POLITIK ITU INDAH ?


Bermain dalam  politik seringkali  diartikan oleh masyarakat banyak sebagai suatu permainan  yang kotor dan,keji .Penilayan seperti itu kerap kali  kita dengar belakangan baik melalui media maupun suara suara yang menyatakan politik dagang sapi,bagi bagi kekuasaan bahkan penilayan lebih mementingkan kelompoknya daripada kepentingan rakyat banyak sebagai konstituennya.
Sesungguhnya politik itu adalah sangat Indah dan mulia jika ditinjau dari sisi ilmunya.Sebab Ilmu politik tidak lain adalah mempelajari dan atau meneliti maksud dan tujuan suatu Negara dan bagaimana Negara itu melindungi rakyatnya.Oleh karena objek penelitiannya kepada Negara tentu bertujuan untuk kepentingan  sebesar besarnya untuk masyarakat warganya.Dengan demikian maka  politik itu sungguh sangat indah dan mulia bukan.
Politik kita di di Indonesia,sebut saja misalnya Sekretariat Gabungan yang kita kenal dan kita ketahui dibangun Presiden SBY itu tujuannya untuk membangun kebersamaan di dalam melaksanakan program pemerintah untuk mensejahterakan rakyat . Walapun sesungguhnya metode koalisi ini baru kita dengar belakangan tetapi dapat kita artikan bahwa tujuannya baik memperkuat dukungan terhadap program pemerintah untuk membangun dan mensejahterakan rakyat. Akan tetapi jikalau tujuannya itu dialihkan hanya untuk menangkal permintaan tuntutan tertentu dalam hal tertentu misalnya hak angket, yang memang benar benar dibutuhkan demi mengukap suatu kebenaran itulah mungkin yang kurang disetujui masyarakat.
Sebabnya, mengungkap suatu masalah tertentu yang apalagi didalamnya diduga keterlibatan oknum pejabat bahkan penguasa lainnya, tentu demi hukum dan kebenaran  sangat dinantikan masyarakat melaluo tekanan politik.Ada anggapan tanpa hak angket dinilai kurang karena Pansus dalam Century hingga kini masih tarsus menggantung belum ada kepastian. Masalahnya memang, banyak pihak juga mengartikan angket ini akan diarahkan kepada pemakzulan yang walapun sesungguhnya sangat sulit dilaksanakan oleh karena berbagai hal harus ditempuh oleh DPR RI.
Namun lepas dari itu meski tidak dikenal dalam perpolitikan kita tentang koalisi Partai pendukung pemerintahan, mungkin dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan hingga 2014 dan juga memberi jaminan terhadap Investor barangkali tidak salah jika Pemerintahan SBY merangkul 75 % suara di DPR sebagai koalisinya.
Masalahnya kini , Koalisi pendukung pemerintahyan SBY-Boediyono hanya sebatas dukungan terhadap pemerintahan yang tidak termasuk dalam koalisi Dewan.Karena itu dukungan tetap hingga 2014 tetapi perbedaan dan atau mengkritisi tidak tertutup btetap harus dilakukan. Sikap anggota Partai koalisi yang menyatakan mengkritisi tetap berjalan sungguh baik dan sewajarnya, beda dengan Partai pemerintah yang merasa ketakutan jika terjadi kritikan itu, bahkan jika hal itu diarahkan kepada angket seperti belum lama ini terjadi.
Dalam tatanan perpolitikan di Indonesia misalnya,dinyatakan seorang dari Partai tertentu, setelah duduk di Dewan Perwakilan Rakyat,tentu idealnya tidak lagi untuk partainya, akan tetapi adalah untuk masyarakat banyak. Dalam ketentuan dan kelajimannya memang, ya.Tetapi dalam praktik? Tentu tidak dapat hal itu dijamin, sebab ya itu tadi, kepentingan kelompok masih jauh lebih penting dibanding masyarakat.Sikap itulah yang berkembang di tengah tengah masyarakat, mengakibatkan muncul pertanyaan , masyarakat mana ? demikian sering kita dengar manakala terjadi suatu hal yang tarik menarik untuk kepentingan masyarakat luas.
Pertanyaan seperti itu muncul karena memang seringkali para poltisisi kita tidak secara sungguh sungguh melakukan sesuatu untuk kepentingan rakyat, akan tetapi seringkali hanya untuk meningkatkan posisi tawar,akibatnya masyarakat pun apatis setiap DPR melontarkan ide tertentu.
Sebut saja misalnya masalah rencana perombakan Kabinet Indonesia bersatu ,mencuat sebagai akibat lonjongnya suara koalisi pendukung pemerintah tatkala pada pemungutan suara menetukan hak angket tentang perpajakan.Lepas koalisi pendukung pemerintah yang memenangkan penolakan itu, tetapi yang pasti membuat kita jadi bertanya Tanya.Apakah anggota koalisi itu harus juga mengorbankan idealismenya terhadap rakyat kerena koalisi? Ataukah sengaja melakukan pembiaran carut marutnya yang tidak perlulagi melakukan sesuatu demi kebenaran dan kesejahteraan hanya karena takut atas kedudukan?
Sering tersdengar dari suaru peserta koalisi selama ini, bahwa sesungguhnya anggota koalisi pendukung pemerintah bukan tidak mengkritisi pemerintah.Koalisi dibangun adalah untuk mendukung pemerintahan Presiden SBY tetapi bukan untuk legislative.Karenanya anggota koalisi bukan tidak mungkin berbeda pendapat.
Menikapi situasi kala itu SBY nampaknya sangat tersinggung, karena tidak diduga hal itu akan terjadi.Untung saja menang jika tidak apa yang terjadi? Belum terjawab, apakah hanya sekedar mempertinggi nilai tawar, atau memang sungguh untuk mengungkap masalah itu hingga mendapat kepastian hukum, semuanya tidak lagi ada jawaban yang pasti. Sebabnya, karena hak angket itu telah kandas ditangan para anggota koalisi pendukung Pemerintahan SBY.
Mengikuti perpolitikan di Indonesia indah memang, namun terkadang amat sangat menjengkelkan.Indah karena tidak saja dapat mengubah suatu kebijakan bahkan membelokkan kebenaran pada pandangan lain, tetapi juga dapat dengan mudah berkelit bilaman sasarannya itu belum terwujud. Sebut saja misalnya PDIP.Melalui Ketua Umumnya Megawati Soekarno Putri di Jawa Tengah dihadapan puluhan ribu kader PDIP, Megawati mengatakan , tertutup pintu untuk koalisi dengan pemerintahan SBY.Hal ini dinyatakan Ibu Mega, setelah Presiden SBY memutuskan tidak ada pergantian dan atau perombakan Kabinet bersatu II dalam waktu yang singkat. Seandainya hal itu ada bukan berarti akibat dari balelonya anggota koalisi pendukung Pemerintah,tetapi semata berdasarkan  hasil evaluasi Kabinet yang terus dipantau kata sekretaris Negara Sudi Silalahi  kepada wartawan.
Megawati memang, mengakui, bahwa Ketua MPR RI Taufik Kiemas yang juga Ketua Dewan Pembina PDIP dan Puan Maharani, diakunya telah ketemu SBY .Akan tetapi selaku ketua Umum, akunya sebagaimana dilansir Media Indonesia 18 Maret 2011 dia sama sekali tidak tahu menahu.Tentang pertemuan hal biasa bukan berarti PDIP mau berkoalisi.”katakanlah Taufik dan Puan pergi menemui SBY ia mengaku tahu.Pertanyaannya kini, kenapa bukan saat itu Megawati secara tegas mengatakan tidak ada kompromi untuk koalisi ? kenapa setelah diputuskan bahwa perombakan Kabinet tidak ada baru Megawati mengatakan tertutup pintu untuk koalisi ? inilah indahnya politik.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger