Penahanan
terhadap, Anas Urbaningrum, oleh KPK
terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus proyek Hambalang kini memasuki tahap
kedua setelah tahap pertama ia ditetapkan sebagai tersangka setahun silam. Sejak,mantan Ketua
Umum Partai Demokrat itu disetapkan menjadi tersangka baik kolega maupun penasehat hukumnya terkesan menantang KPK,menuntut alasan KPK menjadikan,
Anas, sebagai tersangka, selanjutnya mempertanyakan kenapa tidak ditahan dan argumentasi hukum lainnya yang dilontarkan.
Selain itu juga dikait kaitkan pada politik dimana posisinya sebagai Ketua Umum
Partai Demokrat ketika itu yang dinilai
sedang berbeda pendapat dengan SBY selaku Ketua Dewan Pembina.
Kasus yang banyak
menghiasi halaman Media Cetak ini menarik untuk disimak. Pasalnya,penetapannya
sebagai tersangka, 11 , bulan lalu dikaitkan dengan Presiden SBY selaku Ketua
Majelis Tinggi Partai yang dikabarkan pernah mempertanyakan KPK tentang status ,Anas
Urbaningrum, dalam kasus Hambalang. Selain itu juga bocornya Sprindik atas
nama,Anas Urbaningrum, yang sampai saat ini belum jelas siapa dan tindakan apa
yang telah dilakukan terhadap pembocor Sprindik tersebut. Lepas dari itu kembali
pada kasus, Anas ini yang perlu
dicermati ialah pemanggilan,Anas urbaningrum , sebagai tersangka dan penahanan,
dihubungkan dengan gencarnya pendapat yang mengaitkannya dengan SBY.
Surat Panggilan
terhadap ,Anas urbaningrum,yang dinilai cacad karena selain mencantumkan
keterlibatannya dalam kasus Hambalang, konon kabarnya dalam surat panggilan itu
tertulis pula keterlibatannya dengan kasus lainnya. Terhadap kata kata kasus lainnya, pihak Anas
Urbaningrum, telah mempertanyakan KPK tentang masalah tersebut. Namun KPK belum
membalas, tiba tiba saja ,Anas Urbaningrum, mendatangi KPK. Kehadiran,Anas
urbaningrum,disini dapat diartikan bahwa sesungguhnya, Anas Urbaningrum, tidak
lagi mempersoalkan mengenai adanya tulisan dalam surat panggilan yang
mencantumkan kasus lainnya. Seandainya,Anas Urbaningrum, tidak hadir di KPK sesuai
panggilan yang dinilai penasehat hukumnya itu cacad, dan KPK bertindak seperti
rencananya akan memanggil paksa jika ternyata tidak hadir,Jumat 10, Januari 2014 itu dilakukan muncullah
perkara baru yaitu boleh jadi dianggap pemanggilan paksa sebagai tidak sah.
Kini , Anas
Urbaningrum, resmi menempati Hotel prodeo milik KPK sebagai tahanan dua puluh hari kedepan. Para koleganya di Organisasi yang baru dibentuknya
itu, maupun penasehat hukumnya masih mempersoalkan surat panggilan yang
dianggapnya cacad tersebut. Bahkan bekalangan ada kabar, tim penasehat hukumnya
akan mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Upaya hukum
dan tim penasehat hukum untuk mempraperadilankan KPK dalam surat pemanggilan
tersebut merupakan hak tersangka. Namun perlah mempertimbangkan secara hati
hati kepentingan,Anas Urbaningrum, sebagai pesakitan. Sebab, bukankah
Praperadilan hanya menyangkut tentang sahnya penangkapan dan atau penahanan
seseorang? Apakah emosi sesaat memaksakan praperadilan atas kasus ini tidak
membuat,Anas semakin terpuruk ? Pertanyaan ini sesungguhnya dapat
dipertimbangkan Tim penasehat hukum sebelum benar benar mengajukan praperadilan
atas surat pemanggilan tersebut.
Masihkan relevan
mengajukan gugatan Praperadilan terhadap pemanggilan yang dinilai cacad karena
mencantumkan kasus lain, sementara,Anas Urbaningrum sendiri, dapat dianggap
sudah tidak mempersoalkannya lagi dengan kehadirannya di KPK ?. Mengajukan dan
atau tidak mengajukan praperadilan dalam kasus ini sepenuhnya merupakan hak, Anas
Urbaningrum , jikalau memang mera dirinya diperlakukan tidak adil. Masalahnya
kini adalah, bahwa benar bahwa Timnya Anas pernah memprotes KPK atas
surat panggilan tersebut karena mencantumkan kasus lainnya. Pencatuman kasus
lainnya memang tidak pernah dikenal dalam penegakan hukum. Penyidik harus
menjelaskan secara jelas,tepat kasus mana yang dimaksud. Namun pertanyaannya
kini, bukankah, Anas, sendiri sudah
tidak mempersoalkan lagi penyebutan kasus lainnya dengan kehadirannya di Kantor KPK ? masih relevankan
hal itu dipersoalkan dimuka Pengadilan ?
SBY HARUS
MENJAWAB.
Sejak penahanan,Anas
Urbaningrum, banyak pihak memberikan komentar silih berganti seolah kasus yang
melibatkan,mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu benar benar dipolitisasi. Pertanyaannya,
Siapakah yang mempolitisasi, kubu,Anas, kah yang dengan sengaja mempolitisasi,
atau memang benar benar tudingan politisasi yang diarahkan kepada SBY yang lebih mengental? Tidak ada yang dapat
menjawab. Sebab itu tadi, konon kabarnya, SBY dari tanah cuci pernah
mempertanyakan KPK atas status Anas Urbaningrum, dan tidak lama kemudian Sprindik atas nama Anas Urbaningrum tersebar
kepada wartawan.
Mencermati
peristiwa ini, penulis berpendapat bahwa sesungguhnya, Dugaan keterlibatan,
Anas Urbaningrum , dalam kasus Hambalang sudah terbuka dan diketahui umum baik
melalui keterangan,Rosa Manullang, maupun,Muhammad Nazaruddin. Dan setelah
penyelidikan ternyata KPK menyatakan
telah mengantongi bukti keterlibatan
Anas dalam gratipikasi yaitu pemberian Mobil Harier,dan Alvard. Usut punya usut
KPK memiliki data lainnya, yaitu keterlibatannya dalam kasus lain misalnya menerima dana dari Rekanan di Hambalang dan lain sebagainya.
Sedemikian jelas
sesungguhnya kasus ini. Akan tetapi oleh karena dari Tim Penasehat Hukum SBY atau Tim Hukum Dewan
Pimpinan Pusat Partai Demokrat, seolah melakukan pembiaran atas tudingan adanya
dugaan Intervensi SBY terhadap KPK
mengakibatkan,Anas Urbaningrum, dijadikan tersangka dan ditahan sama sekali
tidak ada. Bahkan ironisnya, Anggota Dewan Pembinanya pun mengamini bahwa dalam
kasus Anas bernuansa politik.
Bilamana kita mau
berkata jujur, sesungguhnya ,SBY, telah melaksanakan janjinya menjadi garda
terdepan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi . Mewujudkan janjinya itu,
SBY selalu mengatakan, siapapun yang terlibat tindak pidana korupsi harus
diadili sesuai ketentuan hukum yang berlaku. SBY pun beberapa kali menegaskan
sikapnya bahwa dalam tindak pidana korupsi tidak mempersoalkan, apakah itu
kader Partai Demokarat, keluarga jika
terbukti harus mempertanggung jawabkan
perbuatannya di muka hukum . Pernyatannya ini tidak sekedar pencitraan
sebagaimana dituding banyak pihak, tetapi dibuktikan dengan mendorong KPK
bertindak tegas terhadap siapapun juga. Bukankah, Mantan Bendahara Umum Partai
Demokrat, Muhammad Nazaruddin pernah dibakabarkan mendatangni SBY sebelum
melarikan diri ke Singapura? Bukankah Muhammad Nazaruddin juga pernah mengirim
surat kepada SBY meminta maaf dan mohon pengampunan sekaligus mengaku
purbuatannya dan tidak akan menyebut orang lain setelah berhasil ditangkap KPK dibogota dan
dibawa ke Indonesia ? semuanya itu masih segar dalam ingatan kita bahwa SBY
sama sekali tidak menanggapinya . Masih banyak fakta hukum lain sesungguhnya
dapat dijelaskan Tim Hukum SBY atau Demokrat menepis tudingan yang tidak
memiliki fakta hukum tersebut.
Suatu tudingan
yang tidak dibantah , boleh jadi banyak pihak merasa bahwa tudingan-tudingan itu sebagai suatu yang benar. Akibatnya, berbagai
muver politik yang dilakoni pihak pihak tertentu selain menyudutkan SBY sendiri juga dapat
menurunkan elektabilitas Partai Demokrat dibawah pimpinannya kedepan. Kini
saatnya SBY harus bertindak tegas sekaligus membersihkan orang orang
sekelilingnya yang mempraktikkan terori pembusukan . Dengan cara itu mungkin
rakyat akan mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Dengan cara seperti itu maka bukan tidak mungkin rakyat
pun akan dapat menyimpulkan dalam kasus Aas Urbaningrum, ini sesungguhnya
siapakah yang mempolitisasi ?.
Posting Komentar