Sistem lelang untuk mengisi
Jabatan Kepala Kelurahan dan Kepala Kecamatan yang diadakan belakangan di Provinsi DKI Jakarta, suatu terobosan yang
mengedepankan transparansi. Sebab selain untuk mendapatkan calon yang kualifait
dan kapabel juga upaya meminimais praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN)
yang selama ini diduga selalu terjadi karena sistem pengangkatan pejabat
dilakukan secara tertutup. Oleh karena sistem ini juga memberikan kesempatan
kepada seluruh PNS yang baik tidak berlebihan jika pola ini dapat dilakukan di
seluruh Provinsi, Kabupaten,Kota seluruh
Indonesia.
Rekruitmen yang boleh disebut pelamaran umum ini , setidaknya dapat
menjaring orang orang yang mempunyai potensi melalui berbagai tes khusus yang dilakukan
untuk mengetahui tinngkat kemampuan dan pemahaman wilayahnya. Namun perlu
dipikirkan sistem ujian dan atau testing maupun phisikotes secara teoritis sesungguhnya tidaklah cukup, tetapi yang terpenting adalah lapangan,
apakah mengenal lapangannya, masalahnya, tehnik penyelesaiannya dan
seterusnya.Oleh karenanya agar maksimal harus melibatkan masyarakat setempat
yang mengetahui calon pejabat itu di daerahnya mamsing masing. Selama ini
banyak pejabat kita pintar berteori tetapi gagal dalam praktik lapangan
.Karenanya sangat diragukan kelulusan terori
semata akan tidak mampu mengimplementasikan ilmunya dilapangan, sebabnya
karena yang bersangkutan berteori dibalik meja tanpa mau turun dan tidak
memahami masalah diwilayahnya.
Gubernur DKI Jakarta Djoko Widodo, dan Wakil
Geburnur DKI Jakarta, Basuki Cahaya Purnama (Ahok) dalam beberapa kesempatan
selalu mengatakan, bahwa sistem ini dilakukan adalah untuk mencari figur yang
prorakyat. Dengan niat ini tentu semua
pihak mendukung sepenuhnya karena itulah harapan rakyat.Selain transparansi
yang ditunjukkan Gubernur DKI Jakarta , sistem yang dilaksanakan ini setidaknya
mendapat gambaran calon pejabat yang akan diangkat tersebut akan mampu mengmban
tugas sesuai dengan amanat yang ditetapkan yaitu untuk rakyat. Oleh karenanya untuk
mencapai harapan itu tentu tidak cukup hanya menang teori akan tetapi yang
terpenting peran serta masyarakat wilayah itu dapat dilibatkan untuk memberikan
masukan atas calon bersangkutan.
Cukup banyak pejabat Kepala
Kelurahan maupun Kepala Kecamatan yang kurang memahami masalah di wilayahnya. Contohnya
saja misalnya di Keluarahan Petukangan Selatan, Kecamatan Pesanggrahan,Jakarta
Selatan . Pejabat di Kelurahan dan Kecamatan, pastilah diketahui bagaimana
memimpin dan bersikap tindak selama di wilayah tersebut., mengenkah lingkungan
secara benar? Dapatkah menyelesaikan masalah yang muncul di wilayahnya ?
pernahkan turun kelapangan dan dikenal warganya? Itu beberapa contoh yang harus
diminta masukan dari masyarakat setempat. Sebab jika tidak maka, secara
teoritis memang, tentang Ilmu pemerintahan misalnya, termasuk dalam pelayanan
yang prima seolah olah luarbiasa kerakyatannya, mungkin saja dapat terjawab
dengan baik karena telah dipelajari sebelumnya. Adakah jaminan seorang yang
pintar bertieri dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya kelak? Itulah
yang tidak pasti.
Pelaksana Tugas Kepala Kelurahan Petukangan Selatan yang juga wakil Camat
pesanggrahan misalnya, dinilai warga Blok pandan Permai tidak keinginan untuk memperbaiki data
kependudukan. Alasannya, karena dalam rapat yang diadakan di Kecamatan tanggal
20 Mei 2013 Plt Kepala Kelurahan ini dinilai sengaja mengambangkan persoalan
untuk menunda pemekaran RT yang diusulkan. Padahal, Ketua RT 02/02 termasuk Ketua
RW 02 telah menyatakan dan mengusulkan juga agar terhadap para penggarap yang
berdomisili di Blok Pandan permai dapat dibuat satu Rt demi pelayanan yang
cepat kepada warga.
Pengajuan pemekaran RT di
Lingkungan Blok Pandan Permai, Kelurahan Petukangan Selatan, Kecamatan
Pesanggrahan Jakarta Selatan ini tidak semata mata karenanya banyaknya warga di
Lingkungan RT 002/02 tetapi yang terpenting dari itu ialah penetapan status
sebagai warga negara dalam suatu wilayah secara administratif. Sebab,
dilingkungan Blok Pandan yang dihuni lebih kurang 152 Kepala Keluarga, terdiri
atas, 47 adalah pemilik KTP dari Rt 002/02 , dari RT 011/02 3 Kepala Keluarga,
Rt 005/02 sekitar 7 Kepala Keluarga, dan Keluarahan Ulu Jami, Pesanggarahan
,Bintaro dan Petukangan Utara sekitar 29 Kepala Keluarga, dan selebihnya adalah
penduduk daerah .Namun meski fakta ini diserahkan sesuai dengan bukti Foto Copy
KTP masing masing ternyata, bagi Wakil Camat Pesanggarahan sebagai Pelaksana
Tugas Kepala Keluarahan Petukangan Selatan masih kurang untuk diadakan
pemekaran diwilayah itu.
Permohonan pemekaran RT
dilingkungan Rt 002/02 itu sesungguhnya sudah tidak ada masalah jika Kepala
Kelurahan secara sungguh sungguh dapat memisahkan kepemilikan atas tanah dengan
kependudukan. Sebab, baik Ketua Rt 002/02 mapun Ketua RW 02 telah pula
menyatakan dalam rapat, agar pemekaran di Blok Pandan dapat segera dilakukan
demi jangkauan pelayanan atas kebutuhan masyarakat setempat. Akan tetapi oleh
karena peserta rapat selain wakil warga
Blok pandan, LMK,Ketua RT 002/02 ,Ketua RW 02, Babinsa dan Binmas, juga
mengundang ahli waris almarhum H Gojali yang mengaku sebagai pemilik atas lahan
seluas 2 Ha tersebut. Karena ahliwaris Almarhum H Gojali menyatakan tidak
setuju pembentukan Rt diatas tanah
garapan warga yang dihuni sejak tahun 1992 itu, meski Ketua RT dan RW
menyetujui, Wakil Camat yang memimpin rapat tersebut menutup rapat tanpa suatu
kesimpulan.
Jika saja Wakil Camat
Pesanggrahan sebagai Pelaksana Tugas Kepala Kelurahan Petukangan Selatan dapat
membedakan kepemilikan dengan pemekaran RT
dengan pengertian kependudukan, sesungguhnya tidak perlu menunda nunda
yang berpotensi ketidak nyamanan warga. Sebab warga sendiri menyatakan, bahwa
jika ternyata dikemudian hari, ada keputusan hukum berkekuatan tetap maka warga
siap pindah tanpa ganti rugi. Untuk maksud tersebut warga pun bersedia
membuatkan suatu pernyataan. Namun demikian rupanya tidak cukup bagi Wakil
Camat untuk menetukan sikap, terhadap permohonan warga tersebut.
Pertanyaannya sekarang, adakah
kemauan Kepala Kelurahan Petukangan Selatan untuk menata kependudukan
diwilayahnya yang carut marut seperti dijelaskan diatas? Dapatkah dijadikan
bahan untuk mencapai penataan kependududkan fakta dan pernyataan warga diatas
sebagai salah satu bahan untuk menentukan sipak? Jawabannya mungkin tidak bisa
jika Gubernur DKI Jakarta Djoko Widodo tidak turun tangan langsung. Sebab yaitu
tadi, fakta yang dinyatakan Ketua RT 002/02 dan Ketua RW 02 termasuk dari LMK
sama sekali kurang direspon kecuali
menutup rapat tanpa kesimpulan.
Kebijakan Gubernur Djoko Widodo
membentuk RT dan RW di Tanah Merah Tangjung Priuk merupakan kebijakan yang
nyata memisahkan kepemilikan atas Tanah dengan kependudukan. Tanah merah, konon
kabarnya adalah hak milik Pertamian (persero) yang dibuktikan melalui
Sertipikat kepemilikan sesuai ketentuan yang dimaksud dalam Undang Undang No 5
tentang pokok pokok Agraria. Akan tetapi oleh karena jelas pemisahan bukan
kepemilikan melainkan kependudukan maka, Walikota Jakrta Utara dapat
melaksanakannya sesuai ketentuan tanpa mencipatakan suatu kesulitan yang
terjadi selama ini dibirokrasi kita. Pembentukan RT dan RW di Tanjung Priuk
meski lahan yang diduduki warga bersertipikat, sungguh sangat jauh beda dengan
Blok Pandan Permai Kelurahan Petukangan Selatan. Sebab selain untuk pemekaran
dari RT 002/02 disini benar ada yang mengaku sebagai pemilik namun tidak pernah
membuktikan kepemilikannya. Namun terlepas dari itu, kesediaan warga pindah
tanpa ganti rugi bilamana ternyata dikemudian hari ada keputusan hukum berkekuatan
tetap.
Pertanyaannya sekarang, adakah
kesungguhan dari Pemerintah Wilayah Jakarta Selatan khususnya Kelurahan
Petukangan Selatan untuk menata kependudukan di wilayahnya ? Warga Blok pandan
Permai meragukan kesungguhan itu. Sebab, diatas tanah garapan mereka ternyata
beberapa bukti kepemilikan pihak lain yang juga telah diserahkan sebagai bukti
kepada Kelurahan juga tidak membuat Kepala Kelurahan Petukangan Selatan
menyimpulkan untuk memekarkannya. Karenanya warga menaruh curiga mendalam, jangan
jangan sengaja melakukan pembiaran dengan alasan ada yang keberatan tanpa
didukung fakta hukum hanya karena sesuatu.
Kecurigaan itu boleh jadi benar
boleh juga tidak benar. Sebab Wakil Kepala Kelurahan Petukangan Selatan, kepada
warga menyatakan bahwa sesungguhnya lahan yang diduduki warga di Blok Pandan
Permai tersebut, setahunya adalah semula tanah Negara , bengkok yang
selanjutnya dibebaskan oleh Pantia Asian Games tahun 1962 untuk tempat
penampungan warga pindahan dari Gelora Bungkarno. Akan tetapi oleh karena
daerah itu sebelumnya adalah hutan belantara, maka tidak seorang pun gusuran
dari senayan mau pindah kelokasi Blok Pandan tetapi emilih ke Tebet, Pasar
Minggu dan lainnya. Kemudian karena tanah tersebut terlantar, P dan K Hanglekir
mengampling daerah itu yang dibagi bagi kepada para Guru dibawah naungannya.
Entah karena apa, setelah G30S PKI tahun 1965 pemilik surat surat termasuk
sebagaian akta Jual beli yang dibuat oleh dan ditandatangani Asisten Wedana
Cileduk banyak yang dibakar dan dihilangkan, sehingga sejak tahun 1965 tanah
tersebut menjadi terlantar hingga warga membangun rumah tinggal diatas tersebut
sejak 1992.
Pertanyaannya kemudian, apakah
tidak pernah diadakan suatu rapat internal di Kelurahan untuk mengetahui duduk
soal yang sebenarnya? Atau menggap mengetahui karena memang sudah ada keputusan
menolak misalnya? Kurang jelas.Namun yang pasti kesimpulan yang diambil
Pelaksana Tugas Kepala Kelurahan Petukangan Selatan saat itu ialah menunda
untuk kemudian diadakan rapat kembali. Kita tunggu tanggal mainnya.
Posting Komentar