Rasa keadilan dan kebenaran
yang diharapkan banyak masyarakat luas kini semakin jauh, khususnya di Daerah yang
jauh dari pantauan. Beberapa Hakim yang telah ditindak, ditahan dan atau
direkomendasikan oleh Komisi yudisial Republik Indonesia, baik untuk dipecat
sebagai Hakim, maupun non palu dan lain sesuai jenis kesalahnnya, rupanya tidak
membuat jera .Terbukti memang masih
banyak hakim hakim di Daerah yang dinilai telah
melakukan tindakan tidak adil, tidak profesional bahkan nyata nyata
larut dalam mainan oknum yang tidak bertanggung jawab dan berperilaku memihak secara nyata
dilaporkan ke Komisi Yudisial Republik Indonesia.
Keputusan bersama Ketua Mahkamah
Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI No 047/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009
tentang Kode Etik dan Pedoman perilaku Hakim
tanggal 08 April 2009 secara tegas menyatakan 10 (sepuluh) pokok utama
kode etik yang harus dilakukan oleh Hakim Hakim. Kesepuluh itu adalah,
berperilaku adil diantaranya hakim harus
memberikan keadilan kepada semua pihak dan tidak beritikad semata mata
menghukum.Pertanyaannya sekarang apakah pelaksanaan kejujuran, keadilan dan
berperilaku yang baik itu telah dapat dilaksanakan dengan baik ?
Dibeberapa Daerah ketentuan itu
agaknya dianggap sebagai ketentuan belaka yang tidak perlu ditaati.Sebut saja
misalnya di Pengadilan Negeri Balik Papan Kalimantan. tersangka ,Hj Heria
Susanti yang dihadapkan kemuka Sidang
Pengadilan Negeri Balik Papan tak dapat berbuat banyak ketika secara tiba tiba
perkaranya disidangkan tanpa didampingi kuiasa hukum. Santi Ibu Rumah tangga
yang dituduh melakukan penipuan dan penggalapan itu hanya tertunduk mendengar
dakwaan Jaksa Penuntut umum dari Kejaksaan Balik Papan.Sedangkan Penasehat
hukumnya tidak pernah mengetahui adanya
sidang atas diri Santi.
Pemaksaan sidang pembacaan dakwaan itu menurut, Santi, seolah
dipaksakan untuk menggugurkan Praperadilan
atas perkara itu yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Balik Papan.
Perkara praperadilan itu diajukan,karena dinilai Kepolisian Sektor Balik Papan
Barat telah keliru melakukan penagkapan, penahanan dan melakukan penyitaan atas
barang dan atau dokumen termasuk mobil milik Santi tanpa didasari hukum.
Dari penuturan,Andi Heria Susanti
memang perkara ini tegolong aneh bin ajaib. Betapa tidak? Pada tanggal 10
Desember 2012, Santi didatangani oleh beberapa orang yang tidak jadi
diberangkatkan haji untuk menuntut pengembalioan uangnya. Entah sudah
koordinasi sebelumnya atau tidak, malam itu tidak lama setelah rombongan yang
tidak berangkat haji itu mendatangani rumah Santi, tiba tiba saja, tim
Kepolisian dari Polsek Balik Papan Barat yang dipimp[in Kapolsek Kapolsek
langsung turun ke TKP sekaligus membawa,Hj Andi Heria Susanti berikut Mobil.Tak
Cuma itu tetapi juga beberapa dokumen pun disita tanpa alasan hukum yang jelas.
Dalam permohonan praperadilan
yang diajukan Sugeng Harjono SH dan Drs B Maruli Situmorang SH
menyatakan,penangkapan dan penahanan itu tidak sah.Sebab peristiwa itu terjadi
sekitar pukul sepuluh malam, kepolisian datang dan lengsung membawa Santi
berikut Mobil dan beberapa dokumen sementara laporan polisi dari pihak saksi
pelapor baru dilakukan setelah penangkapan. Seandainya pun benar adanya laporan
sebelumnya memang menurut hukum, penyidik wajib untuk memanggil terlebih dahulu
tanpa melakukan penyitaan apalagi belum mendapatkan ijni dari Pengadilan.
Dugaan Santi dan kuasa hukumnya
disengaja untuk maksud menggurkan praperadilan yang sduah bersidang tiga kali
itu pun benar. Setelah Sidang pembacaan Dakwaan yang tidak dihadiri kuasa hukum
itu, Hakim tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara Praperadilan tersebut
menyatakan permohonan praperadilan gugur dengan disidangkanya perkara pokok.
Dalam pasal 82 huruf d Kitab Undang Undang Acara Pidana amemang menyatakan,dalam
hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri, sedangkan
pemeriksaan mengenai permintaan praperadilan belum selesai,maka permintaan
tersebut gugur.
Boleh jadi memang, Hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara praperadilan tersebut tidak salah oleh karena
demikian perintah pasal 82 huruf d KUHAP .Namun pertanyaannya sekarang apakah hakim sekedar
i corong hukum atau bertindak untuk memberikan keadilan dan menciptakan hukum?
Dimanakah rasa keadilan jikalau semua hakim harus menggugurkan suatu permintaan
pemeriksaan praperadilan yang nota bene sudah mau tingkat pembuktian secara
tiba tiba, Jaksa dalam waktu satu hari saja, setelah menerima berkas perkara
dari Kepolisian membuat dakwaan, meneliti berkas, menerima seklagus tahap kedua
dan melimpahkannya kepada Pengadilan dan
seminggu kemudian menyidangkannya?
Lagi lagi baik kejaksaan maupun
pengadilan nampaknya sangat antusias sekali menjalankan aturan untuk mempercepat proses pemeriksaan yang
tujuannya mengurangi biaya perkara.Namun kecurigaan, Santi yang menyebut
perkaranya direkayasa sedemikian rupa karena sedang dalam proses pemeriksaan
dalam praperadilan dalam satu hari Jaksa menyelesaikan berkas perkara tersebut
sejak diterima,penelitian, penunjukan Jaksa Penuntut Umum dan pelimpahannya boleh jadi juga . Sebab tidak lazim memang,
kejaksaan menerima berkas tanpa penelitian kesempurnaan nya, untuk selanjutnya
dinyatakan lengkap dan selanjutnya menerima pisik tersangka.
Dari perilaku keadilan dan
kejujuran sebagai dimaksud dalam Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung
RepublikmIndonesia dengan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia, telah
nampak pelanggaran etikanya. Nah bagaimanakah KY melakukan tindakan terhadap
hakim bersangkutan? Kita tunggu.
Posting Komentar