Carut marutnya data kependudukan dalam pemilihan Legislatif,2009 dan Pemilihan Presiden Wakil Presiden tahun 2009 ketika itu banyak menduga sebagai unsur kesengajaan penguasa. Sebab kesemrautan data kependudukan tersebut baru terjadi selama sejarah pemilu dan merata di seluruh Privinsi, Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia.Oleh karenanya,banyak Partai, elit politik serta berbagai elemen masyarakat mengarahkan tuntutan terhadap Pemerintah. Tuntutan hukum itu diajukan ke MK karena ditengarai sebagai suatu perbuatan yang terorganisir,sistematik dan masif. Namun Gugatan yang diajukan Partai Hanura dan Golkar, serta Gerindra dan PDIP tersebut ditolak Mahkamah Konstitusi.Meski kenyataan dilapangan terbukti carut narut tersebut, namun MK menolak gugatan penggugat oleh kerna penggugat dianggap tidak dapat membuktikan adanya sistematik dan masif.
Peristiwa terburuk dalam sejarah pemilu khususnya pasca reformasi itu menjadi pelajaran berharga bagi bangsa dan negara republik Indonesia untuk tidak terulang kembali. Sebab selain hak warga negara untuk menggunakan hak pilihnya tidak diberikan juga tiadanya kepastian tentang jumlah kependudukan berdasarkan data yang akurat. Itulah mungkin sebabnya Kementerian dalam Negeri menerbitkan surat keputusan tentang pelaksanaan sistem Adminstrasi kependudukan tersebut sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku. Namun Daerah Khusus Ibukota Jakarta tampaknya kurang mempedulikan akuraasi kependudukan itu termasuk tidak mempedulikan Instruksi Kemndagri tersebut..
Jakarta,sebagai boremeter Indonesia tampaknya akan mengulangi kesalahan tentang carut marutnya data kependudukan ini. Padahal sesungguhnya dengan program KTP Elektronik serta sistem Nomor Induk Kependudukan (NIK) sudah semestinya dapat terekam akurasi data kependudukan sebagaimana dimaksud. Kini Gubernur DKI seakan tutup mata terhadap kenyataan di lapangan, dimana banyak warga Jakarta yang belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) sesuai domisili sebagaimana disyaratkan ketentuan perundang undangan memerintahkan bahwa semua warga dan atau penduduk wajib memiliki KTP sesuai dengan tempat tinggalnya masing masing.
Ribuan warga di Jakarta yang menempati beberapa lokasi menjadi tempat hunian tidak pernah diperhatikan untuk diresmikan sebagai penduduk berdasarkan KTP sesuai Domisilinya.Permohonan warga untuk pembuatan Rukun Tetangga pada lokasi itu tidak pernah ditanggapi.Blok Pandan Permai Kelurahan Petukangan Selatan Jakarta Selatan misalnya,konon kabar, Lurah kurang setuju membentuk keertean di permukiman warga yang ditempati 134 Kepala Keluarga itu karena, tanah tersebut sengketa, namun tidak pernah menjelaskan sengketa dengan siapa dan atau dimana ada perkaranya .Konon kabar, oknum di Kelurahan Petukangan selatan itulah yang menghendaki untuk menguasai areal tersebut untuk selanjutnya akan dijual kepada Perum Tangkas baru .Hal itu diyakini warga karena memang kenyataan tidak pernah ada sengketa.
Diatas tanah seluas 2.5 Ha yang telah dihuni warga sejak tahun 1990 itu terdapat bukti hak berupa Sertipikat Hak Guna Bangunan 5 buah, Girik Adat 4 dan Jual Beli 4. Selebihnya memang tanah tersebut dikabarkan adalah dalam bentuk akte jual Beli yang dibuat oleh Asisten wedana Cileduk tahun 1963 yang diperuntukkan bagi para Guru Guru.Yang walapun hingga saat ini Guru yang tercatat sebagai pemilik atas kavling P dan K Hanglekir itu tidak pernah datang dan atau mengajukan gugatan terhadap warga.Oleh karenanya,apa sesungguhnya alasan keberatan pemerintah Daerah untuk mensejajarkan penduduk disini dengan pendduduk lainnya di Jakarta?
Kusandi ,Ketua Kerukunan Warga Pandan Permai dalam suaratnya kepada Gubernur di, dalam suratnya baik kepada Walikota Jakarta Selatan,Gubernur maupun kepada DPRD secara rinci telah menjelaskan bukti kepemilikan atas tanah tersebut.Penjelasan itu melampirkan bukti hak sebagaian warga.Namun sejuh ini belum ada tanggapan apa apa.Adakah kesengajaan Gubernur DKI Jakarta melakukan pembiaran sehingga warga disini memiliki Identitas ganda untuk menghadapi Pemilukada tahun 2012? Atau mungkin ketidak pedulian terhadap warga tersebut? Kurang jelas tetapi yang pasti hingga saat ini belum ada tanggapan apa apa.
Pengalaman pahit yang tidak mendapat keadilan dari Pemda DKI Jakarta juga dialami warga di Pademangan dan Tanah Merah di Jakarta Utara.Warga disini pun telah berulang kali memohon agar dibentuk RT tetapi tidak mendapat tanggapan.Alasannya ialah karena areal tersebut adalah jalur hijau. Pengalaman penulis tahun 1982 di Paninggaran,Jakarta Selatan, berbeda.Sepanjang sisi Rel Kereta Api Jl Delman,Jl Bendi Besar hingga gelonggongan Gubernur DKI Jakarta ketika itu secara riil memperhatikan kepentingan administrasi warga.Karenanya, sepanjang Daerah tersebut dibentuk RT hingga 5 RT yaitu, RT 09-10-11 ,12 dan 13 Kelurahan Kebaytoran Lama Utara dahulu kebaytoran lama.Padahal separoh areal itu menjadi jalur hijau dan yang setengah lagi adalah milik PJKA (PT KAI) Namun sebagai warga mereka ditetapkan dan memiliki KTP sesuai domisilinya berdasarkan pembentukan RT dilima lokasi tersebut.
Kini satu periode Kepemimpinan Fauzi Bowo –Priyanto dinilai kurang memperhatikan masyarakat miskin .Tidak saja kurang perhatian tetapi juga yang paling menyedihkan adalah tiadanya tanggapan atas keluhan warga masyarakatanya. Selain permintaan kependudukan ini juga berbagai laporan yang ditujukan warga ke Gubernur Jakarta menyangkut Bangunan diatas Kali hingga saat ini tidak pernah ada tindakan.akibatnya, ketika hujan turun, warga sekitar Pandan Permai ini kebanjiran.
Posting Komentar