Memperjuangkan keadilan memang tidak semudah membalikkan
tangan. Pasalnya banyak pihak hendak memperjuangkan keadilan yang menerpa
dirinya kandas sedemikian rupa dihadapn hukum hanya karena formalistis semata. Ada
banyak kasus yang disidik oleh penyidik sebut saja kasus pembunuhan di Bekasi,
Jombang dan lain penyidik yang menetapkan yang disangkanya itu pun dihukum
berat. Putusan ini sampai tingkat Mahkamah Agung menguatkannya. Artinya perbal
dari Penyidik dinhatakan sangat sempurna oleh Kejaksaan, selanjutnya ke
Pengadilan, dan anehnya lagi ndibuktikan di Pengadilan. Dua kasus terakhir yang
dihukum 18 Tahun karena pembunuhan, bernasib baik.Seorang yang ditahan di LP
mengakui sendiri perbuatannya terhadap kasus tersebut dan bukan terhukum itu
yang melakukan tetaspi dirinya. Pengakuan tulus ini pun diklarifikasi oleh yang
bewenang benar faktanya. Bagaimana terhukum yang sudah mendekam tersebut? Tidak
berarti langsung dilepas tetapi ia harus mengajukan Kasasi atau Peninjauan Kembali
jika kasusnya sudah mempunyaim kekuatan hukum tetap.
Komisaris Jenderal Polisi, Drs,Budi Gunawan,SH.Msi dinilai
berprestasi di Kepolisian. Karenanya baik dari Komponas, teristimewa Presiden
Joko Widodo mengusulkannya untuk menjadi Calon tunggal Kapolri menggantikan,
Jenderal Polisi Drs Sutarman Januari 2015 lalu. Sayangnya, secara tiba tiba dan
mendadak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pimpinan Abraham Samad dan Bambang
Widjojanto menetapkannya sebagai tersangka dugaan tindak pidana Gratifikasi. Meski
secara politis, Budi gunawan telah disetujuai oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia, Presiden urung melantiknya. Aalasannya semula dinyatakan
menunggu proses hukum yang saat itu digelar Praperadilan di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan.
Rasa keadilan , Budi Gunawan, pemohon Praperadilan tersebut
pun tercapai. Penetapan tersangka terhadap dirinya oleh KPK dinyatakan tidak
sah. Sesungguhnya dengan proses hukum yang telah berkekuatan itu, dihubungkan
dengan persetujuan DPR-RI tidak ada lagi alasan bagi Presiden untuk tidak
melantiknya. Tetapi yang terjadi, Presiden Jopko Widodo mengubahnya dengan
mengganti calon yang baru, Komjen Pol Badrodin Haiti yang kini telah sah
menjadi Kapolri.
BEDA NASIP ATAU FAKTA
Keberuntungan seseorang memang berbeda beda, sejak
praperadilan, Komjen Pol Budi Gunawan dikabulkan, Hakim Sarpin, ada beberapa
tersangka mengajukan Praperadilan tentang sah tidaknya penetapan tersangka ini
ke Pengadilan, khususnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dari beberapa
kasus Praperadilan itu semuanya ditolak, dengan berbagai alasan. Di Jawa Timur
misalnya, Hakim menolak Pernohonan Praperadilan atas penetapannya sebagai
tersangka oleh Kepolisian dinyatakan tidak masuk objek Praperadilan, dan ada
juga oleh karena perkaranya sudah masuk pengadilan maka sesuai ketentuan
Permohonan tersebut dinyatakan gugur.
Komjen Budi Gunawan memang dinilai boleh sangat beda
dibanding yang lainnya. Perbedaan disi bukan karena dia sebagai seorang
Jenderal berbintang tiga, tetapi penetapannya dirinya selaku tersangka oloh KPK
dinilai banyak pihak tendensi politik. Kecurigaan itu karena saksi-saksi yang
memberatkan atas dirinya belum pernah diperiksa, kecuali mungkinm benar
mendapatkan data-data tertentu, bukankah data itu harus divalidasi? Itulah
masalahnya. Dan ternyata, benar, Hakim ,Sarpin menyatakan penetapan tersangka
terhadap Budi Gunawan adalah tidak sah. Artinya, secara hukum maupun politik
Budi sama sekali tidak bersalah.
Kini, Kapolri terpilih itu pun harus rela menjadi Wakil
kepala Polri. Boleh jadi memang sebagai prajurit sesuai sapta marga, dimanapun
dan kapan pun seorang prajurit harus siap tidak membatah. Itu mungkin yang
dilakukan, Seorang Budi Gunawan, sehingga bersedia dipilih menjadi Wakil
Kapolri.
Bagaimanakah jaminan hukum terhadap orang yang tidak bersalah
? haruskah tetap dihukum secara sosial meski dinyatakan oleh hukum tidak?
Semoga hukum kedepan benar benar mejadi dasar dari segala keputusan.
.
Posting Komentar