PENGGANTIAN KAPOLRI DILUAR PROSEDUR ?

PENGGANTIAN KAPOLRI DILUAR PROSEDUR ?

 Usulan  persetujuan pemberhentian Kapolri Jenderal Polisi, Sutarman dan persetujuan  pengangkatan Komisaris Jenderal, Budi Gunawan sebagai Kapolri yang baru diajukan Presiden Joko Widodo tanggal 09 Januari 2015  kepada DPR RI . Komisi Hukum DPR RI mengagendakan  melakukan fit and profer Tes (Uji kelayakan) tanggal 19 Januari 2015. KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka tindak pidana Gratifikasi. Komisi III DPR RI mempercepat agendanya untuk melakukan Fit terhadap Komjen Pol Budi Gunawan menjadi 14 Januari 2015.
Hasil uji kelayakan yang dilakukan Komisi III DPR RI itu pun menghasil persetujuan selanjutnya diajukan ke paripurna semua sepakat menyetujui minus Anggota Partai Demokrat yang sebelumnya menghendaki untuk ditunda. Pengajuan penggantian Kapolri tersebut dan pembiaran tidak menarik pencalonannya meski sudah ditetapkan menjadi tersangka, percepatan agenda uji kelayakan dari Komisi III menarik untuk dikaji.
Pengangkatan seorang Kapolri maupun Panglima TNI merupakan prerogatif Presiden. Namun khusus untuk Kapolri dan Panglima TNI hak prerogatif ini sangat beda dengan menunjuk dan mengangkat seorang Menteri Kabinet.Oleh karena bidang cakupan tugas dan kewenangan yang diberikan Undang Undang terhadap Panglima TNI dan Kapolri maka, Presiden hendak mengganti dua pimpinan ini wajib meminta persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia(DPR-RI) Seandainya undang Undang tidak membatasi maka bukan tidak mungkin, kedua Institusi itu akan dapat digunakan menjadi alat kekuasaan oleh Presiden untuk menghabisi lawan lawan politiknya misalnya. Akan tetapi oleh karena harus mendapatlan persetujuan dari DPR RI yang bertugas mengawasi maka harapan kesetralannya pun menjadi tinggi.
Pertanyaannya sekarang, kenapa DPR RI dapat dengan mudah menyetujui pemberhentian Jenderal Sutarman  dari Jabatan Kapolri dan menyetujui Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri ? bukan kah seharusnya DPR RI menjalankan Undang Undang ? apakah dibalik persetujuan ini mempunyai agenda tersendiri secara politik? Itu beberapa pertanyaan yang muncul terlebih hiruk pikuknya belakangan antar KPK dan Polri seolah olah kedua Institusi penegak hukum ini adu kekuatan yang membingungkan rakyat banyak.
Undang Undang Republik Indonesin No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dalam pasal 11 ayat(2) menyatakan, usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada DPR RI disertai dengan alasannnya.Dalam penjelasan ayat (2) dari Undang Undang itu menyatakan’Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap usul pemberhentian dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan disertai alasan yang sah, antara lain masa jabatan Kapolri yang bersangkutan telah berakhir, atas permintaan sendiri, memasuki usia pensiun, berhalangan tetap, dijajatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul pemberhentian Kapolri maka Presiden menarik kembali usulannya, dan dapat mengajukan kembali permintaan pemberhentian Kapolri pada masa persidangan berikutnya”

Kapolri saat itu, Jenderal Polisi, Sutarman,masih belum menginjak usia pensiun, setidaknya masih ada waktu 9 bulan lagi untuk masa purna bhaktinya. Sedangkan Komjen Budi Gunawan yang diusulkan Presiden , kemudian ditetapkan menjadi Tersangka oleh KPK tidsaak menarik usulannya sehingga  persetujuan DPR RI punditerbitkan. Kini masalahnya menjadi-jadi dan menimbulkan banyak persepsi dikalangan masyarakat. Disatu sisi menyatakan bahwa usulan pemberhentian itu telah melanggar Undang Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, dan disisi lain ada berpendapat, DPR-RI yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat sengaja minus Demokrat , menyetujuinya meski diketahui sudah menjadi Tersangka untuk kepentingan politik kelopoknya masing masing.
Pendapat yang menyatakan demi kepentingan politik kelompok boleh jadi benar namun juga tidak. Sebab jika ditinjau dari sisi sudut etika memang DPR RI boleh jadi tidak mengininkan penolakan menjaga nama baik Presiden. Namun jika dilihat dari sudut ketentuan yang terpenuhi syarat usulannya, dikaitkan dengan status Budi Gunawan yang sudah menjadi Tersangka, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, selaku wakil Rakyat yang sah, haruslah jeli melihat keadaan, selain karena sudah menjadi Tersangka, yang utama ialah, bahwa sesungguhnya usulan perberhentian itu pun wajib dipertanyakan dan ditolak karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku.
Selain usulan dinilai telah menyimpang dari Undang Undang No 2 tahun 2002 pasal 2 ayat (@) berikut penjelasnnya juga calon yang diusulkan pun telah menjadi tersangka. Memang dalam ketentuan hukum menyatakan, harus tetap berpegang pada asas praduga tidak bersalah. Akan tetapi ketentuan lain sebagaibaga disebut oleh TAP MPR maupun moran dan kepatutan, status tersangka itu merupakan alasan untuk menolaknya untuk memberi peluang seluas luasnya yang bersangkutan dapat menyelesaikan masalah hukum yang menjeratnya.

Kini masalahnya jadi lain. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, rupanya tidak mempedulikan lagi Undang Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian yang diatnya sendiri. Apakah terbawa emosi, karena Presiden Republik Indonesia yang mengetahui status tersangka yang baru saja ditetapkan KPK tidak menarik usulan itu dari DPR RI sehingga DPR RI menerima dan menyetujuinya ? ataukah ada agenda politik terselubung pada Koalisi KIH atau mungkin KMP dibalik persetujuannya itu ? hanya Dewan Perwakilan Rakyat di dua kubi ini yang dapat menjawabnya. Semoga Presiden RI Joko Widodo dapat segera menetapkan Kapolri yang devinitif yang tidak bermasalah.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger