukul 22.13 mengatakan...

saya mahasiswa dari Jurusan Hukum
Artikel yang sangat menarik, bisa buat referensi ni ..
terimakasih ya infonya :)

Bungaran Sitanggang SH.,MH mengatakan...

Terimaksih kembali, kita boleh berbagi tentang pandangan politik hukum dan kemasyarakatan.

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger