NILAI KELULUSAN CALON HAKIM AGUNG KY TIDAK ADA TEROBOSAN


 Komisi Yudisial hanya mampu menetapkan 18 orang  Calon Hakim Agung dari 43 Calon  yang lolos seleksi akhir . Oleh karena itu maka , sejumlah 10 Hakim Agung yang dibutuhkan Mahkamah Agung Republik Indonesia akan tidak terpenuhi. Sebab, dari 18 yang akan dikirim KY ke DPR RI untuk mengikuti Fit profer tes ,hanya akan meluluskan sebanyak  6 orang  sesuai ketentuan perundang undangan. Dengan demikian maka Komisi Yudisial sesegera mungkin akan membukalagi  pendaftaran guna menetapkan 4 orang calon hakim Agung  untuk memenuhi kebutuhan dan atau  permintaan Mahkamah Agung.
Dari 43 orang Calon yang mengikuti seleksi akhir yang dilakukan Komisi Yudisial,  hanya 18 orang yang dinilai memenuhi syarat  sesuai ketentuan yang ditetapkan KY. Oleh karenanya sebanyak 35 orang yang sebelumnya telah lulus dianggap kurang memenuhi syarat.Boleh jadi ke 38 orang Calon yang sebelumnya telah lulus itu dianggap kurang memenuhi syarat yang ditentukan KY.Namun jika ditinjau dari sisi kemampuan mereka pada saat seleksi yang diadakan hingga meluluskan 43 rasnya cukup memenuhi syarat karena telah lulus dari beberapa seleksi, kecuali terkena kasus, atau hal lain menyangkut calon bersangkutan berdasarkan laporan masyarakat. Terobosan baru seharusnya dapat dilakukan KY untuk memenuhi kebutuhan .Selain untuk memenuhi permintaan akan kekurangan Hakim Agung RI  juga memberi perubahan warna untuk memperbaiki putusan sebagai benteng peradilan terakhir.
Mahkamah Agung Republik Indonesia kini membutuhkan Hakim Agung  yang kredibel.Selain kuantitas yang harus dipenuhi tetapi juga yang terpenting adalah calon yang memiliki komitmen tinggi terhadap keadilan untuk dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Sebab belakangan sangat  banyak hakim baik, di Pengadilan Negeri, Pengadilan tinggi maupun di Mahkamah Agung RI yang seringkali menjadi corong Undang Undang di dalam memutus suatu perkara .Semestinya para Hakim itu adalan pembuat sekaligus penemu hukum tidak semata-mata hanya melihat suatu  pasal tertentu dalam  undang undang tetapi harus memandang psikologis,sosiologis teristimewa fisafatnya guna memenuhi rasa  keadilan.
Akibat masih banyaknya para hakim yang terpaku  kepada pasal Undang Undang maka tidak jarang putusan hakim yang mendapat  protes bahkan seringkali kita temui putusan-putusan yang salah yaitu menghukum orang yang tidak bersalah.Adagium hukum yang menyatakan, lebih baik membebaskan,1000 ,orang yang bersalah daripada menghukum seorang yang tidak bersalah. Adagium hukum ini sesungguhnya mengingatkan para hakim agar sungguh sungguh memperhatikan dan mempertimbangkan segala aspek, tidak saja terpengaruh terhadap Berita Acara, Dakwaan. Sebab seringkali  kita jumpai Berita Acara Pemeriksaan yang direkayasa,diarahkan, rayuan dan lain sebagainya yang hanya membuat suatu pengakuan dari tersangka yang tidak menghimpun bukti menunjuk kesalah tersangka atau terdakwa..
Sesungguhnya Komisi Yudisial yang bertugas menyeleksi Calon Hakim Agung harus mampu memenuhi permintaan Mahkamah Agung. Oleh karena kekurangan Hakim di Mahkamah Agung juga berakibat penumpukan perkara yang begitu banyak.Akibat penumpukan perkara tersebut dapat dipastikan bahwa peradilan yang cepat, biaya ringan hanya menjadi retorika yang  tidak dapat ditemui.Selain itu juga yang paling menyedihkan adalah tiadanya suatu  kepastian hukum dalam waktu yang dapat diukur.
Resiko lain yang akan timbul adalah,suatu putusan yang tidak sesuai, bahkan sering kali suatu putusan baik dari Pengadilan tinggi maupun di Mahkamah Agung RI yang hanya  mengikuti pertimbangan Hakim tingkat pertama.Mengadopsi pertimbangan hukum dari Hakim tingkat pertama bagi Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung merupakan hal umum dan biasa , oleh karena penilayan suatu fakta merupakan penghargaan bagi Majelis bersangkutan. Tetapi masalahnya sekarang, apakah sudah benar diperiksa seluruh berkas yang diajukan Banding atau Kasai ? atau hanya sekedar karena banyaknya tumpukan kasus, sementara diwajibkan satu hakim misalnya dalam satu bulan harus sudah memutusa  3 atau 5  sehingga tidak sempat meneleti seteliti mungkin? Inilah masalahnya yang sering muncul. Akibatnya, Seorang tersangka yang dituduh membunuh misalnya seperti kasus di Jawa Timur, Bekasi ,termasuk dalam kasus Sengkon dan Karta, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, tetap menguatkan putusan Pengadilan Negeri.Padahal terhukum ini sama sekali tidak bersalah karena memang ada pihak lain yang mengaku selaku pelaku, akhirnya, terhukum yang sudah mempunyai kekuatan hukum itu pun dibebaskan.
Dari beberapa fakta diatas rasanya tidak berlebihan bila ada anggapan bahwa Hakim Mahkama Agung atau Hakim Tinggi sering kali kurang mau meneliti berkas perkara yang diajukan pemeriksaan ke tingkat Pengadilan tinggi maupun Mahkamah Agung. Sebab cukup banyak perkara belakangan ini jelas jelas kontroversi di Pengadilan Negeri ,tetapi dikuatkan di Pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung seperti kasus diatas. Karenanya  diduga hakim yang lebih tinggi tidak mau repot dan atau capek untuk meneliti berkas bersangkutan , mungkin karena desakan waktu untuk memeriksa perkara lain atau memang  kurang memperhatikan rasa keadilan.
Sebaiknya, Komisi yudisial,dalam menyeleksi Calon Hakim Agung kedepan lebih memperhatikan  Calon  nonkarier, seperti misalnya praktisi, Dosen, dengan mengurangi karier.Sebab jika praktik digabung dengan teori mungkin putusan yang akan dihasilkannya akan bernilai tinggi dan mengarah pada rasa keadilan .

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger