DELAPAN HAKIM AGUNG DITETAPKAN TERPAKSA?


Komisi III DPR RI mengaku sulit menetapkan delapan dari 24 calon hakim Agung yang diajukan  oleh Komisi yudisial. Alasannya karena ke 24 calon hakim Agung tersebut tidak ada satu pun yang mempunyai visi yang tegas untuk mereformasi Mahkamah Agung. Akibatnya Anggota Komisi III itu pun sempat tarik menarik, dilain pihak meminta tidak harus memilih delapan sesuai kebutuhan Mahkamah agung RI tetapi boleh memilih beberapa untuk kemudian dipilih kembali. Kompromi pun terjadi akhirnya Komisi Hukum DPR RI itu sepakat untuk tetap memilih delapan dari 24 calon yang diuji kelayaknnya itu.
Komisi Yudisial  mengirim 24 nama Calon Hakim Agung  ke Komisi III DPR RI untuk selanjutnya diuji dan ditetapkan delapan dari 24 Calon itu menjadi Hakim Agung . Komisi Hukum DPR itu pun kelimpungan karena dari 24 cxalon yang diajukan tersebut dinilai rata rata tidak ada  satu pun yang menonjol. Pertanyaannya,  kenapa begitu sulit KY menetukan Calon Hakim Agung yang baik? Bukankah sangat banyak hakim hakim tinggi, mantan Ketua Pengadilan Tinggi yang memang kariernya bagus? Adakah itikad baik dari KY untuk mencari Calon Hakim Agung melalui penjaringan misalnya meminta seseorang yang menurut sepak terjangnya lebih dari memenuhi syarat menjadi salah satu Calon Hakim Agung ?
Komisi Yudisial tampaknya tidak sejauh itu untuk mencari bakal calon yang akan diajukan. KY cukup mengumumkan bahwa KY sedang membuka  pendaftaran untuk calon Hakim Agung. Pengumuman itu tak ubahnya seperti Departemen non Departemental yang membuka lapangan pekerjaan.Dari pengumuman tersebut  seorang bakal calon Hakim Agung melamar, selanjutnya dia diuji berbagai ujian, baik tertulis, pisikotes, dan lain sebagainya. Akhirnya ketemulah orang yang rata rata  dan kemungkinan juga kelulusannya pun dari Komisi Yudisial  sekedar kemampuan menjawab pertanyaan atau ujian sekedar, phsikotes  misalnya dan lain yang diujikan kepadanya.
Padahal sesungguhnya jika memang benar benar KY hendak mencari Hakim Agung yang akan diagungkan dan berdasarkan pengalamnnya memantau perilaku hakim selam ini tidak akan sulit menemukan calon yang mempunyai nilai plus. Akan tetapi jika melulu ujiannya itu harus sesuai dengan apa yang dipertanyakan tanpa membandingkan juga terhadap sepak terjang, putusan-putusan yang dibuatnya maka dipastikan KY selalu akan gagal menemukan bakal calon Hakim agung diatas rata rata.
Seorang anak SMA pernah bercerita, bahwa dia adalah salah satu murid yang baik, pintar, jujur sejak duduk dibangku kelas satu hingga kelas tiga. Kenyataan itu  diakui sekelasnya termasuk gurunya menyatakan bahwa yang bersangkutan murid terbaik . Ia pun lulus dengan baik dalam UAS yang diadakan oleh Pemerintah. Tiba saatnya ia mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, ternyata sianak pintar tadi pun tidak lulus, seorang  sekelasnya  kelulusannya akibat pendekatan di SMA  lulus ke Perguruan Tinggi  Negeri yang mereka tuju.Ketika ditanya, kenapa bisa seperti itu, dengan lugas tangkas sianak tadi mengatakan “ itu hal biasa bukan karena permainan, sogok atau hal lain meskipun banyak soal yang bocor tak ubahnya soal soal yang banyak terdengar setiap kali ada ujian ujian seperti itu . Itu soal nasib bukan soal kepintaran, pengetahuan tuturnya bersemangat sembari menambahkan bahwa sesungguhnya bukan tidak bisa menjawab suatu soal yang diajukan, tetapi kadang kala ada sistem  penghitamannya misalnya terlalu tebal mengakibatkan tidak lulus.
Gambaran diatas bukan tidak mungkin terjadi bagi calon hakim yang sedang diuji. M Daming Sanusi misalnya,ia  keseleo lidah lebih karena tertekan mentalnya mengikuti uji kelayakan yang diajukan oleh Komisi III DPR RI tersebut. Meski sesungguhnya  keseleo lidah itu bukan merupakan pelanggaran berat oleh karena bukan dalam memutus dan atau memeriksa suatu perkara hukum namun sebagai calon hakim agung menjadi masalah besar bagi KY akibatnya merekomendasikan untuk dipecat. Bukankah sesungguhnya harus memperhatikan berbagai pertimbangan di dalam memberikan suatu sanksi tertentu, apakah karena KY merasa kebakaran Jenggot meluluskan M Daming Sanusi dan muncul kasus ini serta merta merekomendasikan untuk dipecat. Apakah stamen itu merupakan pelanggaran berat seorang Calon Hakim agung yang bukan perilaku di dalam memeriksa dan memutus suatu perkara?
Rekomendasi KY ini nampaknya  terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan.Seandainya perilaku dan atau tindakan itu dilakukan dalam sidang, boleh jadi pelanggaran berat itu harus dijatuhkan bahkan yang bersangkutan  tidak dapat dipertahankan sebagai seorang hakim.Akan tetapi oleh karena tertekan, yang mungkin melepas stres kata kata itu muncul diluar kesadaran hukum.  Benar memang bahwa setiap pejabat negara wajib bersikap baik, sopan dan menjadi teladan dalam b erperilaku. Etiak berbicara harus ditunjukkan sebagai pejabat negara tidak formalistik semata.Sudahkah pejabat kita meneladani hal itu? Semoga kedepan tidak ada yang terpaksa untuk menetapkan benteng keadilan tetapi yang terbaik akan datang.


comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger