Bungaran Sitanggang SH.,MH Associates. Diberdayakan oleh Blogger.

0 KEMERDEKAAN HAKIM KINI TERUSIK


Hakim merupakan pejabat negara yang karena jabatannya dalam memeriksa suatu perkara ia lepas dari pengaruh siapapun juga. Hal itu ditegaskan dalam penjelasan pasal 24 Undang Undang Dasar 1945. Kini kemerdekaan itu mulai terusik dengan berbagai tanggapan miring atas keputusan bebas yang terjadi pada terdakwa tindak pidana korupsi. Terusik oleh karena setiap putusan yang ternyata membebaskan seorang terdakwa pelaku tindak pidana korupsi tidak saja muncul dari masyarakat tetapi yang paling menyedihkan adalah dari pakar hukum yang tidak pernah mengikuti jalannya persidangan.

Bak gayung bersambut statemen yang seolah menyalahkan hakim yang memeriksa dan memutus perkara itu bilamana ternyata dalam putusannya membebaskan seorang terdakwa dalam perkara tindak pidana. Akibatnya hakim-hakim pada Pengadilan Tipikor di Indonesia kini mulai merasa terusik. Boleh jadi memang sebab  berbagai komentar yang kurang etis itu  tidak saja muncul dari masyarakat yang kurang paham hukum tetapi justru datangnya dari pakar pakar hukum termasuk dari Mahkamah Agung RI turut larut terbawa arus mengomentari putusan tersebut. Padahal Mahkamah Agung mempunyai wewenang terhadap hakim seluruh Indonesia, termasuk memberikan sanksi bilamana  ternyata dari hasil eksaminasi putusannya mengandung ketidak jujuran atau karena faktor faktor ex tertentu misalnya.
Ketua Muda Mahkamah Agung bidang Pidana yang juga Humas Pengadilan tertinggi itu ,Sarwoko nampaknya turut terlibat mengomentari yang tidak sepatutnya terjadi. Sebab seperti disinggung diatas, kewenangan MA untuk mengambil tindakan kepada setiap hakim yang dinilai bermasalah merupakan kewenangannya.Mengapa tidak melakukan eksaminasi terhadap putusan tersebut ? bukankah komentar yang menyalahkan hakim yang memeriksa dan mengadili suatu perkara tertentu yang secara kebetulan tidak terdapat bukti kuat sehingga harus dipersalahkan? Bukankah dalam KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman terhadap seorang kecuali jika ditemukan sekurang kurangnya dua alat bukti dan diyakini oleh Hakim bahwa terdakwalah yang bersalah atasnya?

Semua pihak seharusnya menghormati putusan hukum.Jika ternyata ada suatu kecurigaan misalnya, bolehlah dilakukan penyelidikan, apakah misalnya melalui eksaminasi putusan bersangkutan, atau dengan kewenangan Komisi Yudisial misalnya melakukan pemantauan secara serius sehingga ditemukan bukti kuat, apakah ternyata hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut telah menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Sebab jika statemen statemen seperti itu terus terjadi tidak dihentikan maka dikhawatirkan hakim hakim di Daerah akan tidak berani berkata jujur sesuai dengan temuan fakta yang sesungguhnya.

YANG BERSALAH HARUS DIHUKUM

Baru baru ini memang KPK menangkap tangan dua orang oknum Hakim yang diduga menerima suap dari keluarga terdakwa yang sedang diperiksa.  Kedua oknum hakim ini tentu harus diproses sesuai ketentuan hukum yang berlakkhususnya program pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan hukuman yang diperberat ada harapan oknum oknum hakim yang nakal lainnya mengurungkan niat jahatnya memperdagangkan putusannya .

Akibat peristiwa diatas pihak pihak mengenerisasi seolah seluruh hakim pada Pengadilan tipikor di Indonesia bermasalah sehingga diminta dievaluasi.Sangat naif rasanya jika hal itu generasikan bahkan mengevaluasi eksistensi Pengadilan Tipikor yang sudah terbentuk untuk selanjutnya ditiadakan. Kita memang tidak boleh tutup mata bahwa ada saja oknum hakim yang nakal tetapi masih banyak hakim hakim yang baik, jujur dan adil. Oleh karenanya pantaskah kita menggenerallisasi hakim disetiap daerah? Bukankah tidak sebaiknya kita  melihat terlebih dahulu fakta sesungguhnya apa yang menyebabkan putusan  bebas itu? Apakah boleh seorang dihukum tanpa sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah menurut hukum yang menunjukkan bahwa terdakwalah yang berslah melakukannya ?

Tindak pidana korupsi memang menjadi musuh kita bersama, oleh karena tindakan seperti itu tidak saja merusak perekonomian  bangsa,  akan tetapi juga merusak sendi sendi kehidupan masyarakat. Karenanya semua elemen bangsa sepakat menjadilkan perkara itu lawan bersama. Namun bukan berarti secara membabi buta kita harus katakan, semua orang meski tidak terbukti dalam persidangan, setiap orang yang diajukan ke muka sidang dengan tuduhan tindak pidana korupsi harus dihukum.

Dalam teory ketuhanan, Hakim adalah wakil tuhan di dalam menetukan nasib seseorang yang diperiksa dimuka sidang. Sebab dalam kepala putusannya jelas dengan irah-irah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karenanya hakim dalam memutus suatu perkara, selain bertanggung jawab kepada masyarakat juga bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karenanya semua pihak seharusnya tidak memberikan statemen apalagi mempersalahkan, tetapi harus tunduk dan taat terhada putusan bersangkutan.  Setiap keputusan yang diambil Majelis misalnya tentulah berdasarkan fakta yang terungkap dalam sidang dan berdasarkan keyakinanya bahwa terdakwa itulah yang bersalah atau sebaliknya.
Adgium hukum yang menyatakan” Sekalipun langit akan runtuh hukum tetap harus ditegakkan”. Dan karenanya pula dikatakan bahwa lebih baik melepaskan 100  orang yang bersalah daripada menghukum seorang yang tidak bersalah. Adagium ini bermaksud bahwa menghukum orang yang yang tidak bersalah merupakan dosa besar karena harus menghukumnya ternyata tidak bersalah Dosa besar ini tidak saja diterima di dunia tetapi juga kelak pada akhirat ia sendiri harus mempertanggung jawabkannya.

Searah dengan tujuan penegakan hukum dan keadilan, dan menjungjung tinggi kemerdekaan hakim itu sendiri kita harus sepakat menghentikan statemen terhadap suatu putusan hakim bilaman kita sendiri juga tidak mengikuti persidangannya. Seandainya pun benar ternyata terdapat kekeliruan baik disengaja maupun tidak semestinya Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dapat melakukan tugas-tugasnya sesuai ketentuan yang berlaku. Bukan malah memberi penilayan apalagi mempersalahkan suatu putusan tertentu. Sebab jika hal itu terus dilakukan bukan tidak mungkin, seorang yang dihadapkan kemuka sidang hanya karena fitnah misalnya harus mendekam dan dihukum siapa menanggung dosanya ?

Karenanya demi kedilan berdasarkan hukum, hakim di Seluruh Indonesia jangan sampai terpengaruh atas tekanan publik di dalam memutus suatu perkara, akan tetapi benar benar sesuai hukum dan diyakini bahwa terdakwa itulah yang bersalah melakukannya.
Read more

0 BENGKULU KOTA KEBERAGAMAN YANG HARMONIS



Kesadaran masyarakat Bengkulu dalam berbangsa dan bernegara  boleh menjadi pedoman bagi Daerah di Indonesia. Sebab masyarakat di Kota ini yang penduduknya dari berbagai suku, Agama tidak pernah dipersoalkan tatkala menghadapi pemilukada. Jauh beda dengan Ibukota Negara yang merupakan boremeter sesungguhnya bagi Republik ini baik dalam kesadaran keberagaman itu maupun tingkat kecerdasan sebangsa dan setanah air dalam kebinekaan. Karenanya Bengkulu  dapat dijadikan pedoman bagi seuruh rakyat Indonesia.
Menghadapi Pemilihan Walikota Bengkulu yang akan digelar 19 September 2012 mendatang,apakh terbawa arus  dari Jakarta atau ada pihak pihak profokasi sempat mengissukan etnis. Namun issu propokatif itu sirna bak ditelah angin  oleh karena  semua tokoh tokoh masyarakat Bengkulu tidak setuju adanya issu SARA. Tingkat pendidikan di Kota Bengkulu diharapkan membuat masyarakat menjadi pemilih yang cerdas.Memilih berdasarkan kualitas dan kapabilitas calon, bukan Suku ,Agama dan lainnya.Pernyataan itu dinyatakan pemerhati Kota dari Universitas Muhamadyah Bengkulu, Drs Fraternesi,M.si pada Korang Rakyat Bengkulu Senin 27 Agustus 2012.
Memang tingkat pendidikan dan kesadaran kebinekaan bagi masyarakat Kota Bengkulu tidak pernah mempersoalkan Etnis, atau agama yang menjadi pemimpn di daerah ini. Masyarakat disini peduli benar benar cerdas memilih orang  yang berkualitas  yang dapat meningkatkan pembangunan dan mensejahterakan rakyat bengkulu tanpa melihat dia berasal dari mana dan Agama apa. Terbukti memang pemilihan Walikota Bengkulu tahun 2007 silam pasangan, Ahmad Kanedi dan Edison Simbolon, terpilih menjadi Walikota dan Wakil Walikota Bengkulu periode tahun 2007  hingga  2012 tidak pernah ada masalah.
Hetrogenitas penduduk di daerah ini sesungguhnya tidak kalah dibanding  dengan Jakarta sebagai Ibukota Negara. Mestinya Ibukota Negara yang menjadi miliki semua golongan menjadi boremeter baik dalam kesadaran bermasyarakat berbangsa dan bernegara maupun kebinekaan sebagaimana dalam Undang Undang Dasar  1945 dan Pancasila sebagai ideologi negara.
Pemilukada secara langsung sesungguhnya ialah mewujudkan kedaulatan rakyat sesungguhnya  tidak melalui perwakilan.Rupanya pelaksanaan kedaulatan rakyat yang telah kita laksanakan selama 3 periode ini benar kekhawatiran kita sebelumnya bahwa  rakyat Indonesia belum sepenuhnya siap melaksanakannya. Selain dari kesiapan masyarakat yang belum juga sistem ini membawa konsekuensi yang kurang baik dari sisi kebersamaan yaitu dengan terbentuknya  pengotak kotakan . Tidak saja masalah kekerabatan sebangsa dan setanah air  yang terpisah juga biaya yang ditimbulkan sistem ini pun teramat  tinggi. Akibatnya cukup banyak  oknum  Gubernur,Bupati dan Walikota di Indonesia terlibat korupsi ditengarai akibat kos politik pilkada itu yang terlalu tinggi. Karenanya pemerintah dengan DPR RI sewajarnya mengevaluasi sistem pemilihan Kepala Daerah itu kembali untuk selanjutnya dapat mengembalikan pemilihan itu kepada DPRD, setidaknya pemilihan Gubernur Kepala Daerah dipilih melalui DPRD setempat.
Haruslah dipahami bahwa Gubernur Kepala Daerah merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah itu untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan pusat. Oleh karenanya  pemilihan Kepala Daerah Provinsi  melalui  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu juga dapat mengurangi anggaran dan selanjutnya digunakan untuk pembangunan Infrastuktur. Pengembalian pada sistem orde baru khusus pemilihan Gubernur ini juga harus diikuti dengan kewenangan Gubernur atas nama Menteri dalam Negeri melakukan pembinaan politik daerah. Dengan demikian maka Gubernur selaku Kepala Daerah yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah Pusat dapat menjalankan pemerintahan dan pembinaan politik daerah sebagaimana mestinya. Tidak seperti belakangan ini terjadi, tatkala  Gubernur mengundang Bupati/Walikota dalam rapat  koordinasi pembangunan misalnya  Bupati /walikota  itu seringkali  tidak mau  hadir sama sekali bahkan hanya mewakilkan kepada bawahannya. Akibatnya selain masalah dalam wilayah bersangkutan tidak dilaporkan secara rinci, perencanaan pembangunan selanjutnya pun dapat berakibat menyimpang  dari ketentuan misalnya saja tata ruang yang sudah ditetapkan.
Kembali kepada kesadaran berbangsa dan bernegara sebagai satu bangsa dan satu bahasa,seharusnya kita secara bersama sama memikirkan pembangunan menuju kesejahteraan rakyat.Bukan mempersoalkan lagi hal hal lain kecuali kesamaan hak dan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan itu sendiri. Para pejuang republik telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk kita.Pertanyaannya, bagaimana kita sekarang menjujung tinggi nilai nilai perjuangan pendahulukita, apakah kita mau mewarisi dengan baik untuk bangkit sejajar dengan negara lain? Apakah kita terpropokasi sifat –sifat yang memecah belah kesatuan dan persatuan kita?
Bercermin kepada yang baik yang sudah berjalan di luar negeri seperti Amerika Serikat misalnya adalah tidak salah. Namun bagi kita di Indonesia tidak perlu jauh jauh berkaca ke Amerika Serikat, tetapi marilah mencoba melihat kenyataan di Kota Bengkulu. Semoga rakyat Indonesia sejahtera.

Read more

0 DANA TALANGAN DIKONSULTASIKAN?


Masalah Dana talangan Bank Century yang dinilai merugikan keuangan negara sebesar 6,7 triliun itu kini menjadi bahan konsumsi politik.Sebab sejak Pansus Bank Century ini merekomendasikan penyelesaiannya melalui jalur  hukum pada KPK hingga kini belum ada perkembangan berarti kecuali gelar perkara beberapa kali dilakukan , kesimpulannya belum ditemukan bukti kuat untuk meningkatkan perkara tersebut ketingkat penyidikan.
Masalah ini kembali mencuat ,karena informasi dari Terpidana, Antasari Anzhar,SH.MH yang menyatakan bahwa, pada tanggal 9 Oktober 2008 pernah diadakan rapat di Istana negara antara Presiden SBY dengan penegak hukum yang dihadiri beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II. Setelah  rapat itu lebih kurang satu minggu kemudian dikabarkan  mantan Gubernur BI saat itu Budiono  pernah bertandang ke KPK menemui Antasari,  mengonsultasikan rencana BI memberikan dana talangan terhadap Bank Indovor milik BI di Belanda. Antasari ketika itu dikabarkan  melarangnya karena berpotensi bermasalah . Mungkin pengertian larangan itu adalah untuk Bank Indovor bukan Bank Century yang sudah sakit sejak awal bank itu didirikan .
Presiden SBY mengaku  rapat tanggal 09 Oktober 2008 itu,  diadakan  dalam bentuk rapat konsultasi upaya  antisipasi jikalau krisis ekonomi dunia membawa  dampak kepada Indonesia. Berbagai masukan diminta  SBY ,salah satunya, Antasari Anzhar berpendapat, “ bahwa sesuai yurisprudensi yang menyatakan bahwa  hilang perbuatan melawan hukum bilamana kepentingan umum terlayani “ Artinya perbuatan melawan hukum akan hapus tidak saja karena undang undang akan tetapi karena  kepentingan masyarakat luas terlayani.
Dalam rapat tersebut,baik Presiden SBY maupun Antasari Anzhar mengaku tidak membicarakan masalah Bank Century. Pertanyaannya adalah, bagaimanakah, mantan Ketua KPK Antasari Anzhar memberikan pendapatnya tentang hapusnya perbuatan melawan hukum jika kepentingan umum terlayani jika tidak ada pembicaraan yang meyinggung kearah penggunaan dana negara ? Apa dasarnya ,Antasari Anzhar, memberikan  pendapat tersebut ? itulah pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Boleh jadi memang munculnya pendapat Antasari itu karena dalam pembicaraan secara umum menyinggung misalnya kepada upaya talangan atau mungkin akan menggunakan keuangan negara dalam suatu hal seperti membantu Bank atau mungkin dalam bentuk lain. Sebab jika tidak ada menyinggung kearah penggunaan dana misalnya bagaimana muncul pendapat seperti itu.
Tim pengawas kasus Century dari  DPR RI pun menaruh rasa curiga mendalam pertemuan itu.Alasannya karena setelah rapat tanggal 09 Oktober 2008 tersebut beberapa tindakan telah terjadi seperti misalnya, Presiden menerbitkan Peraturan Pengganti Undang Undang (Perpu) yang menjadi dasar bailout Bank Century.Benar Perpu itu tidak disetujui, namun dapat dilaksanakan oleh karena DPR pun saat itu tidak tegas menolak atau menyetujuinya. Sehingga secara hukum selama belum ada penolakan maka perpu itu dianggap berlaku.
Sejak awal Pansus di DPR menaruh kecurigaan yang tinggi atas  keputusan untuk memberikan dana talangan kepada Bank Century, selain Bank itu sejak awal penggabungannya pun sudah bermasalah juga keputusan itu ditetapkan pejabat BI saat itu  tengah malam. Perlakuan itu boleh jadi terjadi memang jikalau ternyata ada hal hal genting yang memaksa harus mengambil keputusan malam itu juga. Pertanyaannya adalah, apakah kondisi Bank Century saat itu sudah sedemikian mengkhawatirkan bagi perekonomian bangsa Indonesia dan amat sangat berbahaya jika tidak tengah malam itu diselesaikan? Atau runtuhkah perekonomian kita jika menunggu besoknya misalnya? Itulah beberapa pertanyaan lainnya yang mengarah pada suatu kecurigaan tim pengawas dan pansus hingga memberikan suatu kesimpulan  bahwa perkara itu perbuatan melawan hukum.
Kini masalahnya masih menggantung ditangan KPK. KPK beralasan belum ditingkatkannya perkara itu kepada penyidikan , karena penyidik KPK belum menemukan bukti kuat untuk  meningkatkan kasus itu pada penyidikan .Sesungguhnya KPK selain menggunakan hasil BPK juga boleh menghimpun data dari sejarah keberadaan Bank Century itu yang sejak penggabungannya telah bermasalah. Bukankah kronologis atau  sejarahnya  itu juga merupakan petunjuk  bagi penyidikan, kenapa terhadap Bank kecil seperti Century misalnya yang pada penggabungannya pun sebenarnya sudah tidak layak tetapi menjadi dilayakkan , siapakah yang terkait didalamnya atau deposan tertentu yang perlu dilindungi atau kepentingan siapa  yang perlu diselamatkan dan sebagainya.
 Abraham Samad pernah  berjanji dalam waktu satu tahun ia memimpin KPK akan menuntaskan kasus kasus besar termasuk Bank Century. Memang kepemimpinan Abraham Samad di KPK belum penuh satu tahun. Akan tetapi dengan penyelidikan bagikan jalan ditempat itu ,Janji Abraham Samad ini pun tampaknya akan meleset, sebab waktu yang diajikan itu sudah dekat sementara tanda tanda peningkatkan kasus Bank Century ini belum jelas. Mungkinkan KPK di Intervensi kekuasaan atau politik? Dalam beberapa kali penjelasan KPK mengaku tidak ada tekanan baik dari penguasa maupun politisi.
Dalam waktu dekat Tim Pengawas DPR RI untuk kasus Bank Century akan mengundang KPK. Undangan untuk mempertanyakan penanganan kasus itu mungkin untuk kesekian kalinya dilakukan DPR.Masalahnya sekarang, bagaimanakah Tim Pengawas DPR untuk Bank Century ini dapat membantu KPK dari sisi data penunjang misalnya, apakah sudah diteliti apakah dasarnya pemberian bantuan itu kepada Bank bermasalah,bagaimanakah Antasari memberikan pendapat hilangnya perbuatan hukum bukan saja karena undang undang  jika kepentingan umum terlayani dan sebagainya.Bila diperlukan, Antasari Anzhar, dapat diundang untuk didengar keterangannya , termasuk mantan Kaba Reskrim Mabes Polri yang pernah menangani masalah dana Century itu. Kita berharap  pertemuan antara DPR dengan KPK yang akan digelar  ini dapat menyimpulkan sesuatu untuk  mencapai  kepastian hukum.
Read more

