REKRUITMEN CALON KEPALA DAERAH ADU UANG?


Penentuan bakal  Calon Kepala Daerah, baik Cagub,Cabub,atau Cawalkot di beberapa Daerah Indonesia seringkali ditentukan oleh faktor-fakter tertentu bahkan tidak jarang beraroma money ploitick.Tawar menawar, bahak n seperti tender dari seseorang pun kerap terjadi dan dianggap sah-sah saja sebagai ongkos politik.Akibatnya sangat jarang suatu Partai di Indonesia meminang seseorang yang dinilai akuntabel, untuk dijadikan sebagai calon yang akan diusubngnya tetapi dominan seorang bakal Calon itulah yang berusaha melakjkan pendekatan terhadap Partai tertentu agar mengusungnya menjadi bakal calon.
Sistem yang berkembang sebagaimana disebutkan diatas  itu sesungguhnya tidak dimaksudkan partai .Oleh karena pembentukan suatu partai sejatinya adalah wadah pengkaderan untuk menentukan pemimpin yang berkualitas,akuntabel dan prorakyat.Bukan karena banyaknya pembiayaan kepada Partai, tetapi kemampuan untuk membangun guna mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.dana,Indonesia dari Partai   dinilai tidak melalui proses politik yang sesungguhnya untuk
Ide luhur yang terkandung itu sudah tidak lagi dilaksanakan oleh karena kepentingan sesaat jauh lebih menonjol dibanding kepentingan rakyat dan pembangunan daerah itu.Akibatnya biaya yang akan dikeluarkan seorang Calon tertentu pun menjadi tinggi.Dapat diduga jika seseorang calon berhasil kelak  merebut kedudukan tersebut , maka dapat diduga pula bahwa  yang akan dilakukan adalah berusaha untuk mengembalikan modal yang telah dogelontorkan mengambil jabatan tersebut,katakanlah misalnya bayar hutang.Dengan demikian maka, tidak heran,jikalau cukup lumayan banyak kepala- kepala Daerah  yang tersangkut kasus Kolusi,Korupsi,dan Nepotisme baik yang sudah mendapat hukuman melalui Pengadilan maupun yang sedang dalam penyelidikan maupun tingkat penyidikan.
Akibat sistem rekruitmen calon Kepala Daerah belakang dalam menentukan bakal calon yang diusungnya tanpa proses sebagaimana diharapkan tidak jarang kita dengar kegagalan suatu daerah tertentu dalam membangunan dan ,meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Kabupaten Samosir misalnya, tahun 2005 angka kemiskinan disini sebesar, 24,5 dan tahun 2009 meningkat menjadi 27,5 persen.Selain dari peningkatan angka kemiskinan ini juga penonjolan nepotisme pun dinilai semakin kental bagaikan  tidak ada aturan yang harus diturut untuk  menempatkan seorang untuk menjadi pejabat yang akuntabel, tetapi lebih pada penilayan kedekatan pribadi dan kekeluargaan.
PEMILIHAN LANGSUNG BELUM SIAP
Pemilihan langsung ini sesungguhnya adalah wujud kedaulatan rakyat sebagaimana diamanatkan Undang Undang. Kedaulatan rakyat yang sebelum otonomi daerah yang kita kenal ialah  kedaulatan yang dilaksanakan melalui perwakilan. Kini rakyatlah yang menetukan masa depannya melalui penetapan pemimpinnya.Itikad baik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama Pemerintah membuat  Undang Undang itu guna  mewujudkan kedaulatan rakyat  yang sesungguhnya  harus diapresiasi.Masalahnya sekarang kurang diperhatikan kesiapan rakyat Indonesia untuk melaksanakan haknya  itu atau belum ada evaluasi dari pelaksanaan selama ini.
Dengan berbagai masalah yang muncul, spserti belakangan yang terjadi di Papua misalnya, telah memakan korban jiwa .Hal itu terjadi  karena pendukung salah satu calon yang sebelumnya telah didukung ditingkat DPC ternyata tiba tiba muncul dukungan dari DPP kepada pihak lain yang berakibat  Calon bersangkutan menjadi gugur. Pendukungnya pun marah, kemarahannya tentu selain menilai KPUD kurang tegas menjalankan aturan, juga kekecewaan yang luar biasa oleh karena calon yang didukungnya itu menjadi gugur, sementara apa yang telah dilakukan selama berbulan bulan mental begitu saja bukan karena kekalahan dari rakyat. Siapapun tentu merasa dipermainkan dan tentunya, Partai bersangkutan kurang memperhitungkan resiko dan akibat yang akan ditimbulkan keputusannya. Nah terhadap Partai yang kurang memperhatikan akibat yang ditimbulkan mestinya dapat dikenai sangsi, atau setidak tidaknya dapat dimintakan pertanggung jawabannya sebagai pemimpin partai.
Lepas dari tanggung jawab, mestinya KPUD harus tegas terhadap aturan yang berlaku.Sehingga tidak dituduh turut memperkeruh suasana. Menurut ketentuan perundang undangan sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang otonomi Daerah, DPC dari suatu Partailah yang megajukan calon atau gabungan partai yang ditandatangani, Ketua dan Sekretaris DPC. Bilmana ada surat dari DPP maka KPUD wajib untuk melakukan klarifikasi. Sesungguhnya jika KPUD tegas dan tidak terkontaminisasi perasaan misalnya dia dapat menolak surat Keputusan DPP parati itu dan tetap menetapkan calon yang sudah pernah diajukan oleh DPC-nya.
Nah, jika ketegasan sebagaimana diamanatkan ketentuan perundang undangan itu dilaksanakan KPUD maka, peristiwa di Papua itu pun tidak akan terjadi. Tetapi bukan tidak mungkin memang DPP dengan kekuasaannya memaksa DPC menadatangani usulan DPP diluar dari yang didukung DPC.Teta;pi hal itu wajib bagi KPUD melakukan klafifikasi demi menjaga ketertiban dan ketenteraman..
Untuk menghindari masalah masalah yang timbul bahkan bentrokan fisik pada setiap pemilukada, sebaiknya kita berpikir ulang untuk mengembalikan pemilihan Kepala Daerah ini melalui DPRD sebagaimana sebelumnya. Konsep pengembalian melalui DPRD ini memang diakui bukan merupakan ide yang populer akan tetapi demi meminimais masalah horizontal di Daerah dan mengurangi biaya –biaya tinggi yang ujung ujungnya berkonotasi money politick yang tidak mendidik bagi masyarakat sangat perlu dievaluasi sistem pemilihan langsung ini untuk kemudian dikembalikan kepada DPRD untuk memilihnya.
Dengan mengembalikan kepada sistem lama maka kesan penetuan bakan calon tidak lagi bahasa membeli partai atau adu uang tetapi paling tidak mengurangi biaya yang akan dikeluyarkan oleh setiap peserta atau calon yang beritikad baik.Mari berpikir jernih,semoga.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger