DEBT COLLECTOR SUBURKAN PREMAN


Debt Collector di Indonesia sejak Orde Baru telah banyak diperbincangkan oleh kalangan masyarakat luas.Pasalnya karena ulah mereka umumnya memaksa, mengancam,teror dan lain sebagainya untuk menciptakan rasa ketakutan pada orang yang hendak ditagihnya. Alhasil banyak memang dengan keadaan terpaksa,atau main kucing -kucingan untuk menghindari Debt Collector tersebut.
Tidak jarang seorang sitertagih harus meninggalkan keluarganya mengungsi ketempat lain hanya karena ketakutan diteror terus menerus. Tidak sungkan sungkan, sepenagih umumnya tidak hanya menghubungi siberhutang, akan tetapi juga, Isteri bilamana siberhutang itu suami, suami apabila si Isteri yang berhutang, bahkan hingga menyelidiki ke Sekolah Anaknya siberhutang itu mereka tidak peduli .Anak yang tidak tahu menahu itu pun dipermalukan, diomongin dan macam macam teknik lainnya yang sekedar mempermalukan si Anak.
Masalah Debt Collector ini sesungguhnya telah banyak memakan korban sejak orde baru yang seolah dibiarkan sedemikian berkembang.Maklum ketika itu, preman-preman pun dipaki oknum pejabat tertentu untuk kepentingan kelompoknya. Akibatkanya, para Debt Collector itu tumbuh dan berkembang bagaikan jamur dimusim hujan. Mereka tidak saja dipakai oleh Perbankan, tetapi juga Leasing, termasuk perorangan yang mempunyai suatu tagihan dan atau urusan kepada pihak lain.
Para pelaku Penagih-penagih itu, seakan terlindung selama berpuluh puluh tahun lamanya.Yaitu tadi oleh karena ada pihak pihak tertentu juga mengelolanya,alasannya pembinaan. Mereka mulai diperbincangkan tatkala seorang Pengusaha Besar misalnya, atau seseorang yang dekat dengan kekuasaan, maka ulah para Debt Collector itu baru dibicarakan sebagai telah meresahkan.
Almarhum Johnny Sembiring misalnya, terkenal sebagai Debt Collector ulung yang tidak pernah gagal menagih seseorang.Siapapun dia, dan statusnya termasuk juga yang paling dekat dengan kekuasaan, baginya, harus berhasil bila tidak,? dengan berbagai modus dan cara-cara meneror pun akan diolakukan.Pendek kata, harus dapat.
Itu mungkin sebabnya, dalam Undang Undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat khususnya Bab XI pasal 31 yang menyatakan “ setiap orang yang sengaja menjalankan profesi Advokat dan bertindak seolah olah sebagai Advokat,tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang Undang ini, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh jta rupiah)
Ketentuan tersebut sesungguhnya sudah mampu meminimais Debt Collector oleh karena mereka tidak berhak menerima dan menjalankan kekuasaan yang seharusnya untuk advokat. Namun saying, ketentuan itu dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi.Alasannya ialah karena setiap orang berhak memberikan kuasa kepada siapapun juga yang diyakini dan dipercaya memegang kuasa tersebut.
Penerima dan pemberi memang merupakan hak setiap orang. Namun demi ketertiban dalam pelaksanaannya sesungguhnya ketentuan dalam pasal itu harus dipertahankan. Oleh karena Pasal tersebut telah dibatalkan maka, sedemikian bebasnya seseorang yang tidak berprofesi Advokat pun dapat mewakili seseorang untuk menjalankan kekuasaan,itu dimuka sidang maupun di luar persidangan.
Akibat kebebasan tanpa aturan inilah mengakibatkan para Debt Collector yang selama ini kita tahu bertindak brutal, mengancam bahkan belakangan menelan korban din City Bank menjadi masalah nasional. Padahal sejak lama telah diketahui, petugas yang dilapori seseorang yang merasa terganggu melaporkan peristiwa itu pun tidak dapat berbuat.alasanya karena mereka datang bertamu, hanya menagih, belum ada tindakan yang membahayakan, itulah selalu dari petugas polisi manakala dilaporkan hal seperti itu.
Terkesan memang, setiap ancaman, atau percobaan, si petugas selalu mengatakan kita akan pantau, tetapi bila sangat mencurigakan hubungi kami. Artinya setelah ada bahaya yang nyata barulah ada tindakan.Demikian juga masalah Debt Collector setelah menelan korban baru diangkat menjadi masalah nasional.
Demi tertibnya hukum, serta kenyamana dan keamanan masyarakat, sebaiknya dibuat suatu ketentuan sebagai payung hukumnya. Dan atau dengan Undang Undang agar tidak semua pihak dapat menjalankan kuasa kecuali yang berprofesi khusus untuk itu. 

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger