Dua Lembaga Penegak hukum yakni Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan harapan rakyat kini terkesan hendak digembosi kekuasaanya. Kedua Lemabaga yang dibentuk berdasarkan undang undang ini sejak didirikan banyak telah berbuat demi tegaknya hukum dan konstitusi. Tegaknya hukum di kedua Lembaga ini dirasakan banyak pihak memang, walapun masih ada menganggap tebang pilih untuk KPK dan melebihi yang diminta keputusan MK. Tetapi terlepas kekurangannya masing masing kedua lembaga ini masih diharapkan masyarakat untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Komisi Pemberantasan korupsi, dibentuk 10 tahun laalu adalah jawaban menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan dan Kepolisian yang dinilai amat sangat kurang dalam menindak pelaku tindak pidana korupsi.Begitu pun demikian Mahkamah Konstitusi, dibentuk juga jawaban atas kurangnya kepercayaan terhadap Mahkamah Agung RI, sekaligus juga menjadi benteng pengawal konstitusi sebagai dasar negara. Kini kedua lembaga harapan rakyat ini mulai digembosi kekuasaannya. Upaya penggembosan ini dilakukan secara resmi melalui undang undang maupun nonresmi melalui wacana pelemahan dan pembubaran.
Perubahan Undang Undang No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi misalnya telah ditetapkan menjadi udang undang.Dua pasal penting yang mengganggu ialah adanya larangan bagi Hakim Konstitusi untuk memutuskan dan atau mengabulkan diluar yang diminta Penggugat yang dalam bahasa hukum disebut ultra petita. Selain larangan yang dimaksud pasal 45A perubahan undang undang tersebut juga adanya pasal tambahan yakni pasal 27 A yang menyatakan perlunya membentuk kode etik yang akan dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dimana komposisinya terdiri atas, Hakim Konstitusi, Komisi Yudisial, dari unsur Dewan Perwakilan Rakyat dan unsur Pemerintah yang membidangi hukum.
Mahkamah Konstitusi sebagai suatu lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman oleh pembuat undang undang tampaknya dipersamakan dengan hakim di Pengadilan Negeri atau Mahkamah Agung yang tidak dapat mengabulkan sesuatu yang tidak diminta. Dalam hukum acara perdata memang,setiap hakim dilarang mengabulkan yang tidak diminta.Pengabulan diluar permintaan penggugat dalam putusannya mengakibatkan putusan yang dimaksud menjadi batal demi hukum.Tetapi sesunguhnya dalam acara perdata sekalipun haklim boleh mengabulkan diluar permintaan penggugat sepanjang dalam petitum gugatan hal tersebut ada ,meski penggugat tidak secara tegas memintanya,namun Majelisdengan jabatannya dapat mengabulkannya.
Bagaimana sesungguhnya dengan MK ,apakah hakim Konstitusi sama dengan hakim perdata sehingga acara perdata murni hendak akan diberlakukan melalui perubahan undang undang tersebut? Jawabannya tentu hakim konstitusi tidak dapat dipersamakan dengan hakim perdata yang melulu memeriksa dan memutus suatu perkara yang umumgainya diluar konstitusi. Jawaban tegas bahwa hakim Konstitusi tidak dapat dipersamakan dengan hakim Perdata sangat jelas , sebab selain menegakkan konstitusi, MK juga wajib untuk menentukan hukum apa yang akan diberlakukan dalam mengiimplementasikan suatu pasal tertentu yang dinyatakan tidak berkekuatan hukum.Oleh karenanya demi menghindari kekosongan hukum maka sebagai penegak hukum juga sekaligus pembentuk undang undang maka, Hakim Konstitusi wajib menentukan dalam putusannya ketentuan yang akan dilakukan sebagai suatu pelaksanaan dari keputusan dan atau pembatalan pasal tertentu tersebut untuk kepastian hukum.
Demikian juga KPK sebagai suatu penegak hukum pemberantasan Korupsi, kini berbagai wacana dilontarkan pihak-pihak yang diduga tujuannya hanya melemahkan KPK.Wacana yang menjadi bahan pembicaraan akhir- akhir ini adalah statemen Ketua DPR RI Marzuki Alie. Marzuki Alie kepada wartawan melemparkan ide, pembubaran KPK dan memberikan pengampunan terhadap para koruptor yang berada diluar negeri . Statemen Ketua DPR RI itu meski berupa ide yang menyatakan bahwa bilamana Pansel tidak mampu memilih yang akuntabel memimpin KPK dan kepercayaan masyarakat sudah tidak ada lagi kepadanya maka,lebih baik dibubarkan.Sebab negara mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk KPK. Menyinggung mengenai pengampunan koruptor yang berada di Luar negeri pun diwacanakan yang tujuannya adalah agar dana yang dikorupsi tersebut dapat ditarik dari Luar negeri kembali ke Indonesia dikenakan pajak, akhirnya ada pemasukan bagi negara.
Wacana tentang pemburan KPK dengan anak kalimat bilamana sudah tidak dipercayai masyarakat sah-saja dikemukakan oleh Marzuki Alie sebagai seorang anggota Dewan. Statemen itu sesungguhnya haruslah diartikan sebagai suatu “warning” memperkuat pimpinan KPK dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya melakukan penindakan tanpa pandang bulu dan atau sering diistilahkan tebang pilih. Oleh karena staemen tersebut sesungguhnya tidak bermasud untuk menyatakan KPK agar dibubarkan. Demikian juga wacana memberikan maaf kepada para koruptor yang berada di Luar negeri. Pemberian maaf sesungguhnya tidaklah melanggar hukum. Sebab selain telah pernah dilakukan dalam kasus BLBI perlu juga wacana itu dikembangkan. Pasalnya karena hasil pengembalian kerugian negara melalui proses hukum tidaklah signifikan dibanding dengan dana dana hasil korupsi yang parkir di luar negeri..Oleh karenanya demi bangsa dan negara perlu tindakan terobosan-terobosan tertentu untuk menarik dana-dana itu kembali ke Indonesia.
Namun Ide yang dikemukakan , Marzuki alie, itu ditanggapi miring oleh baik politisi maupun elemen masyarakat lainnya. Alasannya adalah, bahwa tidak sepatutnya Ketua DPR RI melontarkan ide semacam itu. Adakah yang salah dalam gagasan itu ? tentu jawabannya tidak, sebab selain hak Marzuku Alie sebagai anggota Dewan juga wacana yang diberikan itu sesungguhnya tidak menyalahi ketentuan perundang undangan yang berlaku.Secara yuridis sebagaimana disinggung diatas tidak salah, lalu pertanyaan berikut, salahkah menyatakan itu secara etika politik? Jawabannya juga tidak salah, sebab, ya itu tadi, sebagai seorang anggota Dewan tentu memikirkan persoalan bangsa kedepan. Lalu jika demikian halnya apa yang sesungguhnya yang diributkan dari statemen tersebut hingga adanya pengumpulan tandatangan mosi tidak percaya ? jawabannya mungkin itulah politik.
Politik memang susah ditebak, karena perpolitikan di Indonesia dianggap banyak pihak masih kurang dewasa dalam berpolitik . Di Indonesia memang seringkali kita saksikan lawan politik dimusuhi bukan dirangkul sebagai sahabat sekaligus sebagai asset . Akibat sifat dan sistem yang kurang dewasa itu tersimpan rasa dendam yang pada gilirannya menyerang yang terkadang membingungkan rakyat padahal sesungguhnya tujuan utama adalah membangun bangsa dan negara mewujudkaan cita cita mensejahterakan rakyat.Semoga.
Posting Komentar