Berkas perkara dugaan tindak
pidana Korupsi pada Korp Lalulintas yang ditangani Mabes Polri hingga kini belum ada penyerahan resmi dari
Polri kepada KPK. Belum diserahkannya berkas perkara itu karena kedua pihak
masih membicarakan tehnisnya. Tehnis yang dimaksud ialah apakah Mabes Polri
harus menghentikan Penyidikannya terlebih dahulu baru menyerahkan. Sebab
beberapa pandangan hukum menyatakan Mabes Polri harus terlebih dahulu
menghentikan penyidikannya untuk selanjutnya baru diserahkan.
Masalahnya sekarang adalah,
penghentian penyidikan suatu tindak pidana dapat dilakukan karena tidak cukup
bukti, atau menurut menurut hasil penyidikan bahwa perkara tersebut bukan
merupakan tindak pidanan atau dihentikan untuk kepentingan umum. Perkara yang
disidik Mabes Polri atas kasus ini telah cukup bukti, bahkan telah diberkas dan
diserahkan kepada Kejaksaan. Soal adanya pengembalian dari kejaksaan untuk
melengkapi sesuatu yang menhurut Jaksa ada kekurangan merupakan proses hukum.
Artinya telah terbukti sementara bahwa terjadi tindak pidana.
Mabes Polri yang sudah melakukan
penyidikan terhadap kasus tersebut boleh jadi menerbitkan penghentiaan
Penyidikannya sesuai ketentuan pasal 50 ayat (3) dan (4) dari undang Undang No
30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang Undang
tentang Komisis Pemberantasan tindak Pidana korupsi merupakan lex spesialis
sesuai ketentuan. Karenanya kalau pun ternyata ada pihak pihak yang mencoba
mengajukan SP 3 itu ke Pengadilan (Praperadilan) soal lain tetapi penghentian
yang dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Penghentian Penyidikan
sesungguhnya tidak harus dilakukan Mabes Polri atas perkara tersebut. Sebab
bolah jadi penyerahan berkas itu diserahkan sesuai dengan perintah Undang
Undang sebagaimana disebutkan diatas. Sebab penyerahan dimaksud tidak ada
perintah yang menyatakan penyerahan berkas perkara dari Kepolisian maupun
kejaksaan yang melakukan penyidikan terhada suatu perkara tindak pidana korupsi
harus dihentikan terlebih dahulu. Oleh karenanya selama tidak ada perintah
undang undang maka penyerahan tanpa penghentian terlebih dahulu tidaklah
melanggara hukum.
PERINTAH TIDAK TEGAS
SBY dalam pidatonmya menyatakan
Polri agar menyerhakan berkas perkara Simulator kepada KPK.Sedangkan kasus
Novel Baswedan, menurutnya tidak tepat waktunya. Pernyataan Presiden itu
dinilai sebagai sesuatu yang kurang tegas. Banyk pihak menilai Pidato itu bagus
mengalir dan sebagain lagi mengaku ini kali SBY tegas. Boleh jadi memang
terkesan tegas karena dengan perintah untuk menyerhakan berkas perkara
Simulator itu kepada KPK. Instruksi itu sesuai dengan ketentuan perundang
undangan yang berlaku.
Pasal 50 ayat (1) dari Undang
Undang No 30 tahun 2002 ”dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan
Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara
tersebut telah dilakukan penyidikan oleh Kepolisian atau kejaksaan, Instansi
tersebut wajib memberitahukan kepada Komisis Pemberantasan Korupsi paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung tanggal dimulainya penyidikan.
Ayat (2) Penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian atau kejaksaan sebagaimana
dimaksud pasal 1 diatas wajib dilakukan koordinasi secara terus menerus dengan
Komisi Pemberantasan Korupsi. Ayat ke (3) menyatakan dalam hal Komisis Pemberantasan tindak Pidana Korupsi
sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud ayat 1 Kepolisian atau
kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan. Dalam ayat terakhir (4)
menegaskan, dalam hal penyidikan dilakukan bersamaan oleh Kepolisian dan
Kejaksaan dan Komisis Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan
kepolisian dan atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.
Dari ketentuan tersebut diatas
sesungguhnya Kepolisian sudah harus melimpahkan perkara itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sejak lama tanpa
menunggu pernyataan Presiden. Sebab ketentuan yang dimaksud dalam Undang Undang
No 30 tahun 2002 merupakan lex spesialis yang harus diturut dan dilaksanakan.
Kini dengan berlarutnya tehnis penyerahan yang masih dibicarakan antara KPK
dengan Polri masyarakat pun bertanya tanya , ada apa dalam pemberkasan
Kepolisian sehingga harus melakukan pembicaraan tehnis segala? Bukankah
sesungguhnya berkas perkaranya berikut barang bukti yang didapat penyidik Polri
semuanya sudah harus diserahkan?
Penyerahan berkas perkara itu
sesungguhnya tidak memerlukan hal hal tehnis kecuali sepenuhnya baik dalam
bentuk BAP maupun barang bukti harus diserahkan. Pengembangan selanjutnya
terserah kepada KPK untuk membuktikannya dimuka sidang pengadilan Tikipor. Kini menjadi bias, pasalnya dikabarkan bahwa
ternyata slah satu tersangka yang saat
itu ketua Panitia dituduh memalsukan tandatangan Djoko Susilo. Artinya bolah
jadi memang tuduhan yang diarahkan memalsu bukan tidak mungkin melepaskan
keterlibatan Djoko Susilo dari jerat hukum. Itukan yang hendak dikawan Mabes
Polri? Barangkali tidak.
Polri memang nampaknya gamang
dalam penyerahan berkas ini.Masalahnya banyak tanggapan pihak yang menyatakan
Kepolisian menghentikan penyidikannya terlebih dahulu. Selain permintaan itu
juga ada yang berpendapat bahwa Kejaksaan sebagai Penuntut tertinggi dapat
mengambil alih penyidikan itu dengan mengordinasikan kepada KPK. Kedua pendapat
itu boleh jadi b enar tetapi juga mungki n tidak pas. Sebab, secara tegas
ketentuan perundang undangan menyatakan bahwa atas tindak pidana Korupsi KPK
lah yang berwenang. Sekalipun Kepolisian dan atau kejaksaan telah melakukan
penyidikan terhadap suatu tindak pidana korupsi, KPK
Pasal 8 ayat (2) menyatakan dalam
melakukan wewenang sebagai dimaksud ayat 1 Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan, terhadap pelaku
tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan. ayat
(3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau
penuntutan, Kepolisian atau Kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh
berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu
14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan dari
Komisi Pemberantasan Korupsi. Dan ayatnya yang ke (4) menyebutkan penyerahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani Berita Acara Penyerahan
sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat
penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dengan perintah undang undang ini
sesungguhnya Kepolisian tidak lagi mempersoalkan apakah dihentikan terlebih
dahulu atau tidak .Sebab penghentian penyidikan yang dimaksud oleh perundang
undangan dapat dilakukan jika ternyata tidak terbukti tindak pidana
bersangkutan atau bukan merupakan tindak pidana.Nah dalam perkara ini jelas menurut
hasil penyidikan adalah merupakan tindak pidana maka tidak ada kemungkinannya
dihentikan penyidikannya. oleh karenanya penyerahan tanggung jawab penyidikan
sesuai ketentuan tersebut diatas kepolisian tidak perlu menunggu nunggu waktu
yang dapat berakibat hukum status
penahanan para tersangka.
SBY TERLALU KHAWATIR
Penyelesaian perbedaan pendapat
antara KPK dengan Mabes Polri dalam penanganan kasus Simulator itu sesungguhnya
tidak perlu terjadi jika saja Presiden SBY segera menghentikannya. Akan tetapi
oleh karena hal itu berkembang terus tanpa intervensi Presiden maka masyarakat
banyak menilai adanya pemberiaran dari Presiden SBY. Tat kala rakyat diberbagai
daerah menyuarakan dan menekan terus, SBY pun mengambil jalan tengah dengan
memerintahkan Kapolri untuk menyerahkan berkas perkara itu kepada KPK.
Penanganan perkara itu sesungguhnya
memang adalah kewenangan KPK. Perintah
SBY kepada Kpolri untuk segera menyerahkan berkas perkara Simulator itu kepada
KPK sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Masalahnya sekarang setelah
Instruksi itu, SBY juga menyatakan bahwa penanganan terhadap kasus penganyaan
tahun 2004 di bengkulu yang diduga melibatkan, Novel Baswedan timingnya tidak
tepat.
Ketidak tepatan timing yang
dimaksud itulah terlihat SBY sangat khawatir bersikap tegas sesuai ketentuan
perundang undangan. Bukankah kita hendak menegakkan hukum itu, dan memberikan
persamaan hak dan kedudukan dimuka hukum?
Akankah tertunda penyidikan Simulator pada KPK termasuk kasus lain yang
sedang ditangani jika Novel Baswedan diberikan untuk ditindak lanjuti?
Bukankah keputusan itu tidak diskriminasi
atau penegakan hukum yang tanggung tanggung?
Andaikan SBY mau brsikap tegas,
menyatakan bahwa penanganan perkara Simulator pada Korp Lalu Lintas oleh karena
diduga tindak pidana itu dilakukan oleh penyelenggara negara sepenuhnya
kewenangan KPK dan Pidana Umum sepenuhnya merupakan kewenangan Polri maka
pastilah tidak ada merasa kehilangan muka. Akan tetapi dengan menunda
penanganan perkara Novel Baswedan, bukan tidak mungkin Polri kehilangan muka
disamping , Novel sendiri tidak ada kepastian hukumnya.
Novel Baswedan memang salah satu
tim Penyidik Perkara Simulator Korp Lalulintas Polri yang secara kebetulan
menjadi tim dalam penggrebekan markas Korp Lalulintas polri itu beberapa waktu lalu. Penetapan tersangka
terhadap Novel Baswedan, oleh Mabes Polri banyak pihak mengaitkannya kepada kasus
Simulator yang baru diperiksa tersebut. Entah kebetulan atau sengaja memang
tidak lama setelah Irjen Pol Djoko
Susilo diperiksa sebagai tersangka oleh Penyidik KPK tim Serse dari Bengkulu
bersama Polda Metro mendatangi KPK untuk menangkap Novel Baswedan.
Kehadiran reserse dari Polda
Bengkulu dan Polda Metro Jaya itu dinilai sebagai salah satu upaya melemahkan
KPK.Karenanya berbagai penjuru tanah air pun memberikan dukukan terhadap KPK.
Dukungan dalam pemberantasan tindak Pidana Korupsi ini memang perlu dilakukan.
Masalahnya sekarang dukungan yang b erlebihan bahkan cenderung melanggara hukum
tidak sepantassnya dilakukan. Sebab Novel Baswedan yang diduga terlibat dalam
penganyaan yang mengakibatkan seorang meninggal hahrus diproses sesuai dengan
hukum yang berlaku. Nah apakah benar terkait balas denadm dari Kepolisian,
tentua masyarakat luas akan tersu mengikuti agar pelaksanaan hukum atas perkara
itu benar benar sesuai dengan ketentuan KUHAP tidak rekayasa.
Mestinya KPK pun tidak perlu memp[ertahankan Novel
Baswedan,demi keharmonisan kedua Lembaga itu kedepan. Sebab dugaan mempolitisasi dapat berkembang terus di
masyarakat yang berakibat kurang harmonisnya hubungan kedua lembaga itu. Sebab
tanpa Novel di KPK berkas perkara itu
tetap akan jalan karena masih puluhan penyidik polri yang juga handal sekaliber Novel Baswedan masih ada di
KPK. Seandainya Presiden SBY secara tegas memerintahkan Kapolri dan
mengumumnkan penindakan hukum tidak pandang bulu termasuk bagi Novel maka peristiwa
ini tidak akan berlarut larut. Adakah niat kita semua hendak benar benar
memberikan persamaan dumuka hukum? Kita tunggu.
Posting Komentar