0 PURNAWIRAWAN RAGUKAN PEMERINTAH



Persatuan Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat menilai Kepemimpinan sekarang  lemah.Karena itu baik elit politik maupun penyelenggara negara pemerintah tidak lagi mewujudkan cita cita kemerdekaan.Dari segi ekonomi ,pemerintah telah menimpang jauh dari ekonomi kerakyatan yang digariskan kemerdekaan.Kedaulatan ekonomi hilang.itulah sepenggal pernyataan Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Suryadi pada ulang tahun ke 9 PPAD (Kompas 7 agustus 2012)
Statemen  Suryadi ini  merupakan peringatan keras bagi  pemerintahan dibawah kepemimpinan SBY yang sisa dua tahun lagi 2014. Kepedulian purnawirawan sebagai pejuang bangsa itu tentu mempunyai dasar kuat, baik ditinjau dari sisi ekonomi,sebagaimana disebutkan diatas maupun dari sisi kepemimpinan yang dinilai kurang tegas, penegakan hukum yang kurang dan lainnya yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat luas. Waktu dua tahun masa pemerintahan SBY mungkin kurang waktu berbenah, karena selama kepemimpinannya yang kedua ternyata jauh dari harapan menjehaterarakn rakyat.
Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi misalnya salah satu tuntutan reformasi dirasa masih jauh dari harapan rakyat.Akibatnya masyarakat luas memberikan penilayan bahwa penegakan  hukum itu tajam hanya untuk  masyarakat kecil tetapi tumpul manakala berhadapan  terhadap orang orang kuat. Padahal sesungguhnya, hukum tidak memandang status, sosial oleh  karena ketentuan dalam Undang Undang Dasar 1945 menyatakan persamaan kedudukan dalam hukum.
Tegaknya hukum merupakan suatu jaminan peningkatan kesejahteraan rakyat. Sebab tanpa penegakan hukum yang adil investasi yang diharapkan pun semakin menjauh.Sebaliknya jika ternyata penegakan hukum itu konsekuen maka, investor yang akan berinvestasi di negeri ini semakin terjamin, yang tentu meningkatkan perkembangan perekonomian menuju kesejahteraan umum mungkin mudah dicapai.
AMANDEMEN UUD
Amandemen Undang Undang Dasar 1945 hingga empat kali ternyata tidak membuahkan suatu jaminan dalam berbangsa dan bernegara. Akibatnya banyak pihak berpikir masih jauh lebih baik masa Undang Undang Dsar 1945 sebelum di amandemen dibandingkan setelah amandemen. Salah satu hasil amandemen memang dirasakan masyaakat umum ialah pelaksanaan hak pilihnya sebagai suatu perwujudan dari kedaluatan rakyat. Jika sebelumnya keterwakilan kini langsung masyarakat dapat menetukan pilihannya.
Namun pelaksanaan kedaulatan rakyat secara langsung itu pun masih menisakan persoalan.Diantaranya adalah menciptakan pengotak kotakan masyarakat tertentu, yang berakibat menimbulkan pertikaian antara kelompok,Golongan, Suku dan Agama yang selama masa Undang Undang Dasar 1945 yang utuh dalam arti sebelum amandemen jarang terdengar. Olah karenanya para elit politik perlu merenungkan kembali demokrasi terpimpin dengan keterwakilan ini dapat digunakan kembali.
Pancasila sebagai dasar ideologi negara belakangan tampaknya mulai memudar.Sebab ya itu tadi adanya pengotak kotkan dalam lingkungan masyarakat, kebebasan memeluk agama yang dijamin Undang Undang Dasar kini mulai tidak lagi menjadi pedoman berbangsa dan bernegara pada  sebagaian rakyat tertentu.Banyak kasus misalnya telah terjadi, bahkan keputusan Mahkamah Agung RI pun dengan otonomi daerah sudah tidak dipedulikan lagi.Contohnya saja, Gereja Yasmin, tidak hanya tokoh masyarakat menyalahkan Walikota yang tidak melaksanakan ketentuan perundang undangan tentang Gereja itu, tetapi Putusan Mahkamah Agung sebagai peradilan tertinggi di Republik ini pun tidak dilaksanakan.Sejauh itu tidak ada sank apa apa.
Semuanya itu adalah soal kepemimpinan yang dinilai tidak tegas mengayomi semua masyarakat bangsa dan negara. Oleh karenanya, jika ada anggapa pemerintahan SBY gagal mengayomi rakyatnya mungkin itulah faktanya. Semoga dalam masa pemerintahan SBY yang tinggal dua tahun ini dapat memperbaiki secara pelan tentu dengan sikap dan tindakan yang tegas.

Read more

0 OPERASI YUSTISI MELANGGAR HAM


Setiap usai perayaan Idul Fitri pemerintah Daerah Jakarta disibukkan oleh urbanisasi  penduduk yang hendak mengadu nasib Jakarta. Razia kependudukan yang kerap kali dilakukan itu dimaksud sebagai  sarana menangkal urbanisasi yang memadati Ibukota negara tersebut. Razia kependuduan yang disebut Operasi Yustisi ini tujuannya hendak menjaring para pendatang yang tidak mempunyai dokumen kependudukan, tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak mempunyai pekerjaan atau keahlian tertentu.Mereka yang tertangkap akan dikembalikan ke kampung asalnya dengan biaya pemerintah.
Operasi  Yustisi yang dilakukan Pemda ini sesungguhnya tidak banyak artinya bila dibanding dengan biaya yang digelontorkan pemerintah Daerah untuk operasi ini. Sebab hasil yang didapat pun tidak banyak, petugas gagal menangkap para urbanisasi itu karena sebagian besar mereka sementara ditampung oleh sanak keluarga, teman, baik sekampung maupun relasi lainnya.Sedangkan yang untung untungan dengan modal nekat misalnya yang terdapat di jalanan, dipinggir kali, bawah kolong jembatan atau di peranpatan jalan terjaring selanjnutnya dikirim ke panti sosial atau dikembalikan ke Kampung asalnya.
Penertiban kependudukan memang penting, selain untuk akurasi  administrasi juga dapat mengurangi beban Ibukota yang kian hari semakin  tak terkendali. Pertanyaannya adakah keseriusan pemerintah daerah seperti Jakarta untuk melakukan penertiban kependudukan ini? Sungguh sungguhkah pemerintah Daerah menjalankan ketentuan tentang kependudukan kecuali hanya menghambur hamburkan anggaran ? rasanya tidak secara sungguh sungguh jika dilihat praktiknya selama ini.
Jakarta sebagai Ibukota negara  selain pusat pemerintahan juga pusat perekonomian terbesar dengan penyangga  Bogor, Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) Kota  penyangga Ibukota ini demikian pesat perkembangannya. Oleh karena itu bak kata pepatah yang mengatakan, dimana ada gula disitu banyak semut, begitulah istilah yang dapat diberikan terhadap kota kota itu. Nah, tidak boleh kah warga negara Indonesia memilih tempat tinggal, pekerjaan di daerah ini ? sementara di daerah asalnya misalnya sudah sulit mencari makan, selain pembangunanya yang tidak ada juga sawah pertanian mulai terdesak baik karena perkebunan, perumahan dan hal lain yang tidak menguntungkan masyarakat desa itu sendiri ?.
Bukankah Undang Undang Dasar 1945 menjamin setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan bertempat tinggal ? bukankan juga dijamin eksistensinya sebagai warga negara Indonesia yang bebas untuk bertempat tinggal diseluruh wilayah Republik Indonesia ? inilah terkadang yang membuat hati bertanya tanya diamanakah keadilan itu . Ketidak mampuan pemerintah  merencanakan pembangunan Desa misalnya atau membuka  lapangan kerja mengakibatkan banyak hijrah ke Jakarta sesungguhnya harus menjadi renungan apa sebab kota-kota ini diserbu para pendatang dari berbagai daerah di Indonesia.
Banyak memang  pendatang ke Ibukota ini yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan formal atau keahlian khusus untuk selanjutnya dapat bekerja. Banyak pula yang sementara ditampung oleh teman temannya, keluarga, tetapi juga yang karena tergiur mudahnya mencari nafkah di Jakarta berdasarkan modal nekat tanpa tujuan juga banyak kita dapati. Akibatnya mereka tidak ada tempat tinggal akhirnya membuat pemondokan pemondokan dibawah kolong jembatan dan beberapa tempat lain yang terlarang. Nah, melihat kenyataan ini pertanyaannya kemudian yaitu tadi adakah kesungguhan bagi pemerintah daerah seperti Jakarta untuk menertibkan ini? Mungkin tidak berlebihan jika di jawab tidak.Sebab faktanya sangat banyak penghuni kolong Jembatan seperti misalnya daerah Pluit tampa sudah menjadi perkampungan yang merusak pemandangan tetapi tidak ada penertiban sama sekali.
KETERTIBAN YANG TIDAK TERTIB.
Berbagai persoalan kependudukan ini memang jadi  masalah sosial yang seolah tidak ada penyelesaiannya. Padahal sesungguhnya jika ada keseriusan penertiban itu tidak sulit melakukannya. Masalahnya, oleh karena pertetiban ini setengah hati , semula hanya satu bangunan misalnya terdiri dari Seng, atau plastik tidak ditertibkan, maka jadilah puluhan bahkan ratusan tempat. Setelah padat penertiban yang direncanakan pun harus berhitung untuk mencari penampungannya. Inilah kejadian yang kerap kali terjadi di Jakarta mengakibatkan gelandangan, pengemis tidak pernah dapat ditertibkan di Jakarta.
Sementara banyak penduduk resmi yang bertempat tinggal seperti di Tanah Merah, Kapuk, Pesanggrahan Pemerintah Daerah Jakarta tidak pernah berpikir membinanya melalui pembentukan RT misalnya, padahal mereka bertempat tinggal resmi, mempunyai rumah, pekerjaan akan tetapi tidak pernah menjadi perhatian agar mereka dapat diresmikan kependudukannya. Nah pertanyaannya sekarang dimanakah tujuan penertiban kependudukan itu ? untuk siapakah pelayanan dan pembinaan masyarakat itu?
Boleh jadi memang Pemerintah Daerah DKI Jakarta berpikir tidak dibuatnya ke RT an pada pemukiman Tanah merah, karena areal ini dikalim Pertaminan sebagai miliknya. Namun terlepas dari itu, bukankah undang Undang mengatakan bahwa kepemilikan suatu tanah tertentu dibuktikan dari Sertipikatnya? Apakah juga pembentukan Rukun Tetangga sebagai dimaksud dalam surat keputusan Gubernur dianggap sebagai bukti kepemilikan atas suatu tanah tertentu ?
Bagaimana terhadap penduduk yang tidak ada sengketa, baaik kepemilikan sudah puluhan tahun bermukim seperti di Pesanggrahan misalnya, dalam satu wilayah yang disebut Blok Pandan tangkas permai dikelola dan atau memiliki KTP dari 5 atau 6 RT? Dimanakah sistem administrasi kependudukannya sesuai ketentuan perundang undangan ? inilah bagian masalah yang perlu diperhatikan jika memang ada kesungguhan menertibkan kependudukan di Jakarta.

Cara yang paling baik dan berperikemanusiaan,adalah Pemerintah secara konsekuen melaksanakan pembinaan, pembangunan sesuai tata ruang ,merencanakan pembangunan itu secara merata, pusat maupun Daerah tidak terpusat seperti selama ini misalnya di Jakarta. Pembangunan Daerah yang merata merupakan solusi tepat menahan urbanisasi selain pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia juga mewujudkan cita cita proklamasi mensejahterakan rakyat Indonesia
Read more
 
© BSA-LAW OFFICE | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger