POLEMIK IJIN PEMERIKSAAN PEJABAT NEGARA SIAPA YANG SALAH


Perbedaan pendapat merupakan hal umum dan biasa di dalam alam demokrasi.Karena perbedaan pendapat itu suatu hak yang harus dihargai oleh masing masing. Namun bilamana perbedaan itu menyangkut data tertentu di kalangan pejabat Negara? Inilah menjadi masalah.
Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengungkapkan, pihaknya telah mengajukan 61 permohonan ijin pemeriksaan terhadap pejabat Negara kepada Presiden.Namun sejauh ini belum turun. Dipo Alam, sekretaris Kabinet menampiknya.Dipo mengaku  baru memorores sejumlah 28 ijin selama dia menjabat sebagai Sekrtaris Kabinet  Indonesia bersatu II.Selain itu tidak ada baik dari Kejaksaan maupun dari kepolisian . Sementara Sekretairs Negara ,Sudi Silalahi, mengaku dari 61 yang dimohonkan ijin tersebut masih diproses di secretaries Kabinet tidak ada di meja presiden.
Dari penjelasan Menteri Sekretaris Negara itu berarti benar dari 61 ijin yang diajukan Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk memeriksa pejabat kepala Daerah yang diduga terlibat hukum benar adanya.Masalahnya apakah benar disekretaris Kabinet atau dimana inilah masalahnya. Sebab, yaitu tadi, Menseskab mengaku baru memorores 28 semala dia menjabat Menseskab.Kejaksaan mengaku sudah 61 permohonan ijin, dan Menteri Sekretaris Negara mengaku dari 61 ijin yang dimohonkan masih diproses di Menseskab.
Polemik ini sesungguhnya tidak perlu terjadi bilamana Kejaksaan Agung menggunakan haknya selaku penyidik sesuai aturan yang ada. Boleh jadi memang, Kejagung ewuh pakewuh dalam hal ijin ini.Sebab Kejaksaan Agung berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Oleh karenanya meski sesungguhnya Kejagung dapat melakukan pemanggilan sekaligus pemeriksaan terhadap oknum Kepala Daerah yang terlibat hukum setelah 60 (enam puluh ) hari terhitung sejak permohonanya, tetapi untuk melaksanakan itu mungkin rasanya kurang berani atau mungkin juga ewuh pakewuh terhadap atasannya.
Akibat ewuh pakewuh ini mungkin, muncullah polemik antar pejabat yang tidak sepatutnya terjadi. Siapakah yang salah dalam permasalahan ini,tidak ada yang menjawab pasti.Tetapi dipandang dari sisi kepastian hukum,Kejaksaan selaku penyidik yang memohon ijin setelah  lewatnya waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan, tetapi juga masih belum melakukan tindakan hukum , bolehlah dikatakan kejagung hanya mengakui ijin tertulis dari Presiden tanpa mau menggunakan payung hukum lain yang ada.
Dalam ketentuan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP) yang merupakan karya Agung Republik Indonesia yang kita banggakan selama ini,sesungguhnya  secara tegas menyatakan bahwa setiap orang yang disangka telah melakukan suatu pidana berhak untuk segera mungkin di periksa dan diadili untuk kepastian hukumnya. Hal itu sesuai dengan asas pemeriksaan yang cepat dan biaya ringan 28 tahun suduah usia dari KUHAP itu tetapi masih banyak ditemui dilapangan yang belum secara sungguh sungguh melakukannya secara konsekuen. Sebut saja misalnya ditingkat penyidik Polri, sering kali perkara-perkara yang ringan sekalipun penanganannya berlama lama bahkan seperti dibiarkan saja menunggu saksi pelapor untuk hadir mendesak perkara tersebut.
Pandangan seperti diatas seringkali terdengar dimasyarakat luas. Karenanya terkadang ada dikalangan masyarakat yang menyatakan bahwa tidak perlu melapor kepa Polisi, alasannya, laporan kehilangan kambing misalnya, tetapi menjadi membengkak kerugian menjadi sapi. Pendapat itu hingga kini masih banyak terdengar, yang walapun sesungguhnya, Penyidik Polri kita belakangan telah membuat hutang perkara bilamana ternyata suatu perkara tertentu yang ditanganinya belum sampai ke Pengadilan. Hal ini juga dibuktikan melalui Laporan Pemeberitahuan Perkembangan Hasil Pemeriksaan, yang merupakan wujud nyata keterbukaan Kepolisian di dalam memberitahukan dan menjelaskan hal hal yang sudah dijalankan dan kesulitan tertentu yang dialaminya. Oleh karenanya, pandangan yang skeptic diatas tidak sepunuhnya benar.
Oleh karenanya, jika Kejaksaan menggunakan ketentuan tentang pemeriksaan terhadap oknum pejabat Negara dan atau oknum kepala Daerah yang diduga terlibat masalah hukum setelah lewat waktu 60 hari dari permohonan, maka polemik ini tidak akan terjadi.Nah, demi kepastian hukum dan keadilan Kejagung dapat melakukan pemeriksaan itu tanpa ijin Presiden sesuai ketentuan yang berlaku. Semoga .!

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger