Dua Partai mapan dan terlama,
Partai Golkar yang sebelumnya bernama Sekretariat Bersama dan Partai Persatuan
Pembangunan memiliki dua kubu kepemimpinan. P3 hasil Muktamar Surabaya dan
hasil Muktamar Jakarta sama sama mengaku pengurus yang sah. Demikian juga
Golkar, hasil Munas Bali dan hasil Munas Jakarta masing masing juga mengaku
pengurus yang sah. Kepengurusan P3 hasil Muktamar Surabaya disahkan Menteri
hukum dan Ham sebagai pengurus yang sah, dan Munas Golkar di Ancol juga
disahkan sebagai pengurus yang sah.
Pengesahan pengurus hasil Munas
dan Mktamar yang diprotes itu dinilai sarat dengan kepentingan politik
pemerintah. Alasannya selain Kemenhuk Ham tidak konsisten terhadap ketentuan
perundang undangan tentang Partai Politik, Kementerian Hukum dan Ham ini juga
dinilai memainkan standar ganda dalam mengambil kebijakan. P3 misalnya ,
menyatakan bahwa Menteri Hukum dan Ham yang menerbitkan surat Keputusan tentang
susunan dan personalia hasil Muktamar Surabaya, tidak mempedulikan hasil
Mahkamah Partai yang menyatakan kedua hasil Muktamar itu tidak sah. Tetapi
dengan pertimbangannya sendiri mengesahkan hasil Muktamar Surabaya. Kini
masalahnya pada tingkat Banding karena PTUN menyatakan Keputusan Menteri Hukam
tersebut tidak sah.
Kesahan terhadap P3 itu diulangi lagi kepada Golkar. Pengurus
Golkar hasil Munas Jakarta dinyatakan sebagai yang sah. Alasannya adalah sesuai
hasil keputusan Mahkamah Partai sebagai dasarnya. Mahkamah Partai menurut persi
Munas Bali, tidak memberikan suatu putusan terhadap dua kubu di Partai Golkar
baik hasil Munas Bali maupun hasil Munas Jakarta. Boleh jadi memang tidak ada
suatu keputusan Mahkamah Partai Golkar yang sah. Pasalnya, empat orang hakim Mahkamah Partai tersebut
sama imbang sehingga tidak dapat suara lebih dari 50 % misalnya. Kedua kubu
sama sama mengakui bahwa dalam pertimbangan putusan Mahkamah Partai yang
disidangkan empat anggotanya itu menyatakan bahwa baik Munas Jakarta maupun
Bali salah satu diantarnya tidak dapat dinyatakan sebagai yang sah. Akan tetapi
terdapat suatu amar dari dua anggota hakim Mahkamah menyatakan Munas Ancol sah.
Amar tersebut oleh Kementerian
Hukum dan Ham dianggap sebagai suatu putusan yang sah, dan karenanya ia pun
menerbitkan surat yang ditujukan kepada Partai Golkar menyusun kelengkapan
kepengurusan untuk selanjutnya didaftarkan. Selanjutnya, Kementerian hukum dan
Ham menerbitkan pendaftaran kepengurusan Munas Ancol sebagai Pengurus sah
Partai Golkar periode 2015-2016.
Dua keputusan yang mensahkan kubu
pendukung Pemerintah itu pun menuai protes keras. Tidak saja dianggap sebagai
begal politik tetapi juga dinilai sebagai perbuatan melawan hukum oleh
penguasa, Karenanya, proses hukum pun berlangsung baik dalam Perdata maupun
Tata Usaha Negara.Khusus Golkar, dugaan tindak pidananya pun telah di laporkan
ke Mabes polri dan kini dalam pengusutan Bareskrim Mabes Polri. Sementara prses
hukum sedang berlangsung, kubu Agung Laksono mendesak hendak merombak susunan
kelengkapan DPR dari fraksi Partai Golkar. Keputusan Agung Laksono Ketua Umum
hasil Munas Ancol untuk merombak ketua Fraksi Partai Golkar ada juga benarnya
jika ditinjau dari sisi Keputusan Kementerian Hukum dan Ham tersebut. Sebab
keputusan itu adalah sah dan dapat dilaksanakan kecuali keputusan hukum menyatakan
lain. Nah inilah yang menarik untuk dikaji, siapakah yang bermain dan memainkan
siapa.
Partai peserta pemilu merupakan
asset negara. Oleh karenanya, pemerintah wajib untuk membina partai partai
tersebut sebagai suatu lembaga kaderisasi calon pemimpin bangsa masa depan.
Menteri Hukum dan Ham yang menerbitkan keputusan terhadap pengesahan Munas
Ancol pimpinan Agung Laksono, boleh jadi benar menurut penafsirannya
berdasarkan putusan Mahkamah Partai Golkar itu sendiri. Meski pun sesungguhnya
keputusan itu berimbang tidak ada yang lebih kuat suaranya, tetapi Kementerian
Hukum dan Ham menafsirkannya bahwa keputusan itu final. Namun disayangkan
memang, Undang Undang tenatng Partai Politik memberikan ruang bagi pihak pihak
yang tidak puas terhadap putusan Mahkamah untuk mengajukan Kasasi dengan waktu
yang dibatasi. Artinya masih ada ruang untuk mengujinya guna mendapatkan suatu
kepastian hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Berbeda dengan P3, Kementerian
Hukum dan Ham menurut persi Muktamar Jakarta tidak mempertimbangkan keputusan
Mahkamah Partai. Itulah sebabnya dinilai, Kementerian Hukum dan Ham membuat
standar ganda dalam menyeleswaikan masalah di dua Partai ini. Bukankah
seharusnya Menteri hukum dan Ham menunggu proses hukum dari Pengadilan untuk
selanjutnya mengambil keputusan? Bukankah juga Kubu Abu Rizal Bakri telah
mendatangani dan memberikan surat kepada Kementerian Hukum dan Ham tentang
tidak sahnya Munas Ancol karena tidak didukung Ketua ketua DPD I dan II
dibandingkan Munas Bali seluruh Ketua DPD dan II hadir dalam Munas? Senadainya
benar berdasarkan penafsiran hasil putusan Mahkamah Partai menjadi dasar Kemen
Huk Ham, pertnayaannya, bukan Kementerian hukum dan telah mengetahui adanya
perkara di Pengadilan? Bukankah juga masih ada hak yang tidak dapat menerima
putusan tersebut untuk mengajukan Kasasi ? itu beberapa pertanyaan yang belum
terjawab, sehingga memunculkan persepsi publik Kementerian Hukum dan Ham tidak
secara hati hati menerbitkan keputusannya sehingga diduga sebagai keberpihakan
untuk kepentingan politik pemerintah.
Persepsi masyarakat itu boleh
jadi benar. Sebab, secara kebetulan memang, P3 hasil Mukatamar Surabaya
mendukung Koalisi Indonesia Hebat , demikian juga Golkar Hasil Munas Jakarta mendukung Partai
Koalisi Indonesia Hebat.
Pada pemerintaha Orde Baru sering
terdengar memang, partai yang berseberangan dengan pemerintah secara sengaja
digembosi, apakah melalui suatu kasus tertentu atau penyusupan sehingga terjadi
bentrok kepengurusan atau keputusan. Kini apakah hal itu dilakoni Kementerian
Hukum dan Ham Republik Indonesia ? belum tentu memang, kecuali mungkin hanya
masalah penafsiran saja baik terhadap ketentuan perundang undangan maupun
keputusan Mahkamah Partai. Apapun alasannya kini perbicangan bahwa Partai
Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan dinilai di gembosi ?
Posting Komentar