LAPORAN KE KY MENYULITKAN RAKYAT


Komisi  Yudisial Republik Indonesia merupakan  suatu Lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan undang Undang .Pembentukan Lembaga ini  dilakukan  untuk  melakukan pengawasan terhadap perilaku Hakim yang belakangan dinilai telah  banyak  menyimpang. Oleh karena tujuan Lembaga ini  sesungguhnya untuk  pengawasan perilaku hakim maka,  KY,  harus mampu merangkul dan membuka pintu lebar lebar kepada masyarakat untuk memberikan laporan, masukan tanpa birokrasi yang berbelit.
Birokrasi yang diciptakan demikian  sulit umumnya terjadi pada eksekutif seperti Pemerintah Daerah misalnya. Karena tujuannya jelas, kebanyakan pegawai kita menciptakan birokrasi berbelit untuk tujuan tertentu atau karena malas mengerjakan sesuatu yang dapat dikerjakan seketika.Akibatnya selalu banyak tumpukan kerja bahkan banyak yang terlambat.Ujung ujungnya ya pulus. Kita yakin KY sesungguhnya tidak bermaksud seperti itu, sebab tugasnya melakukan pengawasan perilaku hakim yang nakal dan atau melanggar etika untuk menjadi baik.
Lembaga semacam KY sesungguhnya harus membuka akses seluas luasnya kepada masyarakat tanpa birokrasi yang berbelit jikalau ada keinginan mendapatkan bahan dari masyarakat luas. Sebab seorang yang beritikad baik memberikan informasi adanya suatu tindak pidana misalnya, atau dalam hal ini melapaorkan sutau tindakan perilaku hakim yang dinilai, telah melanggar etika dan keadilan mestinya KY tanggap tidak kaku terhadap aturan yang dibuatnya itu yang  tanpa disadari oleh KY sesungguhnya telah menciptakan  birokrasi yang menjenuhkan masyarakat untuk melapor.
Dalam pormulir isian yang dihadirkan Komisi Yudisial Republik Indonesia, seorang yang hendak melaporkan sesuatu harus terlebih dahulu menandatangani surat pormulir yang disediakan  dalam bentuk formulir isian. Formulir ini berisikan , nama, alamat dan Pekerjaan ,pelapor dan terlapor secara lengkap.Boleh jadi maksudnya baik selain identitas sipelapor yang jelas akan tetapi menyangkut format si terlapor  boleh jadi sulit bagi seorang saksi pelapor. Namun jika pelapor itu seorang Pengacara yang nyata dan jelas terdaftar sebagai kuasa hukum dalam perkara tersebut , apakah harus juga berdasarkan kuasa khusus untuk melaporkan perilaku hakim yang bersangkutan ke  Komisi Yudisial ?
Apakah surat kuasa dalam perkara bersangkutan yang merupakan materi pokok laporan yang secara jelas, tegas menyatakan bahwa kuasa diberi hak untuk melakukan segala upaya hukum, termasuk menandatangani pengaduan, laporan dan lain sebagainya untuk membela kepentingan hukum klien? Jika dianggap kurang meski telah jelas dicantumkan bahwa kekuasaan itu dapat dilaksanakan apa saja demi kepentingan hukum kliennya dan yang wajib dijalankan seorang kuasa, bagaimanakah  pemahaman hukum KY? Terhadap fungsi kuasa ?  Apakah Ky  akan dapat berbuat  banyak dalam mengawasi  perilaku hakim nakal tanpa masukan yang banyak dari masyarakat?
Dalam ketentuan tentang kuasa , Mahkamah Agung memang menyatakan bahwa , kuasa harus bersifat khusus. Artinya kuasa memang harus dilaksanakan misalnya dalam mengikuti persidangan tingkat pertama.Dalam tingkat Banding dan atau Kasasi sesuai ketentuan itu mensyaratkan kuasa khusus. Namun jika di dalam kuasa sebelumnya telah mencantumkan secara jelas, hak dan atau kekuasaannya hingga Mahkamah Agung RI, maka hal itu tidak lagi dipersoalkan.

PLESETAN DAMING
Sendainya  mungkin KY terbuka menerima lapora dari masyarakat meski belum memenuhi syarat sebagaimana dalam formulir yang diciptakannya, bukan tidak mungkin laporan mengenai perilaku Calon Hakim Agung, M Diming Sanusi akan masuk.Akan tetapi oleh karena sedemikian sulitnya bagi masyarakat umum memenuhi syarat yang ditentukan, boleh jadi tetap dicoba melaporkan , oleh KY hanya sekedar masukan tanpa tindak lanjut atau dibuang begitu saja karena tidak sesuai dengan maksudnya dalam formulir. Kini KY sendiri merasa kebakaran jenggot juga lolosnya Diming Sanusi yang ternyata tingkat krakteristik dan emosionalnya sedemian.Bukankah ia sudah pernah di teliti oleh KY ?
Peristiwa ini mencuat tatkala Komisi III DPR RI melakukan  uji kepatutan kepada yang bersangkutan. Saat diminta pandangannya mengenai hukuma seorang pemerkosa, dengan singkat ia menjawab bahwa sesungguhnya pemerkosa dan yang diperkosa harus sama sama dihukum berat. Alasannya karena pemerkosa dan yang diperkosa adalah sama sama menikmati juga. Dewan yang terhormat itupun tertawa terbahak bahak mendengar penjelasan Daming Sanusi . Tertawaan itu tentu karena nikmat yang disebytkan sang Calon Hakim yang diloloskan KY itu, tanpa menyadari sesungguhnya Daming Sanusi pun telah melecehkan Anggota DPR RI komisi III yang melakukan uji kepatutan tersebut.
Menyikapi masalah tersebut banyak pihak protes khususnya  para wanita termasuk pengamat hukum.Akibat protes yang sedmikian berkembang tersebut Ketua Komisi Yudisial pun tidak ketinggalan, ia pun terang terang menyatakan kesalahan M Diming Sanusi dan akan merekomendasikannya.Masalahnya sekarang  Komisis Yudisial pun terbawa arus emosi menyatakan kesalahan seorang tanpa melalui rapat pleno, yang ternyata memang hasil plenonya menyatakan salah.Pertanyaannya adalah, meskipun benar kesimpulan itu merupakan suara bulat dalam pleno, tetapi tidak semestinya seorang Ketua mendahului keputusan. Jika hal ini terus terjadi maka harpan rayat akan kedisipilian dan penegakan hukum semakin sirna. Begitu juga sistem yang diciptakan yang membuat rakyat enggan melaporkan. Hendaknya Ky menyadari kesulitan rakyat di dalam memenuhi apa yang dimaksud oleh KY.
Adakah keinginan yang  sungguh sungguh hendak melaksanakan pengawasan demi memperbaiki sikap dan perilaku hakim agar dapat menjalankan perannya sebagai penegak keadilan? Jika hal ini sungguh maka, KY harus berubah sikap sebagai suatu Lembaga Independen yang  dapat merangkul rakyat luas tanpa birokrasi syarat pelaporan yang sekarang.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger