PEMBIARAN MASALAH DI LAPAS OLEH PEMERINTAH


Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012  tentang syarat dan tata cara pemberian remisi terhadap Narapidana tertentu yaitu, Tindak Pidana Korupsi, Narkotika dan Terorisme dianggap sebagai pemicu kemarahan para Narapidana termasuk tahan lainnya di Lapas  khususnya Tanjung Gusta Medan dan Batam. Alasannya karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, ada beberapa Narapidana yang seharusnya mendapatkan remisi bahkan pembebasan bersyarat, ditangguhkan karena syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah tersebut . Boleh jadi memang sangat meresahkan mereka, sebab hak hak narapidana yang dijamin oleh Undang Undang menjadi tidak dapat, meski sesungguhnya Peraturan yang baru diterbitkan tanggal 12 Juli 2012 itu tidaklah berlaku surut. Akan tetapi karena mungkin sosialisasi tidak diberikan atau mungkin kurang atau juga disengaja, petugas lapangan melaksanannya.
Menurut pemberitaan yang dinayatakan oleh para tahanan dan atau narapidana ini, keresahan yang mereka alami selama ini sesungguhnya telah menumpuk, mulai dari pelayanan yang tidak adil, perlakuan yang diskriminatif dan lain sebagainya.  Perlakuan yang beda itu sesungguhnya sudah banyak diberitakan sejak lama yaitu perlakuan kepada tahanan yang mempunyai dana, jauh beda dengan seorang tahanan yang memang tidak memiliki biaya. Mereka pemilik dana tidak saja dapat memilih kamar atau tempat tidur, tetapi juga dengan bebasnya beraktifitas yang jauh beda dengan tahanan lain yang sama sekali tidak memiliki dana ia mengaku dikereng habis habisan kecuali untuk berolah raga dan keagamaan dapat keluar dari sel. Jeritan ini sudah lama kita dengar, namun pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia nampaknya belum begitu signifikan berbuat kecuali merazia HP yang nyatanya tetap bebas.
Terhadap siatuasi ini sesungguhnya, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia, Amir Samsudin,  telah lama mengetahuinya. Ketika menjadi Advokat, Amir Samsudin, pernah megeluhkan perlakuan yang kurang adil itu di Lapas. Banyak berharap, ketika, Amir Samsudin, dilantik menjadi Menteri Hukum dan HAM menggantikan Patrialis Akbar yang juga mantan pengacara  akan banyak melakukan perubahan khususnya di Lembaga Pemasyarakatan yang sudah dianggap bukan lagi pembinaan akan tetapi sudah menjadi tempat perkuliahan kejahatan.
Beberapa penjelasan narapidana kepada wartawan mengatakan Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012 itu adalah bagian dari pemicu kemarahan yang selama ini mereka pendam dalam dalam. Kebetulan ketentuan yang tidak semstinya diberlkaukan surut itu dilaksanakan petugas di bawah yang mengakibatkan tertundanya pembebasan bersyarat terhadap seorang narapidana misalnya seperti di Tanjung Gusat tersebut.
Boleh jadi memang, PP No 99 tahun 2012 ini hanya pemicu yang secara kebelutan dilaksanakan oleh tingkat Lapas berlaku surut. Beginilah kebanyakan yang terjadi, dalam pemerintahan di Indonesia menerbitkan suatu ketentuan dan atau Peraturan  tidak tersosialisasikan secara benar dan sempurna. Akibatnya pelaksana di lapangan menjadi gamang melakukannya.  Boleh jadi bukan hanya tingkat sosialisasi yang kurang jangan jangan  juklaknya misalnya tidak secara tegas menyatakan tata cara pelksanaannya termasuk  mulai berlaku dan seterusnya, atau boleh jadi digunakan sendiri oleh oknum petugas karena tidak mendapatkan sesuatu misalnya.Berbagai kemungkinan itu pun banyak dipertanyakan masyarakat.

MOMENTUM BERBENAH.
Peristiwa ini harus dijadikan  momentum untuk memperbaiki kemasa depan , baik dalam pelayanan maupun perlakuan yang baik dan adil.Sebab sebagaimana diketahui bersama bahwa Lembaga Pemasyarakatan itu sesungguhnya adalah untuk membina mereka  kearah yang lebih baik dari sebelumnya, yang apabila kelak narapidana tersebut selesai menjalani hukumannya dia boleh bertindak baik dan diterima dimasyarakat umum. Karenanya mengatur tata cara khusus bagi narapidana tindak Pidana Korupsi, Narkoba dan Terorisme misalnya diperketat, bahkan tidak diberikan sama sekali dengan alasan membuat jera, salah satu yang tidak masuk akal sehat dari sisi hukum. Tidak hanya tidak masuk akan sehat, tetapi juga dapat dianggap melanggar hak asasi manusia.
Peraturan Pemerintah sesungguhnya adalah pelaksanaan dari Undang Undang yang tidak boleh bertentangang dengan ketentuan yang lebih tinggi. Dalam ketentuan  perundang undangan menyatakan setiap narapidana berhak mendapatkan remisi, tetapi terbit Peraturan Pemerintah menyatakan mempersulit dengan beberapa syarat, diartikan sebagai menyadakan. Pengertian ini tidak ubahnya dengan Undang Undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Kenapa dipersulit syarat untuk cerai, ialah agar percaeraian itu tidak mudah. Demikian juga tentang tata cara pemberian remisi yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012 itu dinilai sebagai menyadakan remisi bagi ketiga jenis kejahatan itu.
Jikalau Kementerian Hukum dan HAM hendak melakukan protes terhadapm Hakim yang memberikan hukuman ringan misalnya, kemudian mengaturnya kembali penghukuman diluar putusan Hakim, boleh dilakukan namun harus mengubah terlebih dahulu Undang Undang yang remisi terhadap narapidana itu. Nah selama perundang undangan diatasnya belum diubah, muncul peraturan pemerintah mengatur yang sama sekali bertentangan dengan ketentuan diatasnya maka, ketentuan lebih rendah tidak berlaku. Karenanya jikalau diberlakukan dianggap juga sebagai melanggar undang undang. Semoga kita dapat menegakkan hukum tanpa melanggar hukum.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger