Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono(SBY) memerintahkan
Polri untuk menyerahkan penanganan perkara dugaan tindak Pidana Korupsi
Simulator mengemudi di Korp Lalu Lintas Polri sepenuhnya kepada KPK. Selain
instruksi untuk menyerahkan penanganan kasus itu kepada KPK,juga dinyatakan
bahwa perubahan Undang Undang tentang KPK tidak perlu jikalau hendak mengurangi
kewenangan nya kecuali memperkuat. Menyangkut masalah Kompol Novel Baswedan,menurut Presiden timingnya kurang tepat biarkan terlebih
dahulu menyelesaikan tugas tugasnya di KPK. Itulah pengumuman penting yang
ditunggu tunggu rakyat selama beberapa waktu belakangan sebagai upaya
penyelesaian antar kedua lembaga penegak hukum tersebut.
Instruksi Presiden SBY kepada Kapolri
itu meski terlambat tetapi merupakan penyelesaian perbedaan pendapat antar
kedua Lembaga. Sebab tanpa Instruksi itu mungkin saja Polri tetap akan ngotot
menanganinya.Masalahnya karena Polri sudah jauh melakukan pemberkasan terhadap
sebagian tersangka atas kasus tersebut. Penanganan Polri atas tindak pidana
korupsi itu memang ditegaskan dalam Undang Undang No 2 tahun 2002. Artinya dari
sisi ketentuan itu Polri tidak salah karena masing masing sebagai penegak
hukum.
Banyak pihak menilai Instruksi
Presiden SBY kepada Kapolri untuk menyerahkan kasus Simulator itu kepada KPK
tidak lain karena derasnya tekanan publik. Alasannya, kalau hanya menyerahkan kasus
itu kepada KPK semestinya sejak perbedaan pendapat itu sudah harus ditangani.
Undang Undang No 30 tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
pada Pasal 50 ayat 3 menyatakan
dalam hal Komisi pemberantasan korupsi sudah mulai melakukan penyidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Kepolisian atau Kejkasaan tidak berwenang lagi
melakukan penyidikan. Dalam ayat ke 3 dinyatakan, dalam hal penyidikkan
dilakukan secara bersamaan oleh Kepolisian dan/atau Kejaksaan dan Komisis
Pemberantasan korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejkasaan
tersebut segera dihentikan. Sesuai ketentuan tersebut sesungguhnya telah jelas
siapa yang berhak untuk selanjutnya mengajukan ke muka sidang perkara itu.
Akibat sempatnya berlarut larut
kasus masalah ini, masyarakat pun menganggap SBY membiarkannya tanpa mau turu
tangan menyelesaikannya. Kini setelah rakyat banyak turut menyuarakan dan
memberikan dukungan terhadap KPK , baru menginstruksikan Kapolri untuk
menyerahkan kasus itu kepada KPK. Mengenai pendapat yang menyatakan adanya
pembiaran atas masalah itu, SBY maupun Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi
membantah pemerintahnya. Alasannya sangat tidak elok jika setiap saat presiden
harus turun tangan. Sebab hal itu dapat dinilai sebagai intervensi. Boleh jadi
memang akan tetapi dalam kasus ini selain dari Undang Undang yang sudah
menegaskannya, polri adalah bawahan langsung Presiden yang tidak ada bahasa
intervensi oleh karena sesuai ketentuan yang berlaku.
PRESIDEN SBY KURANG TEGAS
Dalam pidato presiden SBY yang
dinyatakan sebagai upaya penyelesaian masalah antara KPK dengan Polri ini pun
dinilai kurang tegas. Ketidak tegasan
disini oleh karena berpotensi kurangnya kepastian hukum khususnya terhadap Novel Baswedan penyidik KPK yang diduga terlibat melakukan penganyaan yang
mengakibatkan meninggalnya korban di Bengkulu tahun 2004. Meski perkara sudah
lama karena belum kedalwarsa dan adanya permintaan keadilan dari kuasa hukum
dari dua orang kawanan korban yang meninggal akibat ditembak itu Kepolisian
Polda Bengkulu secepat kilat hendak mau menangkap Kompol Novel dari KPK. Sontak
saja rencana penangkapan itu dinilai kalangan masyarakat luas sebagai bentuk
balas dendam Kepolisian terhadap KPK , sebab tidak lama setelah KPK memeriksa
Djoko Susilo sebagai tersangka, Tim penyidik dari Bengkulu koordinasi dengan Polda Metro Jaya
mendatangni Gedung KPK untuk menciduk Novel Baswedan.
Informasi yang berkembang adalah,
bahwa penyidik yang datang itu cukup banyak bagaikan hendak menangkap seorang
penjahat kelas kakap yang sulit ditangkap. Yang menyedihkan dikabarkan penyidik
belum pernah memanggilnya terlebih dahulu. Jika hal itu benar, pantas saja
masyarakat luas mengaitkan rencana penangkapan Novel Baswedan itu sebagai
bentuk melemahkan KPK. Padahal sesungguhnya tidaklah demikian, memang benar
benar mungkin Penyidik telah mengantongi bukti kuat keterlibatannya dalam kasus
tersebut.
Terhadap Kompol Novel Baswedan,
SBY nyatakan tidak tepat timingnya. Boleh jadi memang dinilai waktunya kurang
tepat sebab, masyarakat luas sempat
menaruh simpati yang amat luar biasa karena dikait kaitkan dengan penanganan
kasus Simulator. Kalau memang ternyata menurut bukti keterlibatannya dalam
kasus tersebut, KPK semestinya tidak melindungi anggotanya yang terlibat dalam
tindak pidana itu. Demi kebaikan bersama dan kepastian hukum sewajarnya
merelakan untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Apakah KPK akan tertunda penyidikannya jika Novel tidak ada di KPK? Selesaikah
masalah ini dengan baik, rukun dan damai khususnya bagi Novel Baswedan, dengan
sikap perlawanan seperti ini? Jawabannya tentu mungkin tidak. Sebab siapapun
yang bersalah kita harus sepakat harus diseret kemuka pengadilan untuk
kepastian hukum.
Meski langit akan runtuh hukum
harus ditegakkan iotulah adagium hukum yang kita kenal. Karenanya demi
mewujudkan persamaan kedudukan dimuka hukum,seyogyanya semua pihak harus
mendukung Polri untuk menuntaskan perkara itu demi kepastian hukum. Tidak saja
sebatas Novel Baswedan, namun perlu juga diusut Hakim Kode Etik hingga mantan
petinggi Polda Bengkulu semasa peristiwa itu terjadi. Seaswedan, telah disidang
kode etik dan kabarnya Novel Baswedan telah menjalani hukuman sesuai keputusan
sidang etik tersebut.
Entah ada kaitan dengan kasus
Simulator yang sedang disidik KPK atau tidak yang pasti Oktober memang Kuasa
hukum dari dua rekanan korban yang meninggal itu memohon keadilan ke Plolda
Bengkulu. Artinya bukan dicari cari hanya saja Novel Baswedan yang kebetulan
menjadi tim penyidik Simulator dan salah
satu pimpinan rombongan saat penggeledahan di Korlantas kasus itu dikait
kaitkan dengan Simulator. Namun lepas dari itu hukum harus ditegakkan oleh
karenanya dengan pengungkapan kasus itu
akan terungkap siapa sesungguhnya yang
bersalah dalam perkara itu akan ditentukan oleh Pengadilan yang memeriksa dan
memutusnya. Dengan demikian maka kepastian hukum pun akan tampak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Sebab jika hal ini terus dipertahankan mengakibatkan kepolisian tidak dapat
melanjutkan penyidikannya maka komitmen untuk memperkuat lembaga Penegak hukum
semakin jauh dari harapan. Demi kerukunan dan kebaikan bersama kedepan KPK
legowo menyerahkannya untuk kepastian hukumnya.
Posting Komentar