Pemilihan Ketua
dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Jumat tangal 1 November 2013 lalu banyak
pihak menilainya sebagai tindakan yang terburu-buru. Pasalnya , setelah Mantan
Ketua MK ,Akil Mochktar diberhentikan dengan tidak hormat oleh Majelis
Kehormatan MK Hakim MK menggelar rapat
pemilihan Ketua dan Wakil Ketua yang baru periode 2013-2016.Boleh jadi, Hakim
Konstitusi yang bergerak cepat memilih Ketua dan Wakil Ketua MK tersebut benar,
karena pasca tertangkapnya,Akil Mochktar oleh KPK Lembaga ini tidak mempunyai
Ketua lagi kecuali Wakil Ketua yang dijabat oleh Handan Zoelfa.
Penangkapan
Mantan Ketua MK itu memang menghebohkan masyarakat bahkan dunia Internasional.
Karena MK yang selama ini dianggap sebagai benteng keadilan kini kepercayaan
Masyarakat pun pesimis. Itu mungkin sebabnya, Presiden SBY tanggal 17 Oktober
2013 menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No 1 tahun
2013. Perpu ini secara ketata negaraan setelah ditandatangani berlaku sah
sebagai Undang Undang, sebelum adanya keputusan DPR RI menerima atau
menolaknya. Oleh karena berlaku sebagai Undang Undang maka Hakim Konstitusi
semestinya mematuhi ketentuan yang telah diatur di dalam Perpu tersebut.
Dalam pasal 24c
ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 menyatakan, Mahkamah konstitusi mempunyai
sembilan Hakim Konstitusi. Oleh karenanya sesungguhnya, jika Akil Mochktar
telah diberhentikan maka ,DPR RI mengisi satu Hakim Konstitusi untuk memenuhi
ketentuan sembilan orang. Setelah penuh sembilan orang, Hakim Konstitusi
tersebut bersidang untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) Undang Undang Dasar 1945 tersebut.
Kini, Hakim
Konstitusi yang hanya dihadiri delapan orang dari 9 yang disyaratkan UUD tetap
melaksanakan rapat pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK.Al hasil , Hamdan Zoelfa
terpilih sebagai Ketua dan Arif Hidayat sebagai Wakil Ketumber itu adalah dari
Pemerintah.
Kepada Pers
Handan Zoelfa memang menyatakan harapannya agar ia dapat berjalan pada jalan
yang benar. Selain itu ia juga merencanakan untuk meningkatkan integritas Hakim
Konstitusi termasuk Pegawai dan Panitera. Harapan itu sangat menggembirakan
memang, pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana posisi Hakim Konstitusi yang
sebelumnya menjadi Tim panelnya Akil yang menangani sengketa Pilkada yang kini
diduga memberikan suap?
Wakil Ketua MPR
RI pernah meminta Hakim Konstitusi menunda pemilihan Ketua Mk yang baru.
Alasannya menunggu pembahasan Perpu ditingkat DPR RI. Himbaua itu tak digubris
Hakim Konstitusi, mereka tetap melaksanakan pemilihan tanggal 1 November 2013.
Melanggar Hukumkah Hakim Konstitusi yang mnelaksanakan pemilihan Ketua dan
Wakil Ketua setelah Perpu diterbitkan?
Boleh jadi ada yang berpendapat melanggar, karena dalam Perlu dinyatakan melibatkan
Komisi Yudisial tetapi disi lain Hakim Konstitusi berargumentasi Perpu tidak
mengatur secara spesifik tentang pemilihan ketua. Siapa yang dapat menafsirkan
ketentuan itu ?
Posting Komentar