Perseteruan, Basuki Tjahaya
Purnama, (Ahok), Gubernur DKI Jakarta dengan DPRD DKI Jakarta sejak ditinggal
Joko Widodo yang menjadi Presiden Rwepublik Indonesia kini terus berlanjut.
Ahok yang pada saat itu menjabat wakil Gubernur sudah dipersoalkan. Masalahnya,
Ahok dinilai cpas ceplos tanpa memperhitungkan kata kata yang akan dilontarnya,
bahkan mungkin meninggung perasaan pihak lain. Undang Undang menegaskan sebagai
wakil jika Gubernurnya berhalangan dan atau mengundurkan diri maka, wakil
otomatis menjadi Gubernurnya. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, Basuki
Tjahaya Purnama pun dilantik Presiden sebagai Gubernur devinitif tiga bulan
yang lalu.
Menjadi Gubernur, Ahok, rupanya
tidak berubah sikap dalam pandangannya khususnya statmen-statemennya. Boleh
jadi memang, ia ditempa dengan terbuka, tanpa teding aling-aling dalam
menyatakan suatu pendapatnya, teristimewa hendak memberangus tindak pidana
korupsi dilingkungan pemda DKI Jakarta yang menjadi tanggung jawabnya. Ada
banyak hal memang telah dilakukan, baik pembinaan internal , mengurangi
janbatan yang dianggap tidak perlu, muaranya adalah mengirit biaya, yang
walapun disisi lain dia memberikan gaji luar biasa kepada pegawainya yang baik
membuat beberapa Daerah lain iri hati. Namun ada banyak pula berpandangan
pemberian insentif tinggi dapat dijadikan alasan memacu kinerja yang baik dan
menghindari tindak pidana korupsi.
Itikad baik Ahok terus dilakukan,
namun rupanya sisa sisa amarah keduanya, baik Ahok sendiri maupun anggota DPRD
DKI masih tersimpan. Boleh jadi memang, Ahok kerap kali menyatakan sikap
berseberanmgan dengan DPRD nya, bahkan menuduhnya yang macam macam yang
ditanggapi sebagian anggota di DPRD yang menjadi mitranya itu, sebagai bentuk penghinaan
dan lain sebagainya.
Pembahasan APBD yang mestinya
disahkan November-Desember 2014, tertunda akhirnya dapat diselesaikan Januari.
Nah inilah puncak masalah antara Gubernur DKI dengan DPDRD. Pasalnya, Ahok mera
beberapa item yang tidak diusulkan masuk dalam RAPBDP. Merasa tidak
mengusukannya, Ahok tidak mengirimkan APBDP itu ke Mendagri, tetapi mengirimkan
yang sebelumnya. Sedangkan DPDRD menilai, berkas yang dikirim Ahok itu tidak
sah. Sebab selain tidak ada tanda tangan Ketua, tidak pernah dibahas bersama
DPRD dengan Gubernur. Terhadap pernyataan DPRD ini Ahok pun menanggapinya bahwa
RAPBD yang dimaksud DPRD tersebut terdapat dana siluman diluar usulannya,
karena itu ia pun tidak mau.
ANGKET DAN LAPOR KPK.
Dewan Perwakilan Rakyat DKI
Jakarta yang merasa dibohongi Ahok itu pun membentuk hak angket. Anggota DPRD
semuanya menandatangani angket itu dengan membentuk tim sebanyak 33 orang
menyedikinya. Searah dengan pembentukan angket itu, Basuki Tjahaya Purnama,
yang sebelumnya mengancam akan melaporkan DPRD kini diwujudkannya. Didampingi
beberapa stafnya, Ahok pun melaporkan dugaan dana siluman yang terdapat dalam
APBDPnya ke KPK Jumat 27 Februari 2015. Usai menerima laporan tersebut , kepada
wartawan, Johan Budi, mengatakan ada indikasi dana siluman dalam RAPBD
tersebut.
KPK dan Angket kejar kejaran
membuktikan kinernyanya. Hak Angket yang dibentuk berdasarkan penetapan Ketua
DPRD DKI itu diberikan waktu selama 2 bulan. Nah dalam 2 bulan ini, 33 anggota
angket bekerja untuk membuktikan pelanggarannya Ahok. Bagaimana dengan dugaan
tidak pidana korupsinya? KPK yang sudah menyatakan ada indikasi harus dapat
menyidik kasus itu dengan waktu yang sesingkat singkatnya untuk membuktikan
secara hukum, ada atau tidak pidananya. Ditinjau dari sisi hukum tipikor, dengan
pernyataan Wakil KPK tersbut nampaknya tidak sulit membuktikan. Sebab dalam
rumusan tindak pidana korupsi menyatakan, berpotensi untuk merugikan negara
sekali pun sudah terbukti menurut hukum, jadi tidak memerlukan kerugian yang
nyata (fisik)
Seandainya Angket lebih dahulu
membuktikan penyelidikannya, dan seterusnya dialnjutkan kepada pemakjulan Ahok
atau sebaliknya, KPK dapat membuktikan selanjutnya ke Pengadilan apa yang
terjadi. Demi tegaknya hukum, dan bagian pembelajaran kepada para Pejabat maupun
Dewan masing masing kasus itu berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Angket secara pilitik dilanjut hingga tuntas sesuai ketentuan tanpa asa dendam
kecuali kebenaran yang nyata, sementara KPK yang akan menydik kasus itu
mempercepat spitnya untuk kepastian hukum demi keadilan. Marilah bersama sama
kita kawal dan cermati pelaksanannya sebagai bagian dari kontrol terhadap
penyelenggara negara.
Posting Komentar