Bungaran Sitanggang SH.,MH Associates. Diberdayakan oleh Blogger.

0 KPK BALAS DENDAM SAMA HOTMA?


Diduga untuk menyuap  terkait pengurusan perkara yang sedang diperiksa dalam tingkat Kasasi Mahkamah Agung , Mario C Benardo, anggota Pengacara dari Kantor Pengacara Hotmat Sitompoel dan Djodi Supratman Staf Mahkamah Agung Republik Indonesia ditangkap KPK. Dari tangan Djodi pun KPK berhasil menyita uang sebesar  Rp 80 juta rupiah. Penangkapan ini membuktikan bahwa perdagangan hukum dan atau putusan pun masih terus marak, padahal  telah banyak baik oknum Pengacara, Hakim dan Jaksa yang ditangkap dan dihadapkan kemuka sidang,
Terlepas dari  kurangnya mungkin KPK melakukan pencegahan dan banyak melilai tindakan KPK melulu pada penindakannya boleh jadi karena tindak pidana korupsi di negeri ini sangat memprihatinkan. Beberapa contoh yang tertangkap tangan belakangan merupakan suatu bukti nyata bahwa tindak Pidana Korupsi belakangan sekalipun KPK gencar menindak tetapi ternyata tidak membuat pelaku jera.Bahkan boleh dikatakan semakin marak. Pertanyaannya adalah, mengaka tidak surut tindak Pidana Korupsi di Indonesia?
Menjawab pertanyaan diatas, ada banyak pendapat. Pertama ada yang menyatakan bahwa para pelaku Korupsi  yang dihukum sangat ringan, dan mendapatkan berbagai fasilitas di Lembaga Pemasyarakatan.Tidak Cuma itu tetapi juga ada yang bebas berkunjung misalnya keluar Lapas dan lain sebagainya. Pendapat kedua menyatakan, pengurangan tuntutan dan vonnis jikau ternyata pelaku yang sedang disidik tersebut bersedia bekerja sama dengan penyidik, dan pendapat yang ketiga  adalah oknumnya setengah memaksa untuk meminta sesuatu.
Seringkali terjadi perkara di Pengadilan  negeri misalnya, ditinjau dari sisi yuridis dalam suatu tindak Pidana  korupsi, meski bukti bukti menyatakan tidak terjadi tindak pidana Korupsi, oleh karena berbagai tekanan terdakwa harus dihukum, kecuali seorang hakim Tipikor Jakarta yang berani membebaskan Hotasi Nababan karena menurutnya perkara itu bukan tindak Pidana Korupsi. Namun kebanyakan di berbagai Daerah Hakim Tipikor itu sangat takut untuk tidak menghukum seorang yang diajukan kemuka sidang dalam kasus Korupsi meski sesungguhnya tidak terbukti. Alasannya selain dari tekanan masyarakat juga Hakim pengawas baik di Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung  mendengar pembebasan seperti itu langsung menegur Majelis bersangkutan. Akibatnya hakim Tipikor di Daerah meski hanya satu tahun pokoknya harus menghukumnya hanya untuk menghindari teguran atau mungkin pemindahannya.
Penomena ini seringka terjadi di beberapa daerah seperti  di Pengadilan tindak Pidana korupsi Bengkulu . Bahkan lebih sadis lagi, Hakim harus mengakui suatu penyitaan uang sebagai barang bukti dalam perkara tersebut. Padahal Keluarga  A misalnya, memberikan sejumlah dana itu adalah sebagain titipan untuk selanjutnya disita jika terbukti bersalah.Penitipan itu diberikan seorang yang bukan terdakwa sekedar agar Terdakwa itu tidak ditahan. Alasan awalnya, ialah jika kerugian negara sudah dikembalikan dan atau ada jaminan pengembalian maka yang bersangkutan boleh tidak ditahan. Anehnya meski demikian uang itu dijadikan sebagai barang bukti yang seolah disitia dari terdakwa , padahal ternyata dititip oleh seorang orang lain yang bukan terdakwa dalam perkara dimaksud. Seandainya saat itu kehendak oknum dikuti bukan tidak mungkin para terdakwa itu pun akan bebas, sesuai fakta fakta yang terungkap dalam sidang. Namun karena ngotot sesuai fakta, tanpa memberikan sesuatu maka harus menerima hukuman satu tahun.
Pertanyaannya sekarang, bagaimanakah masyarakat dapat berharap suatu kebenaran itu tanpa pendekatan? Ada beberapa contoh contoh misalnya PT BMP termohon eksekusi  untuk membayar sejumlah biaya sesuai keputusan BANI. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menetapkan pemblokiran terhadap rekening BMP oleh karena setelah menerima aanmaning tidak  melaksanakannya. Setelah beberapa waktu, secara sadar dan atas kesepakatan kedua pihak, pemohon dan termohon dapat menyelesaikan masalah tersebut sesuai kesepakatan penyelesaian yang ditandatangani diatas materai cukup. Sesuai kesepatan kedua pihak, pemohon mengirimkan surat pencabutan Blokir kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 9 April 2013. Namun hingga saat ini pembukaan blokir itu pun belum dilaksanakan yang mengakibatkan kerugian besar bagi PT BMP karena mengganggu lalu lintas keuangan sebagi sebuah perusahaan besar.
KPK MARAH SAMA HOTMA?
Belakangan, KPK membuat Statemen mengingatkan dua orang oknum pengacara, Terdakwa Kasus Korupsi Simulator Korp Lalu Lintas, Djoko Susilo. Alasannya karena diduga dua oknum pengacara tersebut, beberapa kali bertemu dengan saksi-saksi dan diduga memengaruhi mereka sehingga beberapa saksi yang diajukan jaksa membatalkan kesaksian dalam BAP disidang Tipikor Jakarta. Karenanya KPK mengingatkan akan berurusan dengan hukum menghalangi pemeriksaan jika ternyata masih dilakukan. Itulah ancaman KPK terhadap dua anggota Pengacara Djoko Susilo. Apakah yang dimaksud, Hotma Sitompoel kurang jelas, akan tetapi mencermati pernyataan Hotma yang menyatakan bahwa Mario tidak terlibat dalam Tim penasehat hukum Djoko Susilo, boleh jadi tuduhan KPK diarahkan kepada Hotma.
 Tertangkapnya Mario C Bernardo oleh KPK dinilai banyak pihak sebagai wujud pelampiasan dendam dari KPK kepada Hotma Sitompoel. Alasannya, KPK menduga Hotma bertemu saksi dalam Kasus  Simulator yang melibatkan Djoko Susilo . Banyak saksi yang diajukan Jaksa dari KPK harus membatalkan kesaksian dalam Berita Acara Pemeriksaan. Apakah KPK memiliki fakta atau tidak kurang jelas, tetapi yang pasti bahwa, sesungguhnya jika ternyata ada fakta adanya oknum pengacara yang memengaruhi seorang saksi untuk bersaksi diluar kebenaran, KPK seharusnya melaporkan oknum Pengacara itu kepada Divis Kode etik Peradi untuk selanjutnya dapat diproses sesuai ketentuan tidak sekedar mengancam.
Oleh karena KPK belum melaporkan masalah itu kepada Peradi, dan ternyata terjadi fakta penangkapan terhadap oknum Pengacara Mario yang kebetulan dari Kantor Hotma Sitompoel, muncul pertanyaan menggelikan. Apakah KPK menaruh rasa dendam terhadap Hotma? Tentulah tidak demikian, tetapi  fakta hukum yang sudah dikantongi KPK akan terjadi transaski kedua oknum itu telah diketahui. Bagaimana kaitannya dengan Kantor tersebut, kita tunggu pengusutan selanjutnya.
Read more

0 PEMBIARAN MASALAH DI LAPAS OLEH PEMERINTAH


Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012  tentang syarat dan tata cara pemberian remisi terhadap Narapidana tertentu yaitu, Tindak Pidana Korupsi, Narkotika dan Terorisme dianggap sebagai pemicu kemarahan para Narapidana termasuk tahan lainnya di Lapas  khususnya Tanjung Gusta Medan dan Batam. Alasannya karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, ada beberapa Narapidana yang seharusnya mendapatkan remisi bahkan pembebasan bersyarat, ditangguhkan karena syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah tersebut . Boleh jadi memang sangat meresahkan mereka, sebab hak hak narapidana yang dijamin oleh Undang Undang menjadi tidak dapat, meski sesungguhnya Peraturan yang baru diterbitkan tanggal 12 Juli 2012 itu tidaklah berlaku surut. Akan tetapi karena mungkin sosialisasi tidak diberikan atau mungkin kurang atau juga disengaja, petugas lapangan melaksanannya.
Menurut pemberitaan yang dinayatakan oleh para tahanan dan atau narapidana ini, keresahan yang mereka alami selama ini sesungguhnya telah menumpuk, mulai dari pelayanan yang tidak adil, perlakuan yang diskriminatif dan lain sebagainya.  Perlakuan yang beda itu sesungguhnya sudah banyak diberitakan sejak lama yaitu perlakuan kepada tahanan yang mempunyai dana, jauh beda dengan seorang tahanan yang memang tidak memiliki biaya. Mereka pemilik dana tidak saja dapat memilih kamar atau tempat tidur, tetapi juga dengan bebasnya beraktifitas yang jauh beda dengan tahanan lain yang sama sekali tidak memiliki dana ia mengaku dikereng habis habisan kecuali untuk berolah raga dan keagamaan dapat keluar dari sel. Jeritan ini sudah lama kita dengar, namun pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia nampaknya belum begitu signifikan berbuat kecuali merazia HP yang nyatanya tetap bebas.
Terhadap siatuasi ini sesungguhnya, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia, Amir Samsudin,  telah lama mengetahuinya. Ketika menjadi Advokat, Amir Samsudin, pernah megeluhkan perlakuan yang kurang adil itu di Lapas. Banyak berharap, ketika, Amir Samsudin, dilantik menjadi Menteri Hukum dan HAM menggantikan Patrialis Akbar yang juga mantan pengacara  akan banyak melakukan perubahan khususnya di Lembaga Pemasyarakatan yang sudah dianggap bukan lagi pembinaan akan tetapi sudah menjadi tempat perkuliahan kejahatan.
Beberapa penjelasan narapidana kepada wartawan mengatakan Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012 itu adalah bagian dari pemicu kemarahan yang selama ini mereka pendam dalam dalam. Kebetulan ketentuan yang tidak semstinya diberlkaukan surut itu dilaksanakan petugas di bawah yang mengakibatkan tertundanya pembebasan bersyarat terhadap seorang narapidana misalnya seperti di Tanjung Gusat tersebut.
Boleh jadi memang, PP No 99 tahun 2012 ini hanya pemicu yang secara kebelutan dilaksanakan oleh tingkat Lapas berlaku surut. Beginilah kebanyakan yang terjadi, dalam pemerintahan di Indonesia menerbitkan suatu ketentuan dan atau Peraturan  tidak tersosialisasikan secara benar dan sempurna. Akibatnya pelaksana di lapangan menjadi gamang melakukannya.  Boleh jadi bukan hanya tingkat sosialisasi yang kurang jangan jangan  juklaknya misalnya tidak secara tegas menyatakan tata cara pelksanaannya termasuk  mulai berlaku dan seterusnya, atau boleh jadi digunakan sendiri oleh oknum petugas karena tidak mendapatkan sesuatu misalnya.Berbagai kemungkinan itu pun banyak dipertanyakan masyarakat.

MOMENTUM BERBENAH.
Peristiwa ini harus dijadikan  momentum untuk memperbaiki kemasa depan , baik dalam pelayanan maupun perlakuan yang baik dan adil.Sebab sebagaimana diketahui bersama bahwa Lembaga Pemasyarakatan itu sesungguhnya adalah untuk membina mereka  kearah yang lebih baik dari sebelumnya, yang apabila kelak narapidana tersebut selesai menjalani hukumannya dia boleh bertindak baik dan diterima dimasyarakat umum. Karenanya mengatur tata cara khusus bagi narapidana tindak Pidana Korupsi, Narkoba dan Terorisme misalnya diperketat, bahkan tidak diberikan sama sekali dengan alasan membuat jera, salah satu yang tidak masuk akal sehat dari sisi hukum. Tidak hanya tidak masuk akan sehat, tetapi juga dapat dianggap melanggar hak asasi manusia.
Peraturan Pemerintah sesungguhnya adalah pelaksanaan dari Undang Undang yang tidak boleh bertentangang dengan ketentuan yang lebih tinggi. Dalam ketentuan  perundang undangan menyatakan setiap narapidana berhak mendapatkan remisi, tetapi terbit Peraturan Pemerintah menyatakan mempersulit dengan beberapa syarat, diartikan sebagai menyadakan. Pengertian ini tidak ubahnya dengan Undang Undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Kenapa dipersulit syarat untuk cerai, ialah agar percaeraian itu tidak mudah. Demikian juga tentang tata cara pemberian remisi yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012 itu dinilai sebagai menyadakan remisi bagi ketiga jenis kejahatan itu.
Jikalau Kementerian Hukum dan HAM hendak melakukan protes terhadapm Hakim yang memberikan hukuman ringan misalnya, kemudian mengaturnya kembali penghukuman diluar putusan Hakim, boleh dilakukan namun harus mengubah terlebih dahulu Undang Undang yang remisi terhadap narapidana itu. Nah selama perundang undangan diatasnya belum diubah, muncul peraturan pemerintah mengatur yang sama sekali bertentangan dengan ketentuan diatasnya maka, ketentuan lebih rendah tidak berlaku. Karenanya jikalau diberlakukan dianggap juga sebagai melanggar undang undang. Semoga kita dapat menegakkan hukum tanpa melanggar hukum.
Read more
 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger