Penundaan proses hukum terhadap unsur
pimpinan KPK nonaktip, Bambang Widjojanto
Abraham Samad termasuk dua wakil yang menjadi terlapor dan 21 penyidik
KPK dinilai sebagai suatu tindakan melanggar hukum. Sebab ketentuan hukum
Indonesia mengatur seorang yang diduga melakukan tindak pidana dan telah
dijadikan tersangka wajib segera diperiksa, diadili untuk mendapatkan kepastian
hukum atas dirinya . Karenanya penundaan proses hukum atas 4 orang unsur
Pimpinan KPK dan 21 penyidik yang
diumumkan Wakapolri tersebut menimbulkan persoalan baru, bahkan memunculkan
persepsi negatif bagi kepolisian .
Polri selaku penyidik tunggal tindak pidana umum,
yang juga berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana lainnya itu
menurut hukum , wajib mengusut setiap kasus yang ditanganinya hingga tuntas . Bilamana dari hasil
penyidikannya ternyata telah
memenuhi unsur-unsur berdasarkan bukti
bukti yang sah selanjutnya penyidik menyerahkan berkas perkara itu kepada
Kejaksaan untuk selanjutnya didakwa di muka sidang pengadilan. Namun sebaliknya
jika ternyata dari hasil penyidikan tidak cukup bukti, atau perkara tersebut
bukan merupakan tindak pidana, maka sesuai ketentuan hukum, penyidik harus
menghentikannya dengan menerbitkan Surat pemberitahuan penghentian penyidikan
(SP3) Dengan demikian maka tercipta kepastian hukum yang sesungguhnya tidak
malah menggantung.
Penundaan proses hukum terhadap
dua unsur Pimpinan KPK noaktif yang dimumkan Waka Polri, Komjen Pol Badrodin
Haiti, dapat menimbulkan persepsi negatif bagi Polri sendiri. Selain itu juga
berbagai pertanyaan pun muncul, apakah Polri hanya ingin memberhentikan,
Bambang Widjojanto dan Abaraham Samad dari pimpinan KPK ? apakah benar perkara
kedua unsur pimpinan KPK nonaktip itu ternyata kurang layak diajukan ke muka
sidang? Itulah diantaranya pertanyaan yang muncul dikalangan masyarakat, yang
persepsi selama ini dikatakan kriminalisasi oleh Polri. Boleh jadi kata kata
kriminalisasi kurang dimengerti, misalnya, tidak perkara tetapi diada adakan
itu jelas kriminalisasi. Nah, terhadap perkara yang sedang disidik ini, jelas
bukan kriminalisasi karena ada saksi korban yang melaporkan peristiwa tersebut,
dan ternyata hasil penyelidikan ditemukan fakta fakta hukum sehingga
ditingkatkan statusnya menjadi tersangka.
Waka Polri memang neyatakan hanya
menunda tidak berarti menutu perkaranya. Penundaan dimaksud bisa satu bulan
atau dua bulan, namun pertnyaannya sekarang untup apa menunda nunda perkara,
bukankah hukum menetapkan proses cepat dengan biaya ringan? Bukankah juga
kewajiban penyidik selaku penegak hukum untuk melanjutkan perkara itu untuk
mendapatkan keputusan? Jika hanya berdasarkan tanggapan sebagian kalangan
masyarakat yang memintanya sehingga terjadi kesepakatan misalnya, antara Wakapolri,
Jaksa Agung dan Pimpinan KPK menunda dengan pertimbangan pendapat masyarakat,
pertnayaannya, bukankan seharusnya pada awalnya demikian kuat dan kencangnya
protes dari masyarakat luas? Kenapa bukan pada saat itu dinyatakan untuk
ditunda. Itulah juga berbagai pertanyaan yang muncul.
Perkara ,Cicak- Buaya , saat itu
sedemikian tingginya tekanan politik masyarakat luas yang menyatakan
kriminalisasi. Sedemikian kencangnya protes dari berbagai kalanmgan rakyat
Indonesia, Bareskrim Polri saat itu tetap melakukan proses hukum hingga
melimpahkannya ke Kejaksaan Agung. Jaksa Agung saat itu menggunakan
kewenangannya sesuai ketneutan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
yaitu menghentikan penuntutan demi kepentingan umum. Meski deponering terhadap
kasus itu banyak ditentang , tetapi keputusan itu sah menurut hukum positif
oleh karena telah diatur dan ditentukan dalam ketentuan hukum untuk keadilan.
Pertanyaannya sekarang bagaimana dengan perkara, Bambang dan Samad, bukankah
tidak sebaiknya dilanjutkan proses hingga mendapatkan kepastian? Dapatkah kita
lakukan kebijakan diatas ketentuan hukum? Demi hukum dan keadilan serta menjaga
citra kepolisian sebagai penegak hukum, proses perkara kedua unsusr pimpinan
nonaktif , Bambang dan Samad segera dapat dilimpahkan kepada Kejaksaan untuk
selanjutnya diperiksa dan diadili dimuka hukum. Dengan demikian terdapat
kepastian hukum baik bagi tersangka maupun penegakan hukum itu sendiri.
Mengenai dua pimpinan KPK yang
masih dalam penyelidikan pun semestinya tidak serta merta dinyatakan dihentikan
. Penghentian terhadap penyelidikan kedua kasus itu mestinya dilakukan setelah
mendapatkan kesimpulan dari penyidik Bareskrim Polri apakah dapat dilanjutkan
atau tidak tentu berdasarkan bukti bukti. Jika ternyata tidak cukup bukti,
yaitu tadi, dihentikan demi hukum, tetpai tidak kebijaksanaan yang terkesan
melanggar hukum.
0 komentar:
Posting Komentar