Bungaran Sitanggang SH.,MH Associates. Diberdayakan oleh Blogger.

0 PERINTAH KURANG TEGAS KASUS SIMULATOR BELUM KE KPK.


Berkas perkara dugaan tindak pidana Korupsi pada Korp Lalulintas yang ditangani  Mabes Polri  hingga kini belum ada penyerahan resmi dari Polri kepada KPK. Belum diserahkannya berkas perkara itu karena kedua pihak masih membicarakan tehnisnya. Tehnis yang dimaksud ialah apakah Mabes Polri harus menghentikan Penyidikannya terlebih dahulu baru menyerahkan. Sebab beberapa pandangan hukum menyatakan Mabes Polri harus terlebih dahulu menghentikan penyidikannya untuk selanjutnya baru diserahkan.
Masalahnya sekarang adalah, penghentian penyidikan suatu tindak pidana dapat dilakukan karena tidak cukup bukti, atau menurut menurut hasil penyidikan bahwa perkara tersebut bukan merupakan tindak pidanan atau dihentikan untuk kepentingan umum. Perkara yang disidik Mabes Polri atas kasus ini telah cukup bukti, bahkan telah diberkas dan diserahkan kepada Kejaksaan. Soal adanya pengembalian dari kejaksaan untuk melengkapi sesuatu yang menhurut Jaksa ada kekurangan merupakan proses hukum. Artinya telah terbukti sementara bahwa terjadi tindak pidana.
Mabes Polri yang sudah melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut boleh jadi menerbitkan penghentiaan Penyidikannya sesuai ketentuan pasal 50 ayat (3) dan (4) dari undang Undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang Undang tentang Komisis Pemberantasan tindak Pidana korupsi merupakan lex spesialis sesuai ketentuan. Karenanya kalau pun ternyata ada pihak pihak yang mencoba mengajukan SP 3 itu ke Pengadilan (Praperadilan) soal lain tetapi penghentian yang dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Penghentian Penyidikan sesungguhnya tidak harus dilakukan Mabes Polri atas perkara tersebut. Sebab bolah jadi penyerahan berkas itu diserahkan sesuai dengan perintah Undang Undang sebagaimana disebutkan diatas. Sebab penyerahan dimaksud tidak ada perintah yang menyatakan penyerahan berkas perkara dari Kepolisian maupun kejaksaan yang melakukan penyidikan terhada suatu perkara tindak pidana korupsi harus dihentikan terlebih dahulu. Oleh karenanya selama tidak ada perintah undang undang maka penyerahan tanpa penghentian terlebih dahulu tidaklah melanggara hukum.
PERINTAH TIDAK TEGAS
SBY dalam pidatonmya menyatakan Polri agar menyerhakan berkas perkara Simulator kepada KPK.Sedangkan kasus Novel Baswedan, menurutnya tidak tepat waktunya. Pernyataan Presiden itu dinilai sebagai sesuatu yang kurang tegas. Banyk pihak menilai Pidato itu bagus mengalir dan sebagain lagi mengaku ini kali SBY tegas. Boleh jadi memang terkesan tegas karena dengan perintah untuk menyerhakan berkas perkara Simulator itu kepada KPK. Instruksi itu sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 50 ayat (1) dari Undang Undang No 30 tahun 2002 ”dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh Kepolisian atau kejaksaan, Instansi tersebut wajib memberitahukan kepada Komisis Pemberantasan Korupsi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung tanggal dimulainya penyidikan. Ayat (2) Penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pasal 1 diatas wajib dilakukan koordinasi secara terus menerus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ayat ke (3) menyatakan dalam hal  Komisis Pemberantasan tindak Pidana Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud ayat 1 Kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan. Dalam ayat terakhir (4) menegaskan, dalam hal penyidikan dilakukan bersamaan oleh Kepolisian dan Kejaksaan dan Komisis Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan kepolisian dan atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.
Dari ketentuan tersebut diatas sesungguhnya Kepolisian sudah harus melimpahkan perkara itu kepada Komisi  Pemberantasan Korupsi sejak lama tanpa menunggu pernyataan Presiden. Sebab ketentuan yang dimaksud dalam Undang Undang No 30 tahun 2002 merupakan lex spesialis yang harus diturut dan dilaksanakan. Kini dengan berlarutnya tehnis penyerahan yang masih dibicarakan antara KPK dengan Polri masyarakat pun bertanya tanya , ada apa dalam pemberkasan Kepolisian sehingga harus melakukan pembicaraan tehnis segala? Bukankah sesungguhnya berkas perkaranya berikut barang bukti yang didapat penyidik Polri semuanya sudah harus diserahkan?
Penyerahan berkas perkara itu sesungguhnya tidak memerlukan hal hal tehnis kecuali sepenuhnya baik dalam bentuk BAP maupun barang bukti harus diserahkan. Pengembangan selanjutnya terserah kepada KPK untuk membuktikannya dimuka sidang pengadilan Tikipor.  Kini menjadi bias, pasalnya dikabarkan bahwa ternyata  slah satu tersangka yang saat itu ketua Panitia dituduh memalsukan tandatangan Djoko Susilo. Artinya bolah jadi memang tuduhan yang diarahkan memalsu bukan tidak mungkin melepaskan keterlibatan Djoko Susilo dari jerat hukum. Itukan yang hendak dikawan Mabes Polri?  Barangkali tidak.
Polri memang nampaknya gamang dalam penyerahan berkas ini.Masalahnya banyak tanggapan pihak yang menyatakan Kepolisian menghentikan penyidikannya terlebih dahulu. Selain permintaan itu juga ada yang berpendapat bahwa Kejaksaan sebagai Penuntut tertinggi dapat mengambil alih penyidikan itu dengan mengordinasikan kepada KPK. Kedua pendapat itu boleh jadi b enar tetapi juga mungki n tidak pas. Sebab, secara tegas ketentuan perundang undangan menyatakan bahwa atas tindak pidana Korupsi KPK lah yang berwenang. Sekalipun Kepolisian dan atau kejaksaan telah melakukan penyidikan terhadap suatu tindak pidana korupsi, KPK
Pasal 8 ayat (2) menyatakan dalam melakukan wewenang sebagai dimaksud ayat 1 Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan, terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan. ayat (3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan, Kepolisian atau Kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Dan ayatnya yang ke (4) menyebutkan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat  dan menandatangani Berita Acara Penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dengan perintah undang undang ini sesungguhnya Kepolisian tidak lagi mempersoalkan apakah dihentikan terlebih dahulu atau tidak .Sebab penghentian penyidikan yang dimaksud oleh perundang undangan dapat dilakukan jika ternyata tidak terbukti tindak pidana bersangkutan atau bukan merupakan tindak pidana.Nah dalam perkara ini jelas menurut hasil penyidikan adalah merupakan tindak pidana maka tidak ada kemungkinannya dihentikan penyidikannya. oleh karenanya penyerahan tanggung jawab penyidikan sesuai ketentuan tersebut diatas kepolisian tidak perlu menunggu nunggu waktu yang dapat berakibat hukum  status penahanan para tersangka.
SBY TERLALU KHAWATIR
Penyelesaian perbedaan pendapat antara KPK dengan Mabes Polri dalam penanganan kasus Simulator itu sesungguhnya tidak perlu terjadi jika saja Presiden SBY segera menghentikannya. Akan tetapi oleh karena hal itu berkembang terus tanpa intervensi Presiden maka masyarakat banyak menilai adanya pemberiaran dari Presiden SBY. Tat kala rakyat diberbagai daerah menyuarakan dan menekan terus, SBY pun mengambil jalan tengah dengan memerintahkan Kapolri untuk menyerahkan berkas perkara itu kepada KPK.
Penanganan perkara itu sesungguhnya memang adalah  kewenangan KPK. Perintah SBY kepada Kpolri untuk segera menyerahkan berkas perkara Simulator itu kepada KPK sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Masalahnya sekarang setelah Instruksi itu, SBY juga menyatakan bahwa penanganan terhadap kasus penganyaan tahun 2004 di bengkulu yang diduga melibatkan, Novel Baswedan timingnya tidak tepat.
Ketidak tepatan timing yang dimaksud itulah terlihat SBY sangat khawatir bersikap tegas sesuai ketentuan perundang undangan. Bukankah kita hendak menegakkan hukum itu, dan memberikan persamaan hak dan kedudukan dimuka hukum?  Akankah tertunda penyidikan Simulator pada KPK termasuk kasus lain yang sedang ditangani jika Novel Baswedan diberikan untuk ditindak lanjuti? Bukankah  keputusan itu tidak diskriminasi atau penegakan hukum yang tanggung tanggung?
Andaikan SBY mau brsikap tegas, menyatakan bahwa penanganan perkara Simulator pada Korp Lalu Lintas oleh karena diduga tindak pidana itu dilakukan oleh penyelenggara negara sepenuhnya kewenangan KPK dan Pidana Umum sepenuhnya merupakan kewenangan Polri maka pastilah tidak ada merasa kehilangan muka. Akan tetapi dengan menunda penanganan perkara Novel Baswedan, bukan tidak mungkin Polri kehilangan muka disamping , Novel sendiri tidak ada kepastian hukumnya.
Novel Baswedan memang salah satu tim Penyidik Perkara Simulator Korp Lalulintas Polri yang secara kebetulan menjadi tim dalam penggrebekan markas Korp Lalulintas polri  itu beberapa waktu lalu. Penetapan tersangka terhadap Novel Baswedan, oleh Mabes Polri banyak pihak mengaitkannya kepada kasus Simulator yang baru diperiksa tersebut. Entah kebetulan atau sengaja memang tidak  lama setelah Irjen Pol Djoko Susilo diperiksa sebagai tersangka oleh Penyidik KPK tim Serse dari Bengkulu bersama Polda Metro mendatangi KPK untuk menangkap Novel Baswedan.
Kehadiran reserse dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya itu dinilai sebagai salah satu upaya melemahkan KPK.Karenanya berbagai penjuru tanah air pun memberikan dukukan terhadap KPK. Dukungan dalam pemberantasan tindak Pidana Korupsi ini memang perlu dilakukan. Masalahnya sekarang dukungan yang b erlebihan bahkan cenderung melanggara hukum tidak sepantassnya dilakukan. Sebab Novel Baswedan yang diduga terlibat dalam penganyaan yang mengakibatkan seorang meninggal hahrus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Nah apakah benar terkait balas denadm dari Kepolisian, tentua masyarakat luas akan tersu mengikuti agar pelaksanaan hukum atas perkara itu benar benar sesuai dengan ketentuan KUHAP tidak rekayasa.
Mestinya  KPK pun tidak perlu memp[ertahankan Novel Baswedan,demi keharmonisan kedua Lembaga itu kedepan. Sebab dugaan  mempolitisasi dapat berkembang terus di masyarakat yang berakibat kurang harmonisnya hubungan kedua lembaga itu. Sebab tanpa Novel di KPK  berkas perkara itu tetap akan jalan karena masih puluhan penyidik polri yang juga  handal sekaliber Novel Baswedan masih ada di KPK. Seandainya Presiden SBY secara tegas memerintahkan Kapolri dan mengumumnkan penindakan hukum tidak pandang bulu termasuk bagi Novel maka peristiwa ini tidak akan berlarut larut. Adakah niat kita semua hendak benar benar memberikan persamaan dumuka hukum? Kita tunggu.
Read more

0 MASALAH KPK VS POLRI USAI SEMENTARA?


Presiden RI  Susilo Bambang Yudhoyono(SBY) memerintahkan Polri untuk menyerahkan penanganan perkara dugaan tindak Pidana Korupsi Simulator mengemudi di Korp Lalu Lintas Polri sepenuhnya kepada KPK. Selain instruksi untuk menyerahkan penanganan kasus itu kepada KPK,juga dinyatakan bahwa perubahan Undang Undang tentang KPK tidak perlu jikalau hendak mengurangi kewenangan nya kecuali memperkuat. Menyangkut masalah  Kompol Novel Baswedan,menurut Presiden  timingnya kurang tepat biarkan terlebih dahulu menyelesaikan tugas tugasnya di KPK. Itulah pengumuman penting yang ditunggu tunggu rakyat selama beberapa waktu belakangan sebagai upaya penyelesaian antar kedua lembaga penegak hukum tersebut.
Instruksi Presiden SBY kepada Kapolri itu meski terlambat tetapi merupakan penyelesaian perbedaan pendapat antar kedua Lembaga. Sebab tanpa Instruksi itu mungkin saja Polri tetap akan ngotot menanganinya.Masalahnya karena Polri sudah jauh melakukan pemberkasan terhadap sebagian tersangka atas kasus tersebut. Penanganan Polri atas tindak pidana korupsi itu memang ditegaskan dalam Undang Undang No 2 tahun 2002. Artinya dari sisi ketentuan itu Polri tidak salah karena masing masing sebagai penegak hukum.
Banyak pihak menilai Instruksi Presiden SBY kepada Kapolri untuk menyerahkan kasus Simulator itu kepada KPK tidak lain karena derasnya tekanan publik. Alasannya, kalau hanya menyerahkan kasus itu kepada KPK semestinya sejak perbedaan pendapat itu sudah harus ditangani. Undang Undang No 30 tahun 2002  tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  pada Pasal 50 ayat  3   menyatakan  dalam hal Komisi pemberantasan korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Kepolisian atau Kejkasaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan. Dalam ayat ke 3 dinyatakan, dalam hal penyidikkan dilakukan secara bersamaan oleh Kepolisian dan/atau Kejaksaan dan Komisis Pemberantasan korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejkasaan tersebut segera dihentikan. Sesuai ketentuan tersebut sesungguhnya telah jelas siapa yang berhak untuk selanjutnya mengajukan ke muka sidang perkara itu.
Akibat sempatnya berlarut larut kasus masalah ini, masyarakat pun menganggap SBY membiarkannya tanpa mau turu tangan menyelesaikannya. Kini setelah rakyat banyak turut menyuarakan dan memberikan dukungan terhadap KPK , baru menginstruksikan Kapolri untuk menyerahkan kasus itu kepada KPK. Mengenai pendapat yang menyatakan adanya pembiaran atas masalah itu, SBY maupun Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi membantah pemerintahnya. Alasannya sangat tidak elok jika setiap saat presiden harus turun tangan. Sebab hal itu dapat dinilai sebagai intervensi. Boleh jadi memang akan tetapi dalam kasus ini selain dari Undang Undang yang sudah menegaskannya, polri adalah bawahan langsung Presiden yang tidak ada bahasa intervensi oleh karena sesuai ketentuan yang berlaku.
PRESIDEN SBY KURANG TEGAS
Dalam pidato presiden SBY yang dinyatakan sebagai upaya penyelesaian masalah antara KPK dengan Polri ini pun dinilai kurang tegas.  Ketidak tegasan disini oleh karena berpotensi kurangnya kepastian hukum khususnya terhadap  Novel Baswedan  penyidik KPK  yang diduga terlibat melakukan penganyaan yang mengakibatkan meninggalnya korban di Bengkulu tahun 2004. Meski perkara sudah lama  karena belum kedalwarsa dan  adanya permintaan keadilan dari kuasa hukum dari dua orang kawanan korban yang meninggal akibat ditembak itu Kepolisian Polda Bengkulu secepat kilat hendak mau menangkap Kompol Novel dari KPK. Sontak saja rencana penangkapan itu dinilai kalangan masyarakat luas sebagai bentuk balas dendam Kepolisian terhadap KPK , sebab tidak lama setelah KPK memeriksa Djoko Susilo sebagai tersangka, Tim penyidik dari Bengkulu  koordinasi dengan Polda Metro Jaya mendatangni Gedung KPK untuk menciduk Novel Baswedan.
Informasi yang berkembang adalah, bahwa penyidik yang datang itu cukup banyak bagaikan hendak menangkap seorang penjahat kelas kakap yang sulit ditangkap. Yang menyedihkan dikabarkan penyidik belum pernah memanggilnya terlebih dahulu. Jika hal itu benar, pantas saja masyarakat luas mengaitkan rencana penangkapan Novel Baswedan itu sebagai bentuk melemahkan KPK. Padahal sesungguhnya tidaklah demikian, memang benar benar mungkin Penyidik telah mengantongi bukti kuat keterlibatannya dalam kasus tersebut.
Terhadap Kompol Novel Baswedan, SBY nyatakan tidak tepat timingnya. Boleh jadi memang dinilai waktunya kurang tepat  sebab, masyarakat luas sempat menaruh simpati yang amat luar biasa karena dikait kaitkan dengan penanganan kasus Simulator. Kalau memang ternyata menurut bukti keterlibatannya dalam kasus tersebut, KPK semestinya tidak melindungi anggotanya yang terlibat dalam tindak pidana itu. Demi kebaikan bersama dan kepastian hukum sewajarnya merelakan untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Apakah  KPK akan tertunda penyidikannya  jika Novel tidak ada di KPK? Selesaikah masalah ini dengan baik, rukun dan damai khususnya bagi Novel Baswedan, dengan sikap perlawanan seperti ini? Jawabannya tentu mungkin tidak. Sebab siapapun yang bersalah kita harus sepakat harus diseret kemuka pengadilan untuk kepastian hukum.
Meski langit akan runtuh hukum harus ditegakkan iotulah adagium hukum yang kita kenal. Karenanya demi mewujudkan persamaan kedudukan dimuka hukum,seyogyanya semua pihak harus mendukung Polri untuk menuntaskan perkara itu demi kepastian hukum. Tidak saja sebatas Novel Baswedan, namun perlu juga diusut Hakim Kode Etik hingga mantan petinggi Polda Bengkulu semasa peristiwa itu terjadi. Seaswedan, telah disidang kode etik dan kabarnya Novel Baswedan telah menjalani hukuman sesuai keputusan sidang etik tersebut.
Entah ada kaitan dengan kasus Simulator yang sedang disidik KPK atau tidak yang pasti Oktober memang Kuasa hukum dari dua rekanan korban yang meninggal itu memohon keadilan ke Plolda Bengkulu. Artinya bukan dicari cari hanya saja Novel Baswedan yang kebetulan menjadi tim  penyidik Simulator dan salah satu pimpinan rombongan saat penggeledahan di Korlantas kasus itu dikait kaitkan dengan Simulator. Namun lepas dari itu hukum harus ditegakkan oleh karenanya  dengan pengungkapan kasus itu akan terungkap  siapa sesungguhnya yang bersalah dalam perkara itu akan ditentukan oleh Pengadilan yang memeriksa dan memutusnya. Dengan demikian maka kepastian hukum pun akan tampak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab jika hal ini terus dipertahankan  mengakibatkan kepolisian tidak dapat melanjutkan penyidikannya maka komitmen untuk memperkuat lembaga Penegak hukum semakin jauh dari harapan. Demi kerukunan dan kebaikan bersama kedepan KPK legowo menyerahkannya untuk kepastian hukumnya.

Read more

0 GUBERNUR BARU DKI JAKARTA HARUS TEGAS


Gubernur  dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Joko Widodo dan Basuki Tjahya Purnama, segera akan mewujudkan janji janji politiknya membenahi Kota Jakarta. Pembenahan Jakarta tidak saja penanggulangan Banjir, Sampah dan kemacetan , tetapi juga terpenting ialah membenahi mental para pejabat Provinsi di Ibukota iti paling utama. Pasalnya ada banyak para Pejabat eselon  II,III yang seringkali minta dilayani bukan melayani. Jika mental ini tidak segera ditangani dikhawatirkan akan banyak kebijakan Gubernur menjadi terkendala. Karenanya pejabat eselon II sebagai pejabat tehnis yang dinilai kurang tanggap harus diganti  dengan pejabat yang sungguh sungguh mau bekerja dan melayani kepentingan masyarakat umum.
