SISTEM RENTUT JAKSA KURANG PROFESIONAL


Jaksa merupakan penuntut dalam suatu perkara tindak pidana. Selain penuntut juga  bertindak sebagai kuasa  Negara dalam suatu perkara Tata Usaha Negara .Oleh karena luas cakupan khususnya menyangkut nasib seseorang yang dihadapkan ke muka sidang misalnya  perlu berbenah dan mereformasi system penuntutannya menuju profesionalisme selaku penuntut dalam perkara Pidana.Profesionlisme Jaksa sangat dituntut untuk bertindak adil dan menghormati hak hak asasi manusia serta memperhatikan keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Demikian sepenggal dalam undang undang tentang kejaksaan Republik Indonesia.
Rencana tuntutan dalam suatu tindak pidana,umumnya dari Jaksa yang bersidang.Artinya Jaksa Penuntut umum yang mengikuti jalannya persidangan  memahami seluruh fakta yang terungkap.Berdasarkan fakta itulah ia merencanakan tuntutannya.Masalahnya Jaksa bersangkutan wajib mengajukan rencana tuntutannya itu terhadap atasannya. Jaksa penuntut Umum yang mengetahui dan melihat kenyataan dalam sidang saat mengajukan rencana tuntutan boleh saja tidak sesuai dengan keinginan atasannya yang akan menetukan final atas tuntutan yang akan dibacakan pada sidang berikut.
Misalnya saja, Jaksa hendak menuntut seseorang 8 tahun .Rencana tuntutan itu diajukan tentu atas pertimbangan sesuai fakta dan kenyataan dalam sidang.Akan tetapi, Pimpinan dan atau atasan Jaksa bersangkutan, boleh juga mengurangi, atau menambah sekaligus. Contohnya Kasus Willyam Dumoli Nainggolan, yang didakwa telah melakukan pembunuhan terhadap korban Lina, April 2010.Jaksa Rwuando menujukkan rencana tuntutannya 8 tahun, namun kasi pidumnya menambah 4 tahun menjadi 12, dan Kajari Tangerang menambah lagi 2 tahun jadinya 14 tahun.
Pertanyaannya, bagaimanakah atas jaksa bersangkutan menetukan berat ringannya suatu tuntutan terhadap seseorang terdakwa yang disangka melakukan suatu tindak pidana, sementara yang bersidang itu adalah Jaksa Penuntut Umum? Sejauh mana Kepala Kejaksaan Negeri misalnya dapat menganalisa suatu bukti dan atau fakta yang terungkap dalam sidang dia tidak pernah bersidang ? Apakah tidak sebaiknya Jaksa yang mengajukan Rentutnya itu kurang dapat dipercaya sehingga keputusan harus menunggu persetujuan atasannya? Dan kapan Jaksa bersangkutan menjadi Jaksa yang profesional dalam menegakkan hukum bila harus menunggu kuputusan dari atasannya manakala ia hendak membacakan tuntutan ? beberapa pertanyaan diatas perlu direnungkan menuju jaksa yang profesional kedepan
Renacana tuntutan Jaksa Cirus Sinaga terhadap Gayus P Tambunan misalnya,terungkap ada dua yakni yang yang satu menyatakan tuntutan satu tahun penjara dan satu lagi satu tahun percobaan.Terlepas mana yang benar dari kedua rencana tuntutan ini tetapi yang pasti, menyeret Sirus Sinaga menjadi seorang pesakitan dihadapn Mabes Polri. Meski Kejaksaan kini mengmebalikan berkasnya ke Penyidik dengan alasan beberapa penyempurnaan. Namun yang pasti terbukti atau  tidak kasus ini menjadi  buah bibir dimasyarakat dan membuat masyarakat kita semakin menipis kepercayaannya terhadap Kejaksaan.
Belum lagi Gayus P Tambunan mengissukan, kasus Cirus sinaga banyak tahu tentang Pidananya Anta Sari, terhukum dalam kasus pembunuhan, dan kini m,engajukan PK dengan berita menghebohkan itu. Dari masalah Gayus banyak terungkap masalah mafia, hukum, Mafia kasus, sayangnya belum semuanya terungkap oleh Penyidik. Mungkin menunggu persidangan Gayus berikutnya? Kurang jelas. Akan tetapi informasinya, kasus Gayus segera akan maju ke muka sidang.
Mencermati rentut yang bermasalah diatas, dapat dijadikan sebagai bahan pemikiran memperbaiki system penuntutan kedepan. Sebabnya sesungguhnya rencana tuntutan yang harus dilakukan oleh tingkat lebih atas terhadap suatu perkara yang sedang disidangkan kurang mendidik,bahkan kurang adil.Alasannya, seorang Jaksa Penuntut umum yang bersidang di muka sidang, dia sendirilah yang tahu précis tentang keadaan dalam persidangan. Mungkin Jaksa bersangkutan setiap kali sidang memberikan laporan kepada atasannya. Akan tetapi sejauh mana laporan itu dilakukan yang bersangkutan untuk melaporkan keadaan? Melainkan hanya fakta yang belakangan ini sudah jarang terdengar keberanian Jaksa menuntut bebas seorang terdakwa.
Mencermati pertanyaan diatas memang mungkin  menggelitik oleh karena  suatu tuntutan pidana, sesungguhnya hanya berdasarkan bukti bukti yang kuat dan sah. Selain itu dasar pengajuan seorang Jaksa misalnya mengajukan tuntutan tentu sesuai dengan keadaan dan  fakta yang terungkap dalam persidangan, tetapi yang terjadi boleh dua.Pertama,tuntutan diajukann Jaksa penuntut umum boleh misalnya 10 tahun, berdasarkan fakta dalam sidang ia merasa cukuplah dengan sepuluh tahun tersebut, tetapi begitu sampai kepada pimpinannya contoh Kejaksaan Agung atau mungkin di Kejaksaan Negeri Kajarinya, dibuat menjadi 5 tahun.Tetapi sebaliknya Jaksa penuntut Umum mengajukan rencana tuntutannya, 8 tahun tetapi begitu dimintakan persetujuaan dari Kajari misalnya, ditambah menjadi 14 tahun sebagaimana kasus diatas. Lalau kapan menjadi profesional? Bagaimanakah rasa keadilan dapat ditegakkan.?


comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger