Tiga PLT Komisioner Pemberantasan
Korupsi (KPK) pimpinan ,Taufiqqurahman Ruki,bersama dua orang Komisioner
lainnya yang berstatus terlapor di Mabes Polri, sepakat menyerahkan penanganan
kasus Komjen Pol BG ke Kejaksaan Agung RI. Jaksa Agung yang akan menerima
berkas itu pun menyatakan siap untuk selanjutnya diserahkan kepada Bareskrim
Polri. Keinginannya itu karena sebelumnya Bareskrim Polri telah pernah
menangani perkara tersebut. Penyerahan penanganan perkara itu ke Jaksa Agung
menuai protes dari Staf KPK. Demonstrasi yang digelar Staf KPK tersebut
dihadiri, Taufiqqurahman Ruki sebagai PLT Ketua KPK pengganti Abaraham Samad yang diberhentikan sementara
karena telah menjadi tersangkan dugaan pemalsuan dokumen.
Dalam orasi yang disampaikan Staf
KPK tersebut antara lain menyatakan,penyerahan penangnan kasus itu ke Jaksa
Agung menimbulkan ketidak adilan bahkan mengorbankan idealisme anti rasuah itu
memberantas korupsi. Untuk itu, pegawai KPK tersebut pun menuntut Pimpinan KPK
untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Praperadilan yang
mengabulkan permohonan BG.
Putusan Praperadilan memang
merupakan putusan pertama dan terakhir, artinya final yang tidak memberikan
ruang untuk Kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. Demikian juga
Peninjauan Kembali atas putusan yang berkekuatan hukum tetap itu, menurut
ketentuan hukum yang diperkenankan mengajukan PK adalah keluarga atau ahli
warisnya atau Jaksa Agung untuk kepentingan hukum. Karenanya, pendapat tentang
boleh atau tidak KPK mengajukan Peninjauan kembali atas putusan Praperadilan
ini menjadi perdebatan dikalangan
masyarakat dan pakar pakar hukum masing masing mempertahankan pendapatnya
sendiri sendiri tidak peduli terhadap berbagai keberatan yang muncul dikalangan
masyarakat luas atas putusan tersebut.
Pelaksana Tugas Ketua KPK, Ruki,
yang mengahdiri Demonstrasi Pegawainya itu pun turut membubuhkan tandatangan
diatas Spanduk Putih yang digelar Stafnya tersebut. Ruki, mengaku kalah.
Pengakuan kalah yang dimaksud, meski dinyatakan akan fokus kepada perkara yang
tertunggak di KPK yang memerlukan penanganan secepatnya, kekalahan dimaksud
menarik untuk dikaji. Apakah karena putusan praperadilan yang menyatakan penetapan tersangka atas diri BG KPK tidak
sah, karena bukan merupakan wewenangnya?
Atau hendak menyelamatkan Wakil Ketua KPK, Zulkarnai , yang menjadi terlapor
dugaan menerima suap untuk menghentikan penyidikan kasus Korupsi dana hibah
program penangan sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) di Jawa Timur tahun 2008,
dan Adnan Pandu Praja terlapor dugaan pemalsuan surat Notaris dan penghilangan
saham PT Desy Timber? Termasuk 21 Penyidik KPK yang akan disidik Bareskrim
dugaan tindak pidana kepemilikan senjata api illegal ? tidak jelas.
KOMPROMI POLITIK ?
Wakil Kepala Polri, Komjen Pol
Badrodin Haiti, yang juga pelaksana harian Kapolri mengatakan, pengusutan
terhadap perkara yang melibatkan, dua wakil ketua KPK,Zulkarnai, dan Adnan
Pandu Praja ditunda. Penundaan itu diputuskan setelah adanya koordinasi antar
penegak hukum. Hasil koordinasi antar lembaga penegak hukum itu juga menjadi
faktor yang membuat KPK melimpahkan pengusutan Kasus Budi Gunawan ke Kejaksaan
Agung. Kejaksaan selanjutnya berencana melimpahkan kasus itu ke Kepolisian
(Kompas 3/3)
Koordinasi antar lembaga penegak
hukum ini boleh jadi kompromi politik antar lembaga penegak hukum tersebut.
Bukankah dalam perundang undangan memberikan ruang bagi Jaksa Agung untuk
menghentikan penuntutan demi kepentingan umum? Meski tidak diatur dalam ketentuan perundang undangan, bukan kah
pemerintah bertanggung jawab terhadap kenyamanan dan keamanan di negeri ini ?
bukankah pula pejabat tinggi negara wajib menciptakan kedamaian di dalam
masyarakat ? itulah mungkin salah satu alasan dalam koordinasi penegak hukum
menyepakati pelimpahan kasus BG ke Jaksa Agung dan demi kelangsungan KPK Polri
setuju untuk menunda pengusutan dua wakil KPK yang sudah menjadi terlapor di
Mabes Polri.
Boleh jadi memang, tanpa suatu
kesepakatan antar penegak hukum di dalam meredam gejolak yang muncul belakangan
masing masing pihak harus menjalankan tugasnya sesuai perintah undang undang.
Sebut saja misalnya, Bareskrim Polri yang telah menerima laporan pengaduan dari
masyarakat tentang adanya dugaan tindak pidana, dia wajib melaksanakan pengusutan demi kepastian
hukum. Karenanya, penetapan tersangka, terhadap, Bambang Widjojanto, Abraham
Samad setelah penyelidikan, penyidikan didapat bukti kuat perkara tersebut
dapat ditingkatkan sehingga menetapkannya sebagai tersangka. Begitu pun terhadap
terlapor dua pimpinan KPK lainnya yang sedang dalam tahap penyelidikan termasuk
21 Penyidik KPK yang diduga memiliki senjata api illegal tersebut tetap akan
dilanjutkan demi hukum sesuai kewenangannya.
Koordinasi penegak hukum yang
menghasilkan penundaan proses hukum terhadap dua wakil Ketua KPK dan 21
Penyidik KPK dan penyerahan kasus BG
kepada Jaksa Agung untuk selanjutnya Kejaksaan Agung menyidiknya dapat dianggap
sebagai suatu jalan keluar terbaik. Pasalnya, Bareskrim Polri yang mengusut 21
anggota Penyidik KPK dan dua Wakil akan terus berlangsung sesuai kewenangan dan
kewajiban Polri. Dapat dibayangkan jika hal itu dilantukan sementara ini maka
KPK benar benar lumpuh . Nah oleh karena masing masing penegak hukum ingin
memperkuat KPK, Polri dan Jaksa Agung sebagai penegak hukum di negeri ini maka
ketiganya sepakat penanganan kasus dua wakil Ketua KPK dan 21 Penyidik KPK
ditunda sementara, sedangkan perkara BG diserahkan ke Kejaksaan Agung RI.
Adakah yang salah dalam
kesepakatan ini? Jawabannya tidak. Sebab jika penanganan kasus BG tetap
dilanjutkan di KPK, bukan tidak mungkin penyidik KPK dalam melakukan penyidikan lanjutan kurang
netral mengingat kasus yang terjadi antar KPK
Vs Polri. Demikian juga Polri, jika melanjutkan penyidikan terhadap 21
penyidik KPK dan dua wakil Ketuanya, bukan tidak mungkin KPK runtuh. Jika hal
itu terjadi kegaduhan politik maupun hukum semakin menjadi mengakibatkan
masyarakat semakin terpuruk. Karena itu, marilah memberikan kesempatan kepada
penegak hukum menjalankan tugasnya demi tegaknya hukum, tidak lagi berpikiran
sempit yang menyatakan, kriminalisasi. Sebab sebagaimana disinggung diatas,
Polisi yang menerima laporan pengaduan wajib melaksanakan tugasnya sesuai
ketentuan perundang undangan yang berlaku.
Bagaimana selanjutnya proses
perkara BG ditangan Jaksa Agung, apakah benar akan dilimpahkan ke Bareskrim
Polri atau mengusutnya sendiri sesuai ketentuan hukum demi kepastian dan
keadilan ? kita tunggu saja Jaksa Agung RI.
Posting Komentar