Dalam menanggulangi kemaceta segera  setidaknya  ada  dua dinas dan dua Biro yang memerlukan perhatian khusus dari Gubernur disamping tentunya lima wilayah . Dinas- Perhubungan, Trantib  dan  Biro Pembangunan Daerah dan Hukum. Dinas perhubungan misalnya dinilai salah satu sumber kemacetan di Jakarta. Pasalnya  Dinas perhubungan DKI itu  tidak pernah secara sungguh sungguh menata angkutan pinggir kota  bahkan boleh dikatakan malah melakukan  pembiaran tercipta kemacetan. Contohnya saja, ada banyak terminal bayangan di Jakarta tidak pernah dibersihkan bahkan ada oknum oknum memanfaatkan terminal bayangan itu menjadi mata pencaharian, seperti dipuntu Toll Cakung, Slipi, kebayoran lama dan lain tempat yang menggangu arus lalu lintas namun tidak pernah ada penindakan yang tegas.
Selain penertiban terminal bayangan yang seolah dibiuarkan begitu saja juga penertiban  angkutan pinggir kota jenis Mikrolet yang tidak pernah ada. Angkutan  Minibus itu selain ijin yang diterbitkan telah melampaui batas rasio tetapi juga hampir 100 persen dari angkutan itu tanpa ijin trayek resmi. Oleh karenanya tidak heran  jika sepanjang Jl Raya Kebayoran Lama dan beberapa ruas jalan di Jakarta sumpek bahkan manusia  aja sulit berjalan bebas karena sedemikian banyaknya Mikrolet yang mangkal ditambah pedagang Kaki Lima yang tidak pernah ada gerakan penertibannya.
Akibat kurang terkontrolnya perijinan angkutan pinggir kota ini maka selain merugikan pemda itu sendiri juga penanganan kemacetan tidak pernah dapat diatasi. Oleh karenanya penindakan terhadap angkutan pinggir kota yang tidak ada ijinnya itu segera harus dilakukan. Jika hal itu dilaksanakan maka setidaknya ada ribuan  armada yang akan diparkir di Gudangnya Dinas Perhubungan.dengan demikian maka selain retribusi yang  harus masuk ke kas daerah  tetapi juga tertata sesuai rasio yang pernah ditentukan.
Selain penertiban kenderaan Angkutan pinggir kota ini, juga  penanganan pedagang Kaki Lima di seluruh Jakarta harus berjalan simultan .Sesungguhnya penataan pedagang Kaki Lima ini tidak lah begitu sulit jika dilakukan secara tegas. Pasalnya, ada banyak pasar pasar yang dibangun melalui APBD kini kosong karena tidak ditempati oleh para pedagang. Para pedagang tidak mau ke pasar pasar itu dengan alasan, pembelinya tidak ada. Boleh jadi memang sebab Pemerintah kurang memperhatikan memberikan ijin trayek untuk pasar pasar seperti itu . Akibatnya para pedagang Kaki lima itu dengan resiko yang harus mengeluarkan duit besar tetap dilakukan asalkan dia boleh berdagang di Kaki Lima.
 Para pedagang memang harus mengeluarkan sedikitnya 5000 setiap hari, mulai dari pungutan Hansip, oknum petugas Kelurahan, Preman, oknum Trantib termasuk dari bidang perekonomian wilayah semuanya memungut retribusi termasuk koordinator PK 5nya. Meski demikian bagi pedagan tidak terlalu mempersoalkannya asalkan di boleh menggelar dagangannya sepanajang jalan tersebut. Oleh karena dinilai pemungutan itu bagian dari pembinaan maka para pedagang ini pun semakin melebarkan sayap dagangannya tidak disadari bahwa telah mengambil separoh jalan umum.
Basuki Tjahya Purnama dalam sosialisasi saat pencalonannya sebagai Wagub DKI pernah mengatakan ,pengelolaan Bus Way bagaikan managemen warteg. Selain penataan Bus Way ini yang harus segera tentu tidak lupa mewujudkan mass rapid transit (MRT).Semoga Joko Widodo dan Basuki Tjahya Purnama, mampu melakukan tindakan tegas khusus terhadap aparatnya untuk dapat memenuhi janji janji politiknya.!



Read more
 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger