Pemilihan Legislatif yang dilaksanakan Rabu tanggal 9 April
2014 merupakan pesta Demokrasi yang ke empat setelah repormasi. Namun
pengalaman dari pelaksanaan pemilu pertama hingga ke empat ini belum banyak
perubahan menuju pada pemilu yang Jurdil. Pasalnya, penyelenggara Pemilu di
tingkat Kabupaten Kota masih banyak kelemahan mulai dari daftar pemilih tetap yang masih banyak tidak
terdaftar. Padahal rekam KTP Electronik sesungguhnya sudah dijalankan setahun
yang lalu .Namun ternyata belum dapat dijadikan sebagai data yang akurat untuk
Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia.
Akibatnya, dibeberapa kota masyarakat banyak tidak dapat
menggunakan haknya di TPS.Benar KPU memberikan kesempatan yang luas kepada
seluruh masyarakat yang tidak terdaftar dan atau tidak mendapatkan undangan
diberikan kesempatan tetap dapat menggunakan haknya di TPS yang ditentukan
sesuai alamatnya. Masalahnya Panitia Pemumngutan suara (TPS) yang ditunjuk
tidak memberikan formulir kepada yang bersangkutan sebelum Jam 12. Boleh jadi maksud Panitia
mendahulukan warga yang mendapat undangan baru setelahnya diberikan kesempatan
kepada awarga yang tidak terdaftar dan atau tidak mendapat undangan itu.
Perlakukan Panitia Pemungutan Suara (PPS) ini membuat warga
kecewa. Mereka rata rata menyatakan bahwa sesuai ketentuan dari Komisi
Pemilihan Umum (KPU) sesungguhnya tidak harus menunggu menjelang tutup jam 13
baru diberikan kesempatan kepada mereka. Alasannya jelas memang, sesuai Kartu
Tanda Penduduk (KTP) yang dimiliki sudah dapat dilayani tanpa harus menunggu
selesainya masyarakat yang mendapat undangan resmi dari KPU. Akibat sistem yang
dilakukan PPS ini warga yang sudah hadir
di TPS bersangkutan pun khususnya para Ibu Rumah tangga tidak sabar menunggu
berjam jam akhirnya pulang tanpa menggunakan haknya.
MASIH DIWANAI PELANGGARAN
Tindakan KPU Pusat terhadap beberapa Calon DPR,DPRD dan DPD
yang tidak memberikan laporan dana kampanye kepada KPU pusat dinilai sebagai
suatu tindakan yang berwibawa. Ketegasan KPU dalam hal ini mendapat respon dan
apresiasi yang tinggi di Masyarakat. Namun saat pelanggaran membagi bagikan
uang misalnya saat Kampanye terbuka, baik Bawaslu maupun Panwas tampaknya tidak
dianggap sebagai pelanggaran pemilu karena tidak ada tindakan diskualifikasi misalnya,
kecuali SBY yang membagikan Bola saat berkampanye setelah hasil pemeriksaan
Bawaslu mengumumkan pemberian Bola tesebut tidak merupakan pelanggaran pemilu.
Sikap tegas ,cepat sekaligus mengumumkan suatu kesimpulan
dari hasil pemeriksaan itu sesungguhnya
yang ditunggu masyarakat luas. Sebab diketahuinya misalnya, seorang calek yang
secara sengaja membagikan uang dihadapan umum, serangan fajar yang dinilai
sebagai suatu budaya yang tidak mendidik jarang terdengar ada tindakan dari
Bawaslu. Inilah salah satu bentuk bentuk pembiaran yang berakibat tidak trcapainya kedewasaan politik di negeri
ini. Akibatnya tidak jarang terjadi menghalalkan segala cara meraih suara yang
tentu tidak bekerja sendiri tetapi dipastikan bersama sama dengan
penyelenggaran. Menghindari kecurangan kecurangan seperti itu sebenarnya KPU
telah mencoba mengantisipasi, namun antisipasi ini tidak signifikan. Terbukati
misalnaya di Kabupaten Nias Selatan Sumatera Utara, dikabarkan ratusan surat
suara sudah tercoblos sebelum pelaksanaan, Namun pencoblosan untuk
menguntungkan salah satu peserta Pemilu itu , KPU , tidak mengumumkannya.
Sejatinya, KPU harus pula berani mengumumkan Partai bersangkutan sebagai suatu
tindakan untuk membuat jera dikemudian hari.
SURAT SUARA TERTUKAR
Pengiriman surat suara dari KPU Pusat kepada KPU Daerah
Provinsi dan Kabupaten Kota pun masih banyak masalah. Masalah disini ialah
banyaknya surat suara yang tertukar. Tertukarnya surat suara dari Kabupaten A
misalnya menjadi Kbupaten B seperti yang terjadi di Papua, Sulawesi Selatan dan
beberapa darah lain menjadi pertanyaan besar. Apakah KPU tidak secara jelas
menuliskan dalam Kotak atau bungkus menuliskan Kabupaten/Kota A misalnya?
Sehingga pengirimannya boleh terjadi kesalahan? Atau hanya ketidak telitian
dari KPU Daerah dan atau petugas Ekspedisi, tidak jelas. Namun yang pasti kelemahan seperti ini harus menjadi bahan
evaluasi bagi KPU pada pemilu mendatang.
Semoga dalam pemilihan Presiden yang akan dilaksanakan Juli
mendatang, Daftar Pemilih Tetap segera dapat disempurnakan termasuk
administrasi Undangan dari tingkat PPS. Sebab jikalau pealksanaan seperti di
Pileg kali ini bukan tidak mungkin masyarakat lebih 50 % akan menjadi Golput.
Nah jika ini yang terjadi apakah pemilihan itu boleh dianggap sah karena tidak
melebihi 50 plus 1 misalnya ? semoga tidak terjadi.
Posting Komentar