TINGGINYA BIAYA PILKADA MEMBUAT KORUP

Besarnya biaya Politik yang harus dikeluarkan seorang calon, Gubernur,Bupati atau Walikota dinilai salah satu pemicu banyak Kepala daerah terbelit kasus korupsi. Pasalnya biaya yang digelontorkan untuk merebut kekuasaan itu, mengharuskan untuk berusaha mengembalikan modalnya itu dalam waktu yang singkat. Sebab sangat jarang seorang calon membiayai dirinya sendiri untuk memenangkan pertandingan pilkada itu tanpa melibatkan pihak lain misalnya sponsor.Demikian juga seorang sponsor contohnya, tidak mungkin mengeluarkan suatu pembiayaan sedemikian besar jika tidak ada suatu komitmen tertentu diantara mereka.Akibatnya jka calon yang diusungnya itu menjabat,sudah tentu akan memenuhi komitmennya mengembalikan modal merupakan prioritas utama bahkan memengaruhi kebijakan sang Pejabat itu pun tidak jarang terjadi.
Akibatnya ratusan Kepala Daerah, mulai dari , Gubernur ,Bupati atau Walikota, harus berurusan dengan hukum.Mencermati masalah itu ada banyak wacana yang dikemukakan pihak pihak untuk meminimais kejadian tersebut misalnya, mengembalikan pemilihan Kepala daerah itu kepada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) setempat, atau pemilihan Kepala Daerah itu dilaksanakan secara serentak seperti di Aceh misalnya, hingga usulan untuk melibatkan KPK dalam pengawasan di lapangan, termasuk juga mengumumkan biaya seorang calon.
Mengembalikan pemilihan Kepala Daerah pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) merupakan konsep kemunduran dalam alam demokratisasi yang berkembang belakangan. Sebab, pemilihan langsung sesungguhnya harus dilihat sebagai wujud kedaulatan rakyat yang sesungguhnya untuk menetukan pemimpimpinnya. Namun demikian jika memang hendak mengembalikan pada pola lama yakni pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD kedaulatan rakyat yang dimaksud dalam ketentuan itu pun menjadi terbelenggu kembali seperti jaman orde baru. Akan tetapi konsep pengembalian ini pun boleh jadi dikaji,sesuai kondisi rakyat Indonesia yang belum siap misalnya tetapi tidak sekedar dealam pemilihan itu akan tetapi sekalian dikembalikan kepada Undang Undang Dasar 1945 secara murni dengan keterwakilan.
Namun seandainya pun pemilihan Kepala Daerah dikembalikan pada mekanisme lama , tetap saja menimbulkan masalah , Masalah yang akan timbul itu bahkan lebih runyam jikalau partai partai politik yang ada sekarang belum mau berubah sikap secara sungguh sungguh memperhatikan bakal calon yang akan diusungnya. Partai partai sekarang ini masih cenderung menunggu dilamar seorang calon tertentu , tidak melamar bakal calon yang dianggap mampu.Sebagai sebuah Partai sesungguhnya jauh sebelum pilkada dilangsungkan sudah harus mampu menentukan bakal calon yang akan diusung memimpin daerah itu berdasarkan hasil pantauan selama 3 atau 4 tahun belakangan,baik dari kalangan internal maupun eksternal.Namun hal itu tidak pernah dilakukan sebagai bagian pendidikan politik , akan tetapi kencenderungan menunggu pelamar bakal calon itu yang menonjol dengan berbagai cara dan upaya untuk ia dapat dicalonkan.
Hampir diseluruh Daerah di Indonesia yang akan melaksanakan Pilkada hiruk pikuk pelamar bakal calon mendatangani partai partai agar ia dapat dicalonkan oleh partai tersebut. Salah satu contohnya misalnya bakal calon Gubernur Sumatera Utara tahun 2009 lalu,seorang bakal calon sudah harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk dicalonkan oleh partai tertentu. Selain merasa dipermainkan dengan pemberian harapan sang bakal calon memenuhi misalnya apa saja yang disyaratkan partai itu .Padahal jika dilihat dari sisi kemampuan,elektabilitas,dan lainnya misalnya, sipelamar itu dapat mengalahkan calon lain yang juga melamar.Yang lebih mengerikan lagi jika Bakal Calon itu contohnya bukan dari kader, ia diwajibkan untuk mengumpulkan ratusan ribu dukungan masyarakat yang dibuktikan melalui foto copy KTP.Dukungan dalam bentuk copy KTP itu tidak cukup dari sisi jumlah misalnya 750 ribu, tetapi harus merata dari seluruh kabupaten dan kota, dalam artian penyebaran pendukung merata. Defakto Bakal calon yang melamar itu pun dengan biaya yang tidak sedikit dapat memenuhi persyatan dimaksud, hasilnya? Wallah huallam, menjelang hari terakhir penutupan pendaftaran di KPU setempat Bakal Calon pun diumumkan partai bersangkutan adalah nama orang lain.
Calon itu pun hanya bisa pasrah, oleh karena disadari bahwa kebijakan akhir berada ditangan pimpinan partai bersangkutan. Itulah model pendidikan politik yang dilakoni partai partai kita,kecuali partai yang tidak lolos Parliamentary treshol.Mereka riil menemui yang dianggap mampu untuk diusung.Akibatnya Calon perseorangan sesungguhnya salah satu cara meminimais kepongahan partai partai berkuasa.Sebab jika ternyata kemudian terbukti calon Indevenden itu menjadi pemenang dan sulit dukungan dari DPRD ,pejabat itu boleh membentuk kelompok masyarakat sebagai bagian mempertinggi peran masyarakat untuk membangun daerah itu, melalui masyarakat Adat, masyarakat Agama yang juga kekuatan riil melawan anggota Dewan manakala mempersulit pengesahan anggaran Belanja Daerah bersangkutan.Karenanya masyarakat sesungguhnya harus sadar betul peranannya dalam menyukseskan pembangunan demi kesejahteraan umum sesuai ketentuan.
PENINDAKAN YANG TEGAS
Ketentuan perundang undangan tentang sanksi atas pelanggaran pemilu sekarang ini dirasakan masih belum memadai. Misalnya saja, pemberian dana tertentu kepada masyarakat jikalau tertangkap tangan pun paling paling pemberi dan atau penerima sekalipun tidak pernah dapat dihukum secara tegas dengan hukuman yang dapat membuat jera.Selain itu, belum pernah dalam sejarah Pilkada, seorang calon didiskualifikasi dari calon karena ternyata terbukti misalnya melakukan tindakan melanggar hukum.Dengan demikian maka, tindakan yang sama tetap berjalan bagaikan tidak ada larangan mengakibatkan semua pihak menggapnya sebagai suatu yang halal.
Badan pengawas pemilu perlu diberi kewenangan lebih misalnya melakukan penyidikan dan penuntutan.Sebab pengawas pemilu yang selama ini, banyak hal sesungguhnya yang diungkap dan dilaporkan kepada KPU maupun kepolisian, tetapi tidak diungkap secara sungguh sungguh.Contohnya saja, kertas daftar pemilih misalnya, sejak lama telah diprotes Badan pengawas pemilu, tetapi protes tinggal protes ,berlalu saja bagaikan angin tanpa banyak proses hukum.Kini sebagian dari yang diprotes itu terungkap melalui laporan masyarakat ke Komisi II DPR RI tatkala mereka sedang menyelidiki kasus pemalsuan Putusan Mahkamah Konstitusi terkait kasus calon dari Sulawesi Selatan I
Meski menurut kesimpulan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia itu telah ada dan diduga kuat oknum mantan pejabat dari KPU terlibat, tetapi hingga kini belum ada kepastian hukum atas perkara itu. Padahal sesungguhnya demi kepastian hukum, penyidik boleh menetapkan seseorang menjadi tersangka bukan sekedar mengada ngada tetapi menurut hukum jikalau ternyata dari hasil penyidikan tidak ditemukan bukti yang kuat maka Penyidik wajib menerbitkan surat Penghentian Penyidikan.Dengan demikian maka tidak ada yang merasa digantung, tetapi statusnya jelas menurut hukum.Inilah sesungguhnya tujuan hukum itu dibentuk agar mendapatkan kepastian.
Oleh karena itu,selain penegakan hukum yang harus tegas dan benar, pola rekruitmen partai terhadap Bakal Calon pun salah satu cara terbaik memilih orang yang bertanggung jawab dan kapabel tidak lagi menunggu dilamar tetapi partai – partai sudah dapat menetukan setidaknya satu tahu sebelum pilkda itu dilangsungkan.Jikalau hal ini dapat dilakukan maka sistem Pemilukada yang sekarang atau mungkin mengembalikan pada Pemilihan DPRD boleh jadi tidak ada masalah.Setidaknya telah dapat menekan biaya tinggi yang mengakibatkan adanya beban tertentu bagi pejabat Kepala Daerah itu untuk segera mengembalikannya.